Denpasar (Antara Bali) - Puluhan pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Bali, Senin melakukan aksi unjuk rasa di perempatan Matahari Jalan Sudirman, Denpasar, menuntut tanggung jawab pemerintah menciptakan pendidikan berkeadilan.
"Pendidikan yang ada saat ini lebih mengena bagi orang kaya saja. Rakyat kecil tidak dipedulikan, malah dibiarkan," kata Bayu Adi Pranoto, koordinator aksi IPM Bali.
Bantuan yang diberikan untuk bidang pendidikan juga tidak tepat sasaran. "Seperti para pengusaha, memberikan bantuan bukan kepada sekolah negeri yang tertinggal, malah ke sekolah swasta yang sudah maju," ujar Bayu.
Dia berharap bantuan pendidikan diberikan langsung kepada siswa yang membutuhkan. "Jadi pemerintah langsung terjun melihat rakyat miskin yang benar-benar mebutuhkan. Bantuan pendidikan itu benar-benar diberikan langsung kepada murid, bukan kepada pihak sekolah," ucapnya.
Dalam aksinya, pengunjukrasa menyayangkan penerima bantuan pendidikan bukan siswa, tetapi lebih banyak diberikan kepada guru.
Selain bantuan pendidikan sering tidak tepat sasaran, kurikulum yang ada juga belum sesuai kondisi dan kebutuhan. "Kurikulum saat ini kurang mendidik, makanya banyak siswa yang kemudian malas belajar," kata Bayu.
Pengunjukrasa meminta kurikulum pendidikan didesain ulang, sehingga mampu membuat pelajar senang dalam mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah.
Kebijakan bidang pendidikan yang terus berubah-ubah membuat kondisi siswa menjadi tidak baik, karena semakin membingungkan. "Contohnya kebijakan tentang ujian nasional yang mebuat siswa menjadi lebih jenuh," kata Bayu.
IPM Bali menyatakan tidak setuju seluruh sekolah distandarkan hanya melalui hasil ujian nasional. Hal itu juga berdampak negatif terhadap guru atau pihak sekolah, yang kemudian berupaya membeli lembar jawaban ujian.
Pengunjukrasa menyarankan nilai hasil ujian nasional digabungkan dengan hasil ujian di setiap sekolah. Dengan demikian proses pendidikan yang panjang tidak terkesan hanya bergantung atau ditentukan oleh tiga hari ujian nasional.
Sementara itu Ketua IPM Bali SW Firmansyah mengungkapkan bahwa nilai-nilai nasionalisme seperti Pancasila penting untuk diterapkan dalam pendidikan. "Kita berdiri di atas NKRI. Kita harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi," ujarnya mengebu-gebu.
Jiwa nasionalisme tersebut, menurut Firmansyah, sangat penting dalam menangkal kasus-kasus seperti terkait NII yang mulai melibatkan kalangan pelajar. "Ajaran agama yang diterapkan NII itu menyimpang semua. Kami yakin Pancasila dapat melawan NII," tegasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Pendidikan yang ada saat ini lebih mengena bagi orang kaya saja. Rakyat kecil tidak dipedulikan, malah dibiarkan," kata Bayu Adi Pranoto, koordinator aksi IPM Bali.
Bantuan yang diberikan untuk bidang pendidikan juga tidak tepat sasaran. "Seperti para pengusaha, memberikan bantuan bukan kepada sekolah negeri yang tertinggal, malah ke sekolah swasta yang sudah maju," ujar Bayu.
Dia berharap bantuan pendidikan diberikan langsung kepada siswa yang membutuhkan. "Jadi pemerintah langsung terjun melihat rakyat miskin yang benar-benar mebutuhkan. Bantuan pendidikan itu benar-benar diberikan langsung kepada murid, bukan kepada pihak sekolah," ucapnya.
Dalam aksinya, pengunjukrasa menyayangkan penerima bantuan pendidikan bukan siswa, tetapi lebih banyak diberikan kepada guru.
Selain bantuan pendidikan sering tidak tepat sasaran, kurikulum yang ada juga belum sesuai kondisi dan kebutuhan. "Kurikulum saat ini kurang mendidik, makanya banyak siswa yang kemudian malas belajar," kata Bayu.
Pengunjukrasa meminta kurikulum pendidikan didesain ulang, sehingga mampu membuat pelajar senang dalam mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah.
Kebijakan bidang pendidikan yang terus berubah-ubah membuat kondisi siswa menjadi tidak baik, karena semakin membingungkan. "Contohnya kebijakan tentang ujian nasional yang mebuat siswa menjadi lebih jenuh," kata Bayu.
IPM Bali menyatakan tidak setuju seluruh sekolah distandarkan hanya melalui hasil ujian nasional. Hal itu juga berdampak negatif terhadap guru atau pihak sekolah, yang kemudian berupaya membeli lembar jawaban ujian.
Pengunjukrasa menyarankan nilai hasil ujian nasional digabungkan dengan hasil ujian di setiap sekolah. Dengan demikian proses pendidikan yang panjang tidak terkesan hanya bergantung atau ditentukan oleh tiga hari ujian nasional.
Sementara itu Ketua IPM Bali SW Firmansyah mengungkapkan bahwa nilai-nilai nasionalisme seperti Pancasila penting untuk diterapkan dalam pendidikan. "Kita berdiri di atas NKRI. Kita harus memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi," ujarnya mengebu-gebu.
Jiwa nasionalisme tersebut, menurut Firmansyah, sangat penting dalam menangkal kasus-kasus seperti terkait NII yang mulai melibatkan kalangan pelajar. "Ajaran agama yang diterapkan NII itu menyimpang semua. Kami yakin Pancasila dapat melawan NII," tegasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011