Denpasar (Antara Bali) - Para pejabat dan aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali menerima siraman rohani dari Ida Pedanda Gede Putra Kekeran dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-59 provinsi setempat.
"Saya mengapresiasi pelaksanaan berbagai program Bali Mandara yang difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan," katanya saat menyampaikan "dharma wacana" atau ceramah keagamaan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Sabtu.
Menurut Pendeta Hindu dari Gria Kekeran, Kabupaten Gianyar ini, program membantu masyarakat ke luar dari garis kemiskinan merupakan aktualisasi "yadnya" (persembahan) dalam arti luas dan sangat sejalan dengan ajaran agama Hindu.
Ia kurang sependapat dengan konsep agama yang seolah hanya difokuskan pada kegiatan seremonial dan pengucapan mantra. "Bakti yang ditunjukkan dengan seremonial dan mantra itu pemahaman yang menurut saya terlalu sempit. Tetapi itu tak salah," ujarnya.
Oleh karena itu, umat hendaknya mengaktualisasikan bakti dan yadnya secara universal. "Bantu rakyat dan bumi untuk bahagia, ubah gelap menjadi terang, sedih menjadi senang dan ringankan beban orang lain. Itulah makna yadnya yang sesungguhnya," ucapnya.
Mengacu pada konsep yadnya, tambah dia, manakala manusia sudah sampai pada level utama, maka ia akan selalu ingin memberi dan menolong orang lain dengan tulus.
"Untuk jadi manusia utama, mari kita kurangi keinginan untuk meminta dan perbanyak memberi atau menolong," ujarnya.
Agar bisa menjadi manusia utama, Ida Pedanda mengajak umat untuk meningkatkan keunggulan dan kualitas diri, sebab SDM berkualitas rendah selamanya hanya akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, negara dan alam semesta.
"Kalau kita masih jadi beban, bagaimana kita mampu memberi atau menolong yang lain. Keunggulan dan kualitas itu mutlak dan hal ini dijelaskan dalam Weda," katanya.
Dia menilai, program Bali Mandara yang fokus pada upaya mengubah nasib masyarakat miskin sangat sejalan dengan ajaran agama.
Salah satu program yang cukup menyita perhatiannya adalah keberadaan SMAN/SMKN Bali Mandara. Sebab program ini sejalan dengan upaya peningkatan kualitas SDM.
Ia lantas mengutip sebuah sloka yang menyebut keutamaan seorang anak yang "suputra" (berkarakter baik-red).
"Orang yang menunjukkan rasa bakti dengan membuat 100 banten (sesajen) kalah dengan seorang yang menyumbang satu sumur untuk mereka yang kekurangan air, 100 sumur kalah dengan satu DAM dan 100 DAM kalah dengan satu anak yang suputra," ujarnya.
Sloka itu mengingatkan kalau seorang anak yang "suputra" merupakan SDM yang bisa membawa kemajuan.
Di sisi lain, Ida Pedanda juga menyinggung munculnya keluhan umat yang menilai agama Hindu dan desa pakraman (desa adat) itu rumit dan menjadi beban.
Fenomena ini disebabkan kesalahan konsep berpikir, sehingga agar pemahaman umat tak makin menyimpang, Ida Pedanda menyarankan agar pemimpin turun tangan membedah persoalan ini.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran dan karakter ASN Pemprov Bali sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Motivasi spiritual yang diberikan seorang sulinggih (pendeta Hindu) ini diharapkan berdampak positif dan mampu mendorong peningkatan kinerja dan profesionalisme ASN di lingkungan Pemprov Bali. Terlebih, Program Bali Mandara yang saat ini dilaksanakan sangat sejalan dengan nilai-nilai agama.
"Dharma negara (kewajiban sebagai warga negara) harus sejalan dengan dharma agama (kewajiban sebagai umat) dan seharusnya tidak ada dikotomi. Sehingga ketika seorang melaksanakan dharma negara, ia juga menjalankan dharma agama," ujar Pastika.
