Denpasar (Antara Bali) - Saksi korban membeberkan pemerasan uang Rp30 juta yang dilakukan ketiga terdakwa kasus Operasi Tangkap Tangan Pungutan Liar (OTT Pungli) kepengurusan sertifikat tanah di Kantor Desa Tulikup, Gianyar, Bali.
"Awalnya saya dimintai tolong kakak saya I Gusti Ngurah Chrisna Diana (saksi korban) untuk mengurus sertifikat tanah kepada kelian Banjar Menak. Namun saat hendak mengurus surat-surat saya sempat kesulitan," kata saksi I Gusti Ngurah Iska di Denpasar, Rabu.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sukereni itu, ketiga tersangka yang disidangkan secara bersamaan, yakni Perbekel Tulikup I Nyoman Pranajaya, Kelian Dusun Banjar Menak I Gusti Ngurah Oka Mustawan dan Kelian Subak Siyut Gianyar I Gusti Ngurah Raka.
Terungkap dalam persidangan saksi menyebut tersangka Ngurah Oka memberikan solusi cepat agar proses pengurusan surat itu dapat segera dilakukan asalkan memberikan uang sebesar Rp30 juta.
Saksi sempat menanyakan, uang tersebut untuk apa. Kemudian, tersangka Ngurah Oka menjelaskan bahwa uang itu untuk diberikan kepada Perbekel Tulikup I Nyoman Pranajaya sebesar Rp15 juta dan sisanya dibagi-bagi kepada kelian dan pekaseh.
Kemudian, pada 16 Desember 2016, saksi membawa uang yang sempat dimintanya kepada saksi korban Gusti Ngurah Chrisna untuk diberikan kepada ketiga terdakwa. Namun setelah menerima uang itu, petugas kepolisian Polda Bali langsung menangkap ketiga terdakwa.
Hal senada diungkapkan, saksi korban I Gusti Ngurah Chrisna Diana mengatakan, pihaknya sempat meminta bantuan adiknya yang sebagai anggota polisi itu ( I Gusti Ngurah Iska) untuk mengurus surat-surat sertifikat tanah yang rencananya akan di beli Alfa Mart.
"Kata Ngurah Iska agar cepat memproses surat-surat itu. Perlu sejumlah uang untuk mempercepat proses kepengurusan surat," katanya.
Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan ketiga terdakwa diketahui Tim Saber Ditreskrimum Polda Bali saat tertangkap tangan menerima pungutan liar terkait kepengurusan sertifikat tanah di Kantor Desa Tulikup, Gianyar pada 16 Desember 2016.
Ketiganya diketahui meminta uang kepada korban I Gusti Ngurah Chrisna Diana saat hendak mengajukan rekomendasi penerbitan surat keterangan silsilah keluarga, surat keterangan kepemilikan hak atas tanah dalam proses pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas empat are atas nama I Gusti Ngurah Sudana.
Korban yang saat itu hanya membawa uang Rp2 juta dan hendak memberikan kepada ketiga terdakwa, namun ditolak secara mentah-mentah oleh ketiga terdakwa.
Penolakan itu dilakukan ketiga terdakwa karena ingin meminta uang Rp30 juta kepada korban dengan alasan proses kepengurusan izin itu sangat sulit.
Mendengar dakwaan jaksa itu, ketiga terdakwa melalui masing-masing penasihat hukumnya akan mengajukan keberatan atau eksepsi pada sidang pekan depan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Awalnya saya dimintai tolong kakak saya I Gusti Ngurah Chrisna Diana (saksi korban) untuk mengurus sertifikat tanah kepada kelian Banjar Menak. Namun saat hendak mengurus surat-surat saya sempat kesulitan," kata saksi I Gusti Ngurah Iska di Denpasar, Rabu.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sukereni itu, ketiga tersangka yang disidangkan secara bersamaan, yakni Perbekel Tulikup I Nyoman Pranajaya, Kelian Dusun Banjar Menak I Gusti Ngurah Oka Mustawan dan Kelian Subak Siyut Gianyar I Gusti Ngurah Raka.
Terungkap dalam persidangan saksi menyebut tersangka Ngurah Oka memberikan solusi cepat agar proses pengurusan surat itu dapat segera dilakukan asalkan memberikan uang sebesar Rp30 juta.
Saksi sempat menanyakan, uang tersebut untuk apa. Kemudian, tersangka Ngurah Oka menjelaskan bahwa uang itu untuk diberikan kepada Perbekel Tulikup I Nyoman Pranajaya sebesar Rp15 juta dan sisanya dibagi-bagi kepada kelian dan pekaseh.
Kemudian, pada 16 Desember 2016, saksi membawa uang yang sempat dimintanya kepada saksi korban Gusti Ngurah Chrisna untuk diberikan kepada ketiga terdakwa. Namun setelah menerima uang itu, petugas kepolisian Polda Bali langsung menangkap ketiga terdakwa.
Hal senada diungkapkan, saksi korban I Gusti Ngurah Chrisna Diana mengatakan, pihaknya sempat meminta bantuan adiknya yang sebagai anggota polisi itu ( I Gusti Ngurah Iska) untuk mengurus surat-surat sertifikat tanah yang rencananya akan di beli Alfa Mart.
"Kata Ngurah Iska agar cepat memproses surat-surat itu. Perlu sejumlah uang untuk mempercepat proses kepengurusan surat," katanya.
Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan ketiga terdakwa diketahui Tim Saber Ditreskrimum Polda Bali saat tertangkap tangan menerima pungutan liar terkait kepengurusan sertifikat tanah di Kantor Desa Tulikup, Gianyar pada 16 Desember 2016.
Ketiganya diketahui meminta uang kepada korban I Gusti Ngurah Chrisna Diana saat hendak mengajukan rekomendasi penerbitan surat keterangan silsilah keluarga, surat keterangan kepemilikan hak atas tanah dalam proses pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas empat are atas nama I Gusti Ngurah Sudana.
Korban yang saat itu hanya membawa uang Rp2 juta dan hendak memberikan kepada ketiga terdakwa, namun ditolak secara mentah-mentah oleh ketiga terdakwa.
Penolakan itu dilakukan ketiga terdakwa karena ingin meminta uang Rp30 juta kepada korban dengan alasan proses kepengurusan izin itu sangat sulit.
Mendengar dakwaan jaksa itu, ketiga terdakwa melalui masing-masing penasihat hukumnya akan mengajukan keberatan atau eksepsi pada sidang pekan depan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017