Denpasar (Antara Bali) - Pemerhati masalah penyiaran Nengah Muliarta mengatakan, pengelola radio di Bali memberikan honor yang rendah kepada penyiar di Bali dengan alasan kondisi perusahaan memiliki pendapatan yang minim.
"Pada sisi lain pengelola radio sebagai sebuah perusahaan terbatas, saat mengajukan izin ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkomitmen untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan," kata Nengah Muliarta yang juga Instruktur Bali Broadcast Academia (BBA) di Denpasar, Senin.
Ia mengingatkan, pengelola radio lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan dan mematuhi standar pengupahan yang ditetapkan pemerintah.
"Rendahnya honor penyiar yang cenderung di bawah upah minimum regional (UMR) menjadi salah satu indikasi bahwa adanya ketidak seriusan dalam mengelola frekuensi publik," ujar Nengah Muliarta.
Lembaga penyiaran radio telah diberikan hak untuk menggunakan frekuensi melalui pemberian izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), sehingga sepatutnya lembaga penyiaran radio berkewajiban menyelenggarakan penyiaran dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu karier seorang penyiar merupakan karier profesional. Seseorang dapat dikatakan professional jika memiliki pendidikan dan keahlian, taat aturan dan dibayar secara professional.
Nengah Muliarta menambahkan, penyiar tidak dituntut memiliki pengetahuan luas dan keahlian terkait dengan penyiaran, mulai dari mengoperasikan peralatan hingga pengetahuan tentang aturan penyiaran, termasuk
Undang-Undang Penyiaran, Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
"Jika manajemen dan pemilik radio sadar bahwa penyiar adalah aset perusahan, maka selayaknya memberikan pelatihan secara periodik bagi penyiar," ujar Nengah Muliarta.
Ia menjelaskan, hasil uji petik Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali selama Juni-Agustus 2014 terhadap 15 lembaga penyiaran radio menunjukkan, bahwa besarnya honor per-jam siar yang diberikan kepada seorang penyiar berkisar antara Rp5.000 hingga Rp11.000.
Tercatat hanya satu radio yang memberikan honor per-jam siar Rp25.000. Parahnya lagi, selain honor siaran yang rendah penyiar juga tidak mendapatkan uang transport dan uang makan, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Pada sisi lain pengelola radio sebagai sebuah perusahaan terbatas, saat mengajukan izin ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkomitmen untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan," kata Nengah Muliarta yang juga Instruktur Bali Broadcast Academia (BBA) di Denpasar, Senin.
Ia mengingatkan, pengelola radio lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan dan mematuhi standar pengupahan yang ditetapkan pemerintah.
"Rendahnya honor penyiar yang cenderung di bawah upah minimum regional (UMR) menjadi salah satu indikasi bahwa adanya ketidak seriusan dalam mengelola frekuensi publik," ujar Nengah Muliarta.
Lembaga penyiaran radio telah diberikan hak untuk menggunakan frekuensi melalui pemberian izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), sehingga sepatutnya lembaga penyiaran radio berkewajiban menyelenggarakan penyiaran dengan baik dan benar.
Oleh sebab itu karier seorang penyiar merupakan karier profesional. Seseorang dapat dikatakan professional jika memiliki pendidikan dan keahlian, taat aturan dan dibayar secara professional.
Nengah Muliarta menambahkan, penyiar tidak dituntut memiliki pengetahuan luas dan keahlian terkait dengan penyiaran, mulai dari mengoperasikan peralatan hingga pengetahuan tentang aturan penyiaran, termasuk
Undang-Undang Penyiaran, Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
"Jika manajemen dan pemilik radio sadar bahwa penyiar adalah aset perusahan, maka selayaknya memberikan pelatihan secara periodik bagi penyiar," ujar Nengah Muliarta.
Ia menjelaskan, hasil uji petik Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali selama Juni-Agustus 2014 terhadap 15 lembaga penyiaran radio menunjukkan, bahwa besarnya honor per-jam siar yang diberikan kepada seorang penyiar berkisar antara Rp5.000 hingga Rp11.000.
Tercatat hanya satu radio yang memberikan honor per-jam siar Rp25.000. Parahnya lagi, selain honor siaran yang rendah penyiar juga tidak mendapatkan uang transport dan uang makan, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017