Klungkung (Antara Bali) - Para pengungsi Gunung Agung di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, Bali mengaku sangat diperhatikan pemerintah daerah dan para relawan di wilayah tersebut.
"Kami merasa bahagia tinggal di pengungsian karena terus diperhatikan. Rasa sedih karena harus mengungsi sedikit berkurang," kata Nengah Asih (50), salah seorang pengungsi di GOR Swecapura, Klungkung, Sabtu.
Ia menceritakan para relawan yang ada begitu baik hati dan peduli. Perhatian hingga sampai hal-hal kecil seperti fasilitas mesin cuci untuk pengungsi di areal GOR Swecapura.
Masalah makanan pun dirasakan tidak pernah kekurangan. "Kami tidak pernah merasa kekurangan makan karena selalu rutin ada jam makannya. Tidak masalah bagi kami apapun menunya. Asalkan bisa makan," tutur Asih.
Asih pun menilai rasa kekerabatan yang begitu tinggi dari warga Klungkung. Tidak memandang asal daerah dan juga latar belakang keluarga.
"Kami seperti keluarga sendiri di sini. Semua sudah akrab baik antara pengungsi itu sendiri, juga dengan relawan dan petugas. Kami sangat nyaman," tambah dia.
Wayan Ngateg (60), salah satu pengungsi lain juga merasakan hal yang sama. Pengungsian dirasakan seperti rumah sendiri karena petugas dan relawan begitu ramah dan baik.
"Semua keperluan diberikan. Sampai-sampai saya yang tidak pernah meminum susu dan vitamin juga diberikan. Saya bahagia sekali karena merasa seperti keluarga," tuturnya.
Pihaknya pun merasa sangat betah di pengungsian meskipun keadaan yang menimpa cukup menyesakkan hati. "Rasa sedih saya meninggalkan rumah dan kampung halaman tidak terlalu terpikirkan," demikan Ngateg. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kami merasa bahagia tinggal di pengungsian karena terus diperhatikan. Rasa sedih karena harus mengungsi sedikit berkurang," kata Nengah Asih (50), salah seorang pengungsi di GOR Swecapura, Klungkung, Sabtu.
Ia menceritakan para relawan yang ada begitu baik hati dan peduli. Perhatian hingga sampai hal-hal kecil seperti fasilitas mesin cuci untuk pengungsi di areal GOR Swecapura.
Masalah makanan pun dirasakan tidak pernah kekurangan. "Kami tidak pernah merasa kekurangan makan karena selalu rutin ada jam makannya. Tidak masalah bagi kami apapun menunya. Asalkan bisa makan," tutur Asih.
Asih pun menilai rasa kekerabatan yang begitu tinggi dari warga Klungkung. Tidak memandang asal daerah dan juga latar belakang keluarga.
"Kami seperti keluarga sendiri di sini. Semua sudah akrab baik antara pengungsi itu sendiri, juga dengan relawan dan petugas. Kami sangat nyaman," tambah dia.
Wayan Ngateg (60), salah satu pengungsi lain juga merasakan hal yang sama. Pengungsian dirasakan seperti rumah sendiri karena petugas dan relawan begitu ramah dan baik.
"Semua keperluan diberikan. Sampai-sampai saya yang tidak pernah meminum susu dan vitamin juga diberikan. Saya bahagia sekali karena merasa seperti keluarga," tuturnya.
Pihaknya pun merasa sangat betah di pengungsian meskipun keadaan yang menimpa cukup menyesakkan hati. "Rasa sedih saya meninggalkan rumah dan kampung halaman tidak terlalu terpikirkan," demikan Ngateg. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017