Denpasar (Antara Bali) - Real Estat Indonesia (REI) Bali mengatakan pasokan pasir terganggu karena penambangan terpaksa ditutup sementara akibat kondisi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang hingga saat ini masih berstatus Awas.
Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura di Denpasar, Selasa, mengatakan sebagian besar pasokan pasir untuk perumahan didatangkan dari sejumlah galian C yang masuk kawasan rawan bencana di Kabupaten Karangasem.
Sehingga dengan ditetapkannya kawasan rawan bencana itu mengakibatkan proses galian pasir terhenti untuk sementara.
Terhentinya galian pasir tersebut berdampak terhadap pasokan sehingga saat ini harga pasir melonjak.
"Ini turut mempengaruhi harga pasar dan pasokan pasir saat ini terbatas," katanya.
Wakil Ketua Bidang Pengembangan Usaha Anggota REI Bali I Made Sumadia mengatakan harga pasir untuk di Kabupaten Badung melonjak setelah status awas Gunung Agung.
Sumadia menyebutkan saat ini per lima meter kubik harga pasir mencapai Rp1,9 juta dari sebelumnya mencapai Rp1,2 juta.
Sedangkan pasir halus sebelumnya Rp1,3 juta per lima meter kubik dan saat ini menjadi Rp2,5 juta.
Untuk harga pasir di Denpasar, menurut dia, mencapai selisih sekitar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dari harga di kawasan Badung.
Di Singaraja, harga pasir mencapai sekitar Rp300 ribu per kubik dari sebelumnya Rp115 ribu hingga Rp120 ribu.
Untuk menyiasati itu, pasir didatangkan dari sumber lain seperti dari Songan, Kabupaten Bangli dan Banyuwangi Jawa Timur.
Namun medan yang terjal serta jalan yang sempit membuat pasokan pasir dari Songan tidak merubah harga saat ini dan pengiriman juga tersendat karena kendala tofografi tersebut.
Sedangkan harga pasir dari Banyuwangi jauh lebih mahal karena menyangkut ongkos pengiriman dengan rata-rata harga pasir mencapai Rp2,5 juta per 3,5 meter kubik.
Meski saat ini pemerintah tengah fokus dalam penanganan pengungsi dan bencana alam yang tidak dapat diprediksi, REI Bali berharap adanya solusi seperti subsidi untuk memangkas biaya ekstra yang dikeluarkan setelah aktivitas penambangan pasir di kawasan Gunung Agung terhenti.
Akibat mahalnya harga pasir tersebut, Pande Agus Widura memprediksi terjadi penurunan pendapatan hingga 10 persen, apalagi harga rumah bersubsidi sebesar Rp141 juta tidak bisa disesuaikan karena besarannya itu sudah dipatok Pemerintah Pusat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Ketua DPD REI Bali Pande Agus Permana Widura di Denpasar, Selasa, mengatakan sebagian besar pasokan pasir untuk perumahan didatangkan dari sejumlah galian C yang masuk kawasan rawan bencana di Kabupaten Karangasem.
Sehingga dengan ditetapkannya kawasan rawan bencana itu mengakibatkan proses galian pasir terhenti untuk sementara.
Terhentinya galian pasir tersebut berdampak terhadap pasokan sehingga saat ini harga pasir melonjak.
"Ini turut mempengaruhi harga pasar dan pasokan pasir saat ini terbatas," katanya.
Wakil Ketua Bidang Pengembangan Usaha Anggota REI Bali I Made Sumadia mengatakan harga pasir untuk di Kabupaten Badung melonjak setelah status awas Gunung Agung.
Sumadia menyebutkan saat ini per lima meter kubik harga pasir mencapai Rp1,9 juta dari sebelumnya mencapai Rp1,2 juta.
Sedangkan pasir halus sebelumnya Rp1,3 juta per lima meter kubik dan saat ini menjadi Rp2,5 juta.
Untuk harga pasir di Denpasar, menurut dia, mencapai selisih sekitar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dari harga di kawasan Badung.
Di Singaraja, harga pasir mencapai sekitar Rp300 ribu per kubik dari sebelumnya Rp115 ribu hingga Rp120 ribu.
Untuk menyiasati itu, pasir didatangkan dari sumber lain seperti dari Songan, Kabupaten Bangli dan Banyuwangi Jawa Timur.
Namun medan yang terjal serta jalan yang sempit membuat pasokan pasir dari Songan tidak merubah harga saat ini dan pengiriman juga tersendat karena kendala tofografi tersebut.
Sedangkan harga pasir dari Banyuwangi jauh lebih mahal karena menyangkut ongkos pengiriman dengan rata-rata harga pasir mencapai Rp2,5 juta per 3,5 meter kubik.
Meski saat ini pemerintah tengah fokus dalam penanganan pengungsi dan bencana alam yang tidak dapat diprediksi, REI Bali berharap adanya solusi seperti subsidi untuk memangkas biaya ekstra yang dikeluarkan setelah aktivitas penambangan pasir di kawasan Gunung Agung terhenti.
Akibat mahalnya harga pasir tersebut, Pande Agus Widura memprediksi terjadi penurunan pendapatan hingga 10 persen, apalagi harga rumah bersubsidi sebesar Rp141 juta tidak bisa disesuaikan karena besarannya itu sudah dipatok Pemerintah Pusat. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017