Denpasar (Antara Bali) - Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah RI Gede Pasek Suardika menyetujui rencana pembuatan regulasi mengenai pengaturan wisatawan masuk ke areal pura yang sedang digodok oleh kalangan DPRD Provinsi Bali.
"Tetapi kalau tidak diperbolehkan sama sekali, dan hanya diminta diam di parkiran, tentu tidak ada wisatawan yang akan datang," kata Pasek Suardika, di sela-sela menjadi pembicara seminar, di Denpasar, Selasa.
Oleh karena itu, sebaiknya dalam rancangan perda tersebut, berisikan pengaturan hingga batas pura bagian mana wisatawan dapat berkunjung.
"Terus terang saja, banyak orang berwisata ke Bali, setelah mengunjungi berbagai pura, lalu juga ikut membangun pura di negaranya seperti halnya pura yang dibangun di Berlin dan Belgia. Itu karena mereka merasakan vibrasi spiritual pura," ujarnya.
Menurut Pasek yang juga alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) itu, hal yang paling penting dalam pengaturan itu juga bisa memberikan pemahaman kepada wisatawan tentang apa itu pura, aturan dan etikanya, sejarahnya, hingga nilai-nilai filosofisnya.
"Jika diceritakan filosofi pura, hingga bagian-bagian mandala pura, tentu akan menarik. Karena berarti ada gradasi tingkatan spiritual kawasan-kawasan dalam pura. Justru nilai-nilai spiritual seperti itu yang harus disebarkan," ucap senator asal Bali itu.
Pasek Suardika juga mencontohkan, gereja-gereja di Eropa tetap boleh dikunjungi wisatawan, namun etikanya akan diberitahukan terlebih dahulu. "Di sana juga dijelaskan mengenai sejarah gereja tersebut," katanya.
Sebelumnya, kalangan DPRD Bali berinisiatif mengusulkan rencana peraturan daerah yang baru terkait pembatasan kunjungan ke tempat-tempat suci.
Anggota Komisi III DPRD Bali Ida Bagus Padakusuma mengatakan, perlu adanya pembatasan kunjungan wisatawan ke kawasan-kawasan tertentu. Khususnya ke tempat-tempat peribadatan dan tempat suci.
"Pembatasan ini sangat perlu sekali, tetapi pembatasan wilayah ini berdasarkan zona daerah tujuan wisata. Misalnya saja, kalau ke pura itu pembatasan ke ruang inti utama mandala," ucapnya.
Menurut dia, jika merujuk pada ajaran Agama Hindu dan sastra-sastra kuno sesungguhnya sudah ada, supaya tidak semena-mena orang bisa masuk ke pura.
"Ini perlu diajarkan dan diajegkan, karena kalau dibiarkan seperti ini tanpa diatur akan menimbulkan suatu pelanggaran, bahkan mengarah pada pelecehan," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Tetapi kalau tidak diperbolehkan sama sekali, dan hanya diminta diam di parkiran, tentu tidak ada wisatawan yang akan datang," kata Pasek Suardika, di sela-sela menjadi pembicara seminar, di Denpasar, Selasa.
Oleh karena itu, sebaiknya dalam rancangan perda tersebut, berisikan pengaturan hingga batas pura bagian mana wisatawan dapat berkunjung.
"Terus terang saja, banyak orang berwisata ke Bali, setelah mengunjungi berbagai pura, lalu juga ikut membangun pura di negaranya seperti halnya pura yang dibangun di Berlin dan Belgia. Itu karena mereka merasakan vibrasi spiritual pura," ujarnya.
Menurut Pasek yang juga alumni Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) itu, hal yang paling penting dalam pengaturan itu juga bisa memberikan pemahaman kepada wisatawan tentang apa itu pura, aturan dan etikanya, sejarahnya, hingga nilai-nilai filosofisnya.
"Jika diceritakan filosofi pura, hingga bagian-bagian mandala pura, tentu akan menarik. Karena berarti ada gradasi tingkatan spiritual kawasan-kawasan dalam pura. Justru nilai-nilai spiritual seperti itu yang harus disebarkan," ucap senator asal Bali itu.
Pasek Suardika juga mencontohkan, gereja-gereja di Eropa tetap boleh dikunjungi wisatawan, namun etikanya akan diberitahukan terlebih dahulu. "Di sana juga dijelaskan mengenai sejarah gereja tersebut," katanya.
Sebelumnya, kalangan DPRD Bali berinisiatif mengusulkan rencana peraturan daerah yang baru terkait pembatasan kunjungan ke tempat-tempat suci.
Anggota Komisi III DPRD Bali Ida Bagus Padakusuma mengatakan, perlu adanya pembatasan kunjungan wisatawan ke kawasan-kawasan tertentu. Khususnya ke tempat-tempat peribadatan dan tempat suci.
"Pembatasan ini sangat perlu sekali, tetapi pembatasan wilayah ini berdasarkan zona daerah tujuan wisata. Misalnya saja, kalau ke pura itu pembatasan ke ruang inti utama mandala," ucapnya.
Menurut dia, jika merujuk pada ajaran Agama Hindu dan sastra-sastra kuno sesungguhnya sudah ada, supaya tidak semena-mena orang bisa masuk ke pura.
"Ini perlu diajarkan dan diajegkan, karena kalau dibiarkan seperti ini tanpa diatur akan menimbulkan suatu pelanggaran, bahkan mengarah pada pelecehan," ucapnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017