Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Kota Denpasar, Bali berupaya melestarikan dan penguatan program organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) dengan menggelar lomba "lelakut", boneka untuk mengusir burung di sawah, "pindekan" dan "sunari".

Kegiatan yang digelar di Subak Anggabaya, Kecamatan Denpasar Utara, serangkaian memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-222 Kota Denpasar dibuka Wali Kota setempat Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Rabu.

Ia mengatakan, pertumbuhan penduduk membawa dampak terhadap alih fungsi lahan. Hal ini juga berpengaruh pada pergeseran tatanan budaya agraris masyarakat, karena itu diharapkan melalui lomba tersebut eksistensi subak semakin kuat.

Pemkot Denpasar telah melakukan upaya bersinergi dengan tokoh-tokoh masyarakat adat untuk mengintensifkan budaya pertanian sekaligus warisan nenek moyang agar tetap terjaga dan lestari.

Rai Mantra menambahkan pergeseran, seperti alih fungsi lahan dan berubahnya pola budaya agraris masyarakat merupakan sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Menanggapi fenomena ini perlu lebih digencarkan inovasi ke petani dan pertanian hidroponik yang tidak memerlukan lahan banyak, namun mampu menghasilkan produktivitas hasil pertanian yang sesuai.

"Program Subak Lestari yang digaungkan Pemkot Denpasar, selain membenahi segi teknis, juga membantu petani untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas pertanian lewat program asuransi pertanian, serta memberikan program beasiswa bagi anak petani yang masih bersekolah," ujarnya.

Disamping itu dalam lomba kali ini dengan keterlibatan generasi muda diharapkan penguatan budaya mampu memberikan inovasi dan kreativitas yang lebih baik.

Rai Mantra juga mengharapkan lomba ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan lewat kemasan kreatif melibatkan sekaa teruna (kelompok pemuda) di masing-masing banjar (dusun).

Ketua Majelis Subak Kota Denpasar, Wayan Jelantik mengatakan pelaksanaan lomba Lelakut, Pindekan dan Sunari bertujuan untuk menumbuhkan rasa kepedulian warga masyarakat untuk melestarikan budaya persubakan berdasarkan konsep "Tri Hita Karana" (keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan) di Kota Denpasar.

"Di samping itu pelaksanaan lomba Lelakut, Pindekan dan Sunari diharapkan mampu merangsang kreativitas sekaa (kelompok) subak maupun sekaa teruna (kelompok pemuda) yang berpartisispasi di dalamnya, disamping memberikan pemahaman tentang filososfi lelakut, pindekan dan sunari," ujarnya.

Ketua Tim Penilai Lomba Lelakut, I Wayan Bhutuantara menjelaskan dalam lomba tersebut dinilai mulai dari proses pembuatan, bahan baku yang diwajibkan menggunakan bahan ramah lingkungan, estetika bentuk, serta kelengkapan sarana upakara yang mendukungnya.

Hal itu, kata dia, tak terlepas dari keberadaan Lelakut, Pindekan dan Sunari sebagai bagian dari kegiatan keagamaan di Bali.

Disamping itu perlu adanya pemahaman mengenai simbol dan makna yang terkandung dalam Lelakut, Pindekan, dan Sunari, seperti sepasang lelakut pria wanita yang bermakna "Purusa Pradana".

"Keterlibatan Sekaa Teruna atau kelompok pemuda dalam lomba ini diharapkan sebagai penyambung regenerasi antar-warga subak sehingga tetap terjaga kelestariannya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017