Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Indonesia telah menerbitkan 14.548 lisensi Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Produk Kehutanan (FLEGT) untuk ekspor produk kayu ke Uni Eropa sejak November 2016 hingga 31 Maret 2017 dengan nilai 400 juta dolar AS.
"Dengan FLEGT ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan daya saing produk kayu di Eropa. Jelas ini akan meningkatkan `competitiveness`(daya saing) karena negara lain masih diperiksa, (produk kayu) Indonesia sudah bisa melenggang," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup Ida Bagus Putera Parthama ditemui ketika Diseminasi Capaian Penerbitan Lisensi FLEGT yang digelar di gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali-Nusa Tenggara di Denpasar, Selasa.
Total produk kayu ke Uni Eropa yang sudah mendapatkan lisensi itu hingga kuartal pertama sejak peluncuran itu mencapai 364,7 juta kilogram.
Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhak menerbitkan lisensi FLEGT untuk ekspor produk kayu ke pasar Uni Eropa.
FLEGT atau "Forest Law Enforcement Governance and Trade", lanjut dia, merupakan skema perjanjian antara produsen kayu (Indonesia) dengan konsumen dalam hal ini Uni Eropa yang menekankan jaminan legalitas produk kayu.
Pria asal Desa Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali itu menambahkan untuk menjamin legalitas produk kayu tersebut, pemerintah sebelumnya telah membentuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yakni semua produk kayu dari hulu ke hilir hingga diekspor harus diverifikasi agar tidak menyalahi prosedur hukum.
Dengan adanya lisensi FLEGT tersebut, produk kayu memenuhi persyaratan uji tuntas sesuai yang berlaku dalam regulasi perkayuan Uni Eropa sehingga membuat produk kayu Indonesia masuk Benua Biru itu tanpa pemeriksaan uji tuntas karena sudah mengantongi sertifikat sebagai bukti legalitas.
Uni Eropa sendiri menerapkan kriteria yang ketat khususnya untuk produk kayu dari negara lain menyangkut perizinan, menangkal produk dari hasil kayu ilegal atau "illegal logging".
Tidak hanya menyangkut legalitas produk kayu, Putera juga menekankan akan kepercayaan yang diberikan Uni Eropa tersebut juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas produk meliputi desain dan mutu.
Mengingat, lanjut dia, beberapa negara sudah mulai menyusun strategi untuk mendapatkan lisensi serupa misalnya dari Vietnam dan negara-negara di kawasan Afrika yang juga memiliki produk kayu berdaya saing.
Kementerian Lingkungan Hidup mencatat Bali merupakan satu dari lima daerah di Indonesia dengan ekspor produk kayu terbesar di Tanah Air bersama dengan Semarang, Yogyakarta, Medan, Banjarmasin, dan Surabaya.
Untuk itu, pemerintah menyasar Denpasar untuk sosialisasi FLEGT tersebut kepada asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan perkayuan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, pelaku usaha dan lembaga sertifikasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dengan FLEGT ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan daya saing produk kayu di Eropa. Jelas ini akan meningkatkan `competitiveness`(daya saing) karena negara lain masih diperiksa, (produk kayu) Indonesia sudah bisa melenggang," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup Ida Bagus Putera Parthama ditemui ketika Diseminasi Capaian Penerbitan Lisensi FLEGT yang digelar di gedung Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali-Nusa Tenggara di Denpasar, Selasa.
Total produk kayu ke Uni Eropa yang sudah mendapatkan lisensi itu hingga kuartal pertama sejak peluncuran itu mencapai 364,7 juta kilogram.
Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhak menerbitkan lisensi FLEGT untuk ekspor produk kayu ke pasar Uni Eropa.
FLEGT atau "Forest Law Enforcement Governance and Trade", lanjut dia, merupakan skema perjanjian antara produsen kayu (Indonesia) dengan konsumen dalam hal ini Uni Eropa yang menekankan jaminan legalitas produk kayu.
Pria asal Desa Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali itu menambahkan untuk menjamin legalitas produk kayu tersebut, pemerintah sebelumnya telah membentuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yakni semua produk kayu dari hulu ke hilir hingga diekspor harus diverifikasi agar tidak menyalahi prosedur hukum.
Dengan adanya lisensi FLEGT tersebut, produk kayu memenuhi persyaratan uji tuntas sesuai yang berlaku dalam regulasi perkayuan Uni Eropa sehingga membuat produk kayu Indonesia masuk Benua Biru itu tanpa pemeriksaan uji tuntas karena sudah mengantongi sertifikat sebagai bukti legalitas.
Uni Eropa sendiri menerapkan kriteria yang ketat khususnya untuk produk kayu dari negara lain menyangkut perizinan, menangkal produk dari hasil kayu ilegal atau "illegal logging".
Tidak hanya menyangkut legalitas produk kayu, Putera juga menekankan akan kepercayaan yang diberikan Uni Eropa tersebut juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas produk meliputi desain dan mutu.
Mengingat, lanjut dia, beberapa negara sudah mulai menyusun strategi untuk mendapatkan lisensi serupa misalnya dari Vietnam dan negara-negara di kawasan Afrika yang juga memiliki produk kayu berdaya saing.
Kementerian Lingkungan Hidup mencatat Bali merupakan satu dari lima daerah di Indonesia dengan ekspor produk kayu terbesar di Tanah Air bersama dengan Semarang, Yogyakarta, Medan, Banjarmasin, dan Surabaya.
Untuk itu, pemerintah menyasar Denpasar untuk sosialisasi FLEGT tersebut kepada asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan perkayuan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, pelaku usaha dan lembaga sertifikasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017