Denpasar (Antara Bali) - Terdakwa I Gede Winasa yang merupakan mantan Bupati Jembrana, Bali, dan terjerat dugaan korupsi Perjalanan Dinas fiktif di daerah itu membantah dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang sebelumnya.

Dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa yang dipimpi Ketua Majelis Hakim Wayan Sukanila di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu, terdakwa menerangkan selama 10 tahun menjabat sebagai bupati tahun 2000-2010 yang mengurus perjalanan dinasnya adalah ajudan dan sekretaris pribadinya.

"Ajudan dan sekretaris yang mengurusi semua kegiatan perjalanan dinas saya saat menjadi bupati selama 10 tahun," ujar terdakwa.

Ia menjelaskan, perjalanan dinas yang dimaksud mulai dari penyusunan jadwal kegiatan hingga penerimaan uang perjalanan dinas, semuanya diserahkan kepada ajudan dan sekretaris pribadinya.

"Saya hanya menjalankan tugas perjalanan dinas saja sesuai jadwal yang sudah ada," katanya.

Terdakwa membantah tuduhan jaksa yang menyebutkan bahwa dirinya beberapa kali melakukan perjalanan dinas fiktif. "Semua perjalanan dinas yang dilakukan sudah sesuai dengan jadwal dan ada pertanggungjawaban," ujarnya.

Dia mengatakan, tidak melakukan perdin fiktif seperti yang didakwakan jaksa hingga merugikan uang negara sebesar Rp800 juta. "Selama ini saya hanya diperlihatkan jaksa soal perjalanan dinas fiktif itu, tapi saya tidak pernah melakukan," katanya.

Terdakwa juga menyesalkan kinerja ajudannya yang tidak maksimal sehingga muncul kasus ini. "Yang jelas saya tidak mengetahui kerugian negara ini," katanya.

Setelah melakukan pemeriksaan terdakwa, jaksa memohon kepada majelis hakim untuk menyiapkan rencana tuntutan selama sepekan. Dalam dakwaan, perbuatan terdakwa Winasa dilakukan Tahun 2009-2010.

Pada 2009, Pemkab Jembrana menganggarkan biasa perjalanan dinas untuk luar daerah sebesar Rp850 juta yang diperuntukkan bagi bupati dan wakil bupati.

Dalam perjalanan dinas selama satu tahun tersebut, Winasa menandatangani 38 Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) atas nama terdakwa. Namun terdakwa tidak pernah melakukan perjalanan dinas tersebut.

Untuk menyamarkan perbuatannya, SPPD fiktif tersebut dilengkapi dengan tiket pesawat dan boarding pass fiktif untuk kelengkapan bukti pertanggungjawaban.

Pada tahun 2010, Pemkab Jembrana kembali menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 800 juta. Terdakwa juga menandatangani 19 lembar SPPD fiktif atas namanya sendiri dan seolah-olah melakukan perjalanan dinas.

Akibatnya perbuatan terdakwa negara dirugikan Rp829 juta sesuai perhitungan BPK. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017