Denpasar (Antara Bali) - Seniman I Gusti Ngurah Sudibya menciptakan karya seni bertajuk "Api Pedidi" yang merefleksikan kemampuan diri agar tumbuh kesadaran untuk mengendalikan diri dalam merespons berbagai perubahan yang terjadi.

"Gagasan karya saya ini mengandung nilai-nilai tentang kesadaran untuk memahami diri sendiri, sebab api dalam diri didasari atas tempat, waktu, dan keadaan, dimana, kapan, dan dalam situasi apa kita menggunakan energi kecil, sedang, maupun besar. Hal itu karena semuanya penting untuk pengendalian diri," kata Sudibya yang juga dosen tari ISI Denpasar, di Denpasar, Minggu.

Menurut dia, sejatinya ada tiga sumber api, yaitu api di angkasa, api dalam ibu pertiwi dan api dalam diri. Api memiliki makna tegas dan tuntas, memiliki kemampuan untuk membakar habis dan menghancurkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya.

"Api juga digeluti dari lahir, hidup sampai mati untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan, keamanan, dan sebagainya," ujarnya.

Namun, seiring perkembangannya, fungsi api bergeser menjadi api yang merusak, menghancurkan, membinasakan, dan membunuh karena penggunaannya tidak dapat dikendalikan dalam diri manusia, seperti tragedi Bom Bali 1 dan 2, teror, suhu politik memanas, korupsi dan lainnya.

"Melihat fenomena tersebut, saya ingin mempresentasikan fungsi dan nilai api dalam diri untuk harmonisasi dan pengendalian penggunaannya dalam sebuah karya seni. Sebab, api adalah energi yang dimaknai sebagai sebuah kemamuan. Sedangkan Pedidi adalah kata dalam bahasa Bali yang artinya diri sendiri, sehingga Api Pedidi berarti kemampuan diri sendiri," ucap Sudibya.

Seni pertunjukkan Api Pedidi akan dipentaskan di Jaba Sisi Puri Kanginan Bona, Kabupaten Gianyar pada 2 Agustus 2017. Karya ini dipentaskan  untuk mempresentasikan tugas akhir Sudibya pada Program Doktoral (S3) Penciptaan Seni, Pascasarjana ISI Surakarta.

Pentas "Api Pedidi" akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu "Api Suda" yang difokuskan sebagai api kesucian/religius, "Api Jele Api Melah" yang diungkap dua dimensi, yakni api dalam gelap terang, api yang bergerak naik turun, kiri kanan, depan belakang, hingga api yang berukuran besar kecil.

Ada juga "Api Budal" yang dijadikan simbol atau visualisasi pengendalian kekuatan Tuhan, kepada asal-Nya dengan membakar "Jaran Gading".

Dalam karyanya yang nanti berdurasi satu jam itu akan melibatkan 141 orang dari penari dan alumnus ISI Denpasar, pemadam kebakaran Gianyar, serta diiringi dengan gong gempur dan gender.

Pria kelahiran Gianyar, 13 Agustus 1968 ini berharap dengan penciptaan karyanya ini bisa menjadi alternatif dalam mencari metode penciptaan untuk mengolah daya imajinatif dan kreativitas dengan menggunakan unsur-unsur api dan dapat dijadikan referensi bagi dunia kreativitas untuk menciptakan karya seni. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017