Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta adanya penyelamatan lahan pertanian dengan solusi yang realistis, aplikatif, dan tidak melanggar peraturan.

"Kalau bisa kita selamatkan Bali, kita bisa maju, aman, damai dan sejahtera, tanpa kehilangan lahan pertanian, tapi tetap harus sesuai dengan peraturan, adat istiadat dan budaya kita," katanya dalam Simakrama (temu wicara) dengan masyarakat, di Denpasar, Sabtu.

Menurut dia, di tengah lahan pertanian yang makin hari makin habis, tentunya akan mengancam budaya Bali yang sangat kental dengan budaya agraris.

"Kita semua prihatin ini. Tetapi selama ini kita baru berhenti sampai sebatas prihatin, solusinya apa? Sementara penduduk bertambah terus, semua perlu rumah, semua perlu pekerjaan, semua perlu air dan lain-lain," ujarnya pada acara bertema "Alih Fungsi Lahan dan Solusinya" itu.

Selain itu, tambah Pastika, orang Bali juga dipandang kurang gemar untuk merantau. Inginnya jadi pegawai negeri, jadi polisi, kerja di hotel, kapal pesiar dan sebagainya.

"Makanya, rata-rata usia petani kita di atas 50 tahun, jarang sekali yang muda. Akibatnya tanah menjadi telantar, dijual, alih fungsi, atau disewakan jadi gedung, ruko, hotel, vila," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan rata-rata pengurangan lahan sawah di Bali pertahunnya dalam kurun waktu 2011-2015 mencapai 420,25 hektare.

"Jika pada 2011, total luas lahan sawah di Bali 81.774 hektare, menyusut menjadi tinggal 79.891 hektare lebih pada 2016. Alih fungsi lahan yang terluas terjadi di Kabupaten Tabanan yakni 158,6 hektare, sedangkan dari persentasenya yang terbesar terjadi di Kota Denpasar," katanya.

Menurut dia, alih fungsi lahan umumnya terjadi pada wilayah kabupaten yang berdekatan dengan Denpasar, seperti di Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan.

"Selama ini memang sudah ada sejumlah instrumen peraturan seperti UU tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Perda Provinsi Bali tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, hingga Perda Rencana Detail Tata Ruang di kabupaten/kota untuk membatasi alih fungsi lahan, namun masih saja ada pelanggaran," katanya.

Selain itu, juga ada instrumen ekonomi berupa pemberian insentif, disentif, dan kompensasi. Namun, alih fungsi tetap terjadi karena sejumlah faktor yang mendorong seperti kependudukan sehingga lebih banyak memerlukan permukiman, persoalan sosial budaya, hingga persoalan warisan. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017