Denpasar (Antara Bali) - Perwakilan sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) se-Bali menemui anggota DPRD setempat untuk menyampaikan keluhannya terkait pembatasan usia kendaraan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba saat dikonfirmasi di Denpasar, Jumat, mengatakan masalah yang dialami para sopir itu perlu disikapi serius, karena menyangkut nasib hidup mereka.
"Mereka datang pada Kamis (22/6). Ini masalahnya menyangkut pekerjaan mereka. Hambatannya di UU 22 Tahun 2009 dan Perda 4 Tahun 2016 khusus pasal 19, yang mengsyaratkan usia maksimal angkutan orang dibatasi 25 tahun," ujarnya.
Faktanya AKDP semuanya sudah tua, kata dia, tetapi di situ mereka mencari nafkah. Mereka mau taat hukum, mau bayar pajak, tapi aturannya membatasi usia angkutannya.
Dikatakan, pada pasal 19 ayat 2 huruf a, perda tersebut mengatur batas usia angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek yang beroperasi di jalan paling lama 25 tahun. Aturan ini dikecualikan untuk angkutan pedesaan. Pemberlakuan regulasi ini bakal membuat sopir AKDP kehilangan pekerjaannya.
Tamba meminta semua pihak terkait untuk mencari solusi bersama atas masalah tersebut. DPRD Bali akan berkoordinasi dengan Pemprov Bali dan melakukan konsultasi ke Pemerintah Pusat.
"Setelah Hari Raya Lebaran kita konsultasikan ke pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik bagi para sopir AKDP tersebut," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Bali, IGA Diah Werdhi Srikandi mengatakan pemberlakuan Perda Nomor 4 Tahun 2016 itu menyebabkan banyak sopir AKDP tidak bisa mengurus izin, dan mereka menganggur karena kendaraan tidak bisa dioperasikan.
Werdhi Srikandi menyarankan untuk memperpanjang batas usia angkutan tersebut. Agar para sopir memiliki waktu untuk peremajaan (kendaraan). Sebaiknya Dishub melakukan screening terhadap kendaraan usia 25 tahun ke atas yang layak, diperketat Uji KIR, emisi gas buang, dan lainnya," kata Diah Srikandi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Ketua Komisi III DPRD Bali I Nengah Tamba saat dikonfirmasi di Denpasar, Jumat, mengatakan masalah yang dialami para sopir itu perlu disikapi serius, karena menyangkut nasib hidup mereka.
"Mereka datang pada Kamis (22/6). Ini masalahnya menyangkut pekerjaan mereka. Hambatannya di UU 22 Tahun 2009 dan Perda 4 Tahun 2016 khusus pasal 19, yang mengsyaratkan usia maksimal angkutan orang dibatasi 25 tahun," ujarnya.
Faktanya AKDP semuanya sudah tua, kata dia, tetapi di situ mereka mencari nafkah. Mereka mau taat hukum, mau bayar pajak, tapi aturannya membatasi usia angkutannya.
Dikatakan, pada pasal 19 ayat 2 huruf a, perda tersebut mengatur batas usia angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek yang beroperasi di jalan paling lama 25 tahun. Aturan ini dikecualikan untuk angkutan pedesaan. Pemberlakuan regulasi ini bakal membuat sopir AKDP kehilangan pekerjaannya.
Tamba meminta semua pihak terkait untuk mencari solusi bersama atas masalah tersebut. DPRD Bali akan berkoordinasi dengan Pemprov Bali dan melakukan konsultasi ke Pemerintah Pusat.
"Setelah Hari Raya Lebaran kita konsultasikan ke pemerintah pusat untuk mencari solusi terbaik bagi para sopir AKDP tersebut," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Bali, IGA Diah Werdhi Srikandi mengatakan pemberlakuan Perda Nomor 4 Tahun 2016 itu menyebabkan banyak sopir AKDP tidak bisa mengurus izin, dan mereka menganggur karena kendaraan tidak bisa dioperasikan.
Werdhi Srikandi menyarankan untuk memperpanjang batas usia angkutan tersebut. Agar para sopir memiliki waktu untuk peremajaan (kendaraan). Sebaiknya Dishub melakukan screening terhadap kendaraan usia 25 tahun ke atas yang layak, diperketat Uji KIR, emisi gas buang, dan lainnya," kata Diah Srikandi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017