Karangasem (Antara Bali) - Ribuan warga masyarakat Desa Pakraman Nongan, Kabupaten Karangasem mengikuti prosesi Melasti "Aci Ngusaba Pura Dalem" ke Taman Sari Toya Sah, serangkaian ritual berskala besar yang berlangsung selama empat hari hingga 1 Mei 2017.
Bendesa (Ketua) Desa Pakraman Nongan, Gusti Ngurah Wiryanata MSi di Nongan, Karangasem, Bali, Jumat mengatakan prosesi ritual "Melasti Ida Betara Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan", pernah dilakukan 20 tahun lalu.
"Atas kesepakatan kedua pengurus "pengempon" (kelompok) Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan, sehingga memutuskan untuk melakukan prosesi upacara melasti ke Taman Sari Toya Sah. Alasannya sudah cukup lama pelaksanaan itu tidak pernah dilakukan lagi, sehingga perlu dilakukan ritual yang bertujuan menyucikan segala benda pusaka pura tersebut," ujarnya.
Dalam prosesi "melasti" itu diikuti warga masyarakat yang tinggal di desa, maupun yang selama ini merantau di Kota Denpasar, Badung, Gianyar hingga di luar Bali, seperti Lombok mereka datang untuk bisa mengikuti ritual tersebut.
Iring-iringan upacara "melasti" yang diikuti warga masyarakat Nongan dengan memakai busana sebagian besar warna putih itu mencapai panjang hingga satu kilometer. Mereka tampak semangat untuk menggotong sarana upacara tersebut, mulai dari "lontek" (umbul-umbul), kober (bendera) hingga arca yang disakralkan warga setempat.
Ngurah Wiryanata menjelaskan, upacara ritual "Aci Ngusaba Dalem" tersebut berdasarkan "Awig-awig" (aturan) Desa Pakraman Nongan menyebutkan "Aci Ngusaba Dalem dan Ida Betara Dalem Memasar" ini telah dilaksanakan secara turun-temurun di Desa Pakraman Nongan.
Pada mulanya melibatkan tiga "pengempon" (penyungsung) Pura Dalem, yaitu Pura Dalem Segah, Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan.
"Pada tahun 1997, pascapemekaran Desa Pakraman Segah, ritual `Aci Ngusaba Dalem` ini hanya diikuti dua pengempon Pura Dalem yaitu Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan," ujarnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata Ngurah Wiryanata, pada pelaksanaan "Ngusaba" tahun 2013 Prajuru (pengurus) Desa Pakraman Nongan berhasil menyusun dan melaksanakan "pemasupatian Awig-awig" Desa Pakraman Nongan.
Ngurah Wiryanata lebih lanjut mengatakan Pura Pesamuhan Agung ini dibangun atas dasar aspirasi Krama (warga) Desa Pakraman Nongan terhadap eksistensi dan keberadaan Pura Puseh dan Bale Agung.
Pura yang sebelumnya merupakan tempat "Ida Betara Dalem Memasar" ini dikembangkan atau ditambah "ririg linggihnya" dengan gedong dan meru tumpang tiga sebagai manifestasi istana Ida Betara Brahma dan Ida Betara Wisnu/Pura Puseh dan Bale Agung. Begitu juga dengan Pura Pengerubungan (Melanting) sebagai istana Ida Betara Sri Rambut Sedana.
Ngurah Wiryanata mengatakan "Aci Ngusaba Desa (Dalem)" tersebut adalah salah satu bentuk upacara "yadnya" atau korban suci yang diyakini menjadi simbol perekat warga di Desa Pakraman Nongan, sekaligus sebagai media sakral untuk menanamkan nilai-nilai hidup dan kehidupan mulia, yakni "beryadnya" kepada Tuhan, alam dan sesama manusia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Bendesa (Ketua) Desa Pakraman Nongan, Gusti Ngurah Wiryanata MSi di Nongan, Karangasem, Bali, Jumat mengatakan prosesi ritual "Melasti Ida Betara Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan", pernah dilakukan 20 tahun lalu.
"Atas kesepakatan kedua pengurus "pengempon" (kelompok) Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan, sehingga memutuskan untuk melakukan prosesi upacara melasti ke Taman Sari Toya Sah. Alasannya sudah cukup lama pelaksanaan itu tidak pernah dilakukan lagi, sehingga perlu dilakukan ritual yang bertujuan menyucikan segala benda pusaka pura tersebut," ujarnya.
Dalam prosesi "melasti" itu diikuti warga masyarakat yang tinggal di desa, maupun yang selama ini merantau di Kota Denpasar, Badung, Gianyar hingga di luar Bali, seperti Lombok mereka datang untuk bisa mengikuti ritual tersebut.
Iring-iringan upacara "melasti" yang diikuti warga masyarakat Nongan dengan memakai busana sebagian besar warna putih itu mencapai panjang hingga satu kilometer. Mereka tampak semangat untuk menggotong sarana upacara tersebut, mulai dari "lontek" (umbul-umbul), kober (bendera) hingga arca yang disakralkan warga setempat.
Ngurah Wiryanata menjelaskan, upacara ritual "Aci Ngusaba Dalem" tersebut berdasarkan "Awig-awig" (aturan) Desa Pakraman Nongan menyebutkan "Aci Ngusaba Dalem dan Ida Betara Dalem Memasar" ini telah dilaksanakan secara turun-temurun di Desa Pakraman Nongan.
Pada mulanya melibatkan tiga "pengempon" (penyungsung) Pura Dalem, yaitu Pura Dalem Segah, Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan.
"Pada tahun 1997, pascapemekaran Desa Pakraman Segah, ritual `Aci Ngusaba Dalem` ini hanya diikuti dua pengempon Pura Dalem yaitu Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan," ujarnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata Ngurah Wiryanata, pada pelaksanaan "Ngusaba" tahun 2013 Prajuru (pengurus) Desa Pakraman Nongan berhasil menyusun dan melaksanakan "pemasupatian Awig-awig" Desa Pakraman Nongan.
Ngurah Wiryanata lebih lanjut mengatakan Pura Pesamuhan Agung ini dibangun atas dasar aspirasi Krama (warga) Desa Pakraman Nongan terhadap eksistensi dan keberadaan Pura Puseh dan Bale Agung.
Pura yang sebelumnya merupakan tempat "Ida Betara Dalem Memasar" ini dikembangkan atau ditambah "ririg linggihnya" dengan gedong dan meru tumpang tiga sebagai manifestasi istana Ida Betara Brahma dan Ida Betara Wisnu/Pura Puseh dan Bale Agung. Begitu juga dengan Pura Pengerubungan (Melanting) sebagai istana Ida Betara Sri Rambut Sedana.
Ngurah Wiryanata mengatakan "Aci Ngusaba Desa (Dalem)" tersebut adalah salah satu bentuk upacara "yadnya" atau korban suci yang diyakini menjadi simbol perekat warga di Desa Pakraman Nongan, sekaligus sebagai media sakral untuk menanamkan nilai-nilai hidup dan kehidupan mulia, yakni "beryadnya" kepada Tuhan, alam dan sesama manusia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017