Amlapura (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengingatkan umat Hindu dalam ber-"yadnya" atau menghaturkan persembahan dilakukan secara sederhana dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

"Saat ini banyak upacara yang dilaksanakan secara besar-besaran dalam pembiayaannya, sehingga menyebabkan banyak masyarakat kurang mampu mengeluh. Oleh karena itu, hendaknya `yadnya` dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan kita," katanya saat menghadiri ritual Dewa Yadnya di Pura Kawitan Pasek Celagi, Desa Pedahan Kaja, Karangasem, Minggu.

Menurut dia, saat ini banyaknya dana yang dikeluarkan oleh masyarakat ketika melaksanakan "yadnya" berujung pada munculnya masalah-masalah sosial yang semakin berkembang di masyarakat.

"Jangan sampai ke depan, masyarakat Hindu semakin berkurang sebagai akibat mahalnya pembiayaan pelaksanaan `yadnya`," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut Sudikerta juga menyampaikan bagaimana caranya ber-"yadnya" yang sederhana. Persembahan "yadnya" yang dihaturkan dalam bentuk banten atau sajen, tidaklah harus mewah, namun harus lengkap sesuai yang tertuang dalam sastra agama.

"Bikin banten yang dihaturkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa walaupun secara sederhana, namun tidak mengurangi makna dari banten itu sendiri," ujarnya seraya menghimbau masyarakat agar sarana yang digunakan ada baiknya berasal dari hasil panen atau hasil bumi sendiri.

Orang nomor dua di Bali itupun berharap pelaksanaan "yadnya" bisa menjadi perekat rasa kekeluargaan dan kebersamaan di antara warga, sehingga bisa membangun semangat gotong royong demi kelancaran upacara dan kehidupan bermasyarakat yang baik di lingkungannya.

Sementara itu Ketua Umum Paiketan Pasek Celagi I Gede Darmawa menyatakan sangat berterima kasih atas kedatangan Wagub Sudikerta ke Pura Kawitan Pasek Celagi.

Pelaksanaan upakara tersebut puncaknya telah dilaksanakan pada Sabtu (8/7) dan untuk Minggu ini dilanjutkan dengan pelaksanaan "metatah" atau potong gigi massal khusus bagi warga Pasek Celagi di Desa Pedahan yang berjumlah 700 orang.

Menurutnya upacara "metatah" tersebut dilakukan sebagai awal dari tradisi di daerah tersebut mengingat sebelumnya hampir tidak ada masyarakat Desa Pedahan yang melakukan tradisi "metatah".

"Ini akan menjadi awal yang nantinya akan terus berlanjut dari generasi ke generasi mengingat upacara `metatah` tersebut sangat penting bagi kehidupan manusia," jelasnya.

Darmawa menambahkan pelaksanaan ritual tersebut pembiayaanya bukan merupakan urunan dari warga Pasek Celagi melainkan punia yang diberikan masyarakat Pasek Celagi sesuai dengan kemampuannya dan tanpa mewajibkan harus membayar.

Hal itu bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang kurang mampu dan memunculkan semangat gotong royong masyarakat Pasek Celagi sehingga ada ikatan kekeluargaan yang terjalin dengan erat.

"Pembiayaan upakara kita tidak wajibkan untuk urunan, melainkan berpunia sesuai kemampuan masing-masing sehingga tidak memberatkan yang miskin dan bagi yang mampu bisa membantu yang kurang mampu tersebut," ucapnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017