Denpasar (Antara Bali) - Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Provinsi Bali mengusulkan agar pihak "desa pakraman" atau desa adat dapat membuat "perarem" atau kesepakatan adat tertulis mengenai ketentuan umat dalam berbusana ke pura.
"Paling tidak busana ke pura itu harus sesuai dengan pakem leluhur yang dulu, rapi dan menggunakan lengan panjang," kata Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ayu Pastika di sela-sela memimpin rapat persiapan workshop busana serangkaian Pesta Kesenian Bali 2017, di Denpasar, Senin.
Oleh karena itu, pihaknya berencana akan mengundang jajaran Majelis Desa Pakraman untuk mengikuti workshop busana yang akan menghadirkan sejumlah pembicara ternama di bidang tata busana Bali seperti Tjok Ratna Kora, Cokorda Abinanda Sukawati, I Putu Wiwin Gunawasika, dan Pande Putu Wijana.
Istri orang nomor satu di Bali ini melihat tidak sedikit remaja putri dan bahkan ibu-ibu yang menggunakan busana ke pura untuk bersembahyang dengan ukuran yang minim dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga terlihat menjadi sangat transparan.
"Tentu busana seperti itu tidak sesuai dengan pakem dan juga dapat merusak konsentrasi umat yang bersembahyang karena fokusnya menjadi melihat pengguna busana yang kurang sopan itu," ujar Ayu Pastika dalam rapat yang digelar di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu.
Menurut dia, setiap tahun sudah diadakan workshop tata busana ke pura, namun perubahan perilaku berbusana di masyarakat itu kecil. Oleh karena itu, dengan keterlibatan desa pakraman yang lebih tegas, diharapkan upaya mengembalikan tata busana ke pura yang sesuai etika menjadi lebih efektif.
Ayu Pastika mencontohkan, salah satu desa di Kabupaten Gianyar telah memberikan sanksi yang tegas dengan melarang umat masuk ke pura kalau menggunakan busana yang minim atau di luar ketentuan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengharapkan pemerintah kabupaten/kota juga dapat menggelar workshop busana ke pura dengan mengundang pihak Parisada Hindu Dharma Indonesia dan dari jajaran Majelis Alit serta Majelis Madya Desa Pakraman.
"Kalau sudah bendesa (pimpinan desa adat-red) tegas, kami yakin akan dipatuhi oleh warga. Seperti misalnya yang melanggar aturan berbusana dilarang masuk pura dan di depan pintu masuk ditempatkan pecalang (petugas pengamanan adat)," ujarnya.
Dewa Beratha mengharapkan dalam workshop juga dihadirkan perwakilan kepala SMP dan SMA, sehingga nantinya dapat turut menyosialisasikan kepada para siswa di masing-masing institusi pendidikan.
"Bagi para siswa yang ke sekolah menggunakan busana sembahyang saat Hari Purnama dan Tilem tidak sesuai dengan kaidah, kami harapkan juga nantinya tidak diizinkan untuk masuk, sehingga mereka benar-benar menyadari tata busana ke pura yang baik.
Di sisi lain, dia menambahkan dalam workshop yang diagendakan digelar 2 Juli 2017 di Taman Budaya Denpasar itu juga akan diisi dengan workshop busana untuk ritual potong gigi dan busana pesta malam menggunakan tekstil tradisional, di samping diparadekan sejumlah rancangan busana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Paling tidak busana ke pura itu harus sesuai dengan pakem leluhur yang dulu, rapi dan menggunakan lengan panjang," kata Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ayu Pastika di sela-sela memimpin rapat persiapan workshop busana serangkaian Pesta Kesenian Bali 2017, di Denpasar, Senin.
Oleh karena itu, pihaknya berencana akan mengundang jajaran Majelis Desa Pakraman untuk mengikuti workshop busana yang akan menghadirkan sejumlah pembicara ternama di bidang tata busana Bali seperti Tjok Ratna Kora, Cokorda Abinanda Sukawati, I Putu Wiwin Gunawasika, dan Pande Putu Wijana.
Istri orang nomor satu di Bali ini melihat tidak sedikit remaja putri dan bahkan ibu-ibu yang menggunakan busana ke pura untuk bersembahyang dengan ukuran yang minim dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga terlihat menjadi sangat transparan.
"Tentu busana seperti itu tidak sesuai dengan pakem dan juga dapat merusak konsentrasi umat yang bersembahyang karena fokusnya menjadi melihat pengguna busana yang kurang sopan itu," ujar Ayu Pastika dalam rapat yang digelar di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu.
Menurut dia, setiap tahun sudah diadakan workshop tata busana ke pura, namun perubahan perilaku berbusana di masyarakat itu kecil. Oleh karena itu, dengan keterlibatan desa pakraman yang lebih tegas, diharapkan upaya mengembalikan tata busana ke pura yang sesuai etika menjadi lebih efektif.
Ayu Pastika mencontohkan, salah satu desa di Kabupaten Gianyar telah memberikan sanksi yang tegas dengan melarang umat masuk ke pura kalau menggunakan busana yang minim atau di luar ketentuan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha mengharapkan pemerintah kabupaten/kota juga dapat menggelar workshop busana ke pura dengan mengundang pihak Parisada Hindu Dharma Indonesia dan dari jajaran Majelis Alit serta Majelis Madya Desa Pakraman.
"Kalau sudah bendesa (pimpinan desa adat-red) tegas, kami yakin akan dipatuhi oleh warga. Seperti misalnya yang melanggar aturan berbusana dilarang masuk pura dan di depan pintu masuk ditempatkan pecalang (petugas pengamanan adat)," ujarnya.
Dewa Beratha mengharapkan dalam workshop juga dihadirkan perwakilan kepala SMP dan SMA, sehingga nantinya dapat turut menyosialisasikan kepada para siswa di masing-masing institusi pendidikan.
"Bagi para siswa yang ke sekolah menggunakan busana sembahyang saat Hari Purnama dan Tilem tidak sesuai dengan kaidah, kami harapkan juga nantinya tidak diizinkan untuk masuk, sehingga mereka benar-benar menyadari tata busana ke pura yang baik.
Di sisi lain, dia menambahkan dalam workshop yang diagendakan digelar 2 Juli 2017 di Taman Budaya Denpasar itu juga akan diisi dengan workshop busana untuk ritual potong gigi dan busana pesta malam menggunakan tekstil tradisional, di samping diparadekan sejumlah rancangan busana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017