Mantan Kapolda Bali ini meminta jajarannya untuk menyimak "dharma wacana" dengan baik sehingga apa yang diberikan Ida Sulinggih dapat menjadi penuntun dalam melaksanakan tugas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Saya mengapresiasi pelaksanaan berbagai program Bali Mandara yang difokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan," katanya saat menyampaikan "dharma wacana" atau ceramah keagamaan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Sabtu.
Menurut Pendeta Hindu dari Gria Kekeran, Kabupaten Gianyar ini, program membantu masyarakat ke luar dari garis kemiskinan merupakan aktualisasi "yadnya" (persembahan) dalam arti luas dan sangat sejalan dengan ajaran agama Hindu.
Ia kurang sependapat dengan konsep agama yang seolah hanya difokuskan pada kegiatan seremonial dan pengucapan mantra. "Bakti yang ditunjukkan dengan seremonial dan mantra itu pemahaman yang menurut saya terlalu sempit. Tetapi itu tak salah," ujarnya.
Oleh karena itu, umat hendaknya mengaktualisasikan bakti dan yadnya secara universal. "Bantu rakyat dan bumi untuk bahagia, ubah gelap menjadi terang, sedih menjadi senang dan ringankan beban orang lain. Itulah makna yadnya yang sesungguhnya," ucapnya.
Mengacu pada konsep yadnya, tambah dia, manakala manusia sudah sampai pada level utama, maka ia akan selalu ingin memberi dan menolong orang lain dengan tulus.
"Untuk jadi manusia utama, mari kita kurangi keinginan untuk meminta dan perbanyak memberi atau menolong," ujarnya.
Agar bisa menjadi manusia utama, Ida Pedanda mengajak umat untuk meningkatkan keunggulan dan kualitas diri, sebab SDM berkualitas rendah selamanya hanya akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat, negara dan alam semesta.
"Kalau kita masih jadi beban, bagaimana kita mampu memberi atau menolong yang lain. Keunggulan dan kualitas itu mutlak dan hal ini dijelaskan dalam Weda," katanya.
Dia menilai, program Bali Mandara yang fokus pada upaya mengubah nasib masyarakat miskin sangat sejalan dengan ajaran agama.
Salah satu program yang cukup menyita perhatiannya adalah keberadaan SMAN/SMKN Bali Mandara. Sebab program ini sejalan dengan upaya peningkatan kualitas SDM.
Ia lantas mengutip sebuah sloka yang menyebut keutamaan seorang anak yang "suputra" (berkarakter baik-red).
"Orang yang menunjukkan rasa bakti dengan membuat 100 banten (sesajen) kalah dengan seorang yang menyumbang satu sumur untuk mereka yang kekurangan air, 100 sumur kalah dengan satu DAM dan 100 DAM kalah dengan satu anak yang suputra," ujarnya.
Sloka itu mengingatkan kalau seorang anak yang "suputra" merupakan SDM yang bisa membawa kemajuan.
Di sisi lain, Ida Pedanda juga menyinggung munculnya keluhan umat yang menilai agama Hindu dan desa pakraman (desa adat) itu rumit dan menjadi beban.
Fenomena ini disebabkan kesalahan konsep berpikir, sehingga agar pemahaman umat tak makin menyimpang, Ida Pedanda menyarankan agar pemimpin turun tangan membedah persoalan ini.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran dan karakter ASN Pemprov Bali sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Motivasi spiritual yang diberikan seorang sulinggih (pendeta Hindu) ini diharapkan berdampak positif dan mampu mendorong peningkatan kinerja dan profesionalisme ASN di lingkungan Pemprov Bali. Terlebih, Program Bali Mandara yang saat ini dilaksanakan sangat sejalan dengan nilai-nilai agama.
"Dharma negara (kewajiban sebagai warga negara) harus sejalan dengan dharma agama (kewajiban sebagai umat) dan seharusnya tidak ada dikotomi. Sehingga ketika seorang melaksanakan dharma negara, ia juga menjalankan dharma agama," ujar Pastika.
Mantan Kapolda Bali ini meminta jajarannya untuk menyimak "dharma wacana" dengan baik sehingga apa yang diberikan Ida Sulinggih dapat menjadi penuntun dalam melaksanakan tugas. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017