Denpasar (Antara Bali) - Pakaian buatan masyarakat Bali yang selama ini menjadi mata dagangan ekspor kalah bersaing dengan rekan bisnisnya asal Vietnam, Kamboja dan Tiongkok.
"Pengusaha Vietnam dan Kamboja bisa menjual murah di pasaran ekspor karena memiliki biaya produksi (listrik, suku bunga) dan tenaga kerja lebih murah," kata Pengusaha Eksportir Made Wijaya Kusum di Denpasar, Minggu.
Ia yang memiliki pangsa pasar terbesar ke sejumlah negara itu mengatakan, perlambatan realisasi ekspor dari Bali seiring dengan perekonomian, terutama Amerika Serikat.
Perlambatan ekspor pakaian jadi telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, disebabkan oleh kompetisi dengan Vietnam dan Kamboja yang memiliki biaya produksi (listrik, suku bunga) dan tenaga kerja yang lebih murah dibandingkan dengan Bali.
Sementara itu, ekspor produk olahan kayu dan furniture mengalami perlambatan seiring dengan keterbatasan bahan baku serta perbaikan permintaan negara utama tujuan ekspor kayu (Amerika) yang belum sepenuhnya pulih.
Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat perkembangan neraca perdagangan Provinsi Bali triwulan III-2016, mencatat perbaikan kinerja seperti tergambar dari nilai surplus yang mengalami peningkatan sebesar Rp 4,6 triliun, lebih tinggi dibandingkan surplus triwulan II 2016 sebesar Rp3,5triliu.
Peningkatan nilai surplus tersebut didorong oleh penurunan defisit neraca perdagangan antardaerah dari sebesar Rp11,4 triliun pada triwulan II-2016 menjadi Rp 10,9 triliun pada triwulan III-2016.
Sementara itu, pada periode yang sama, neraca perdagangan luar negeri mencatatkan peningkatan surplus dari Rp 14,9 triliun di triwulan II-2016 menjadi sebesar Rp 15,5 triliun.
Bank Indonesia juga melaporkan, ekspor komoditas utama Provinsi Bali masih didominasi oleh perikanan (27,52 persen), perhiasan (14,97 persen), pakaian jadi (14,56 persen), produk olahan kayu (14,56 persen), dan furniture (8,42 persen).
Perkembangan terakhir pertumbuhan beberapa komoditas utama tersebut cenderung mengalami perlambatan antara lain pakaian jadi, produk olahan kayu, dan furniture.
Negara tujuan ekspor Provinsi Bali masih didominasi oleh Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura, dan Hongkong, dengan share masing-masing sebesar 25,79 persen, 12,58 persen, 7,88 persen, 7,97 persen, dan 5,10 persen.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan nilai ekspor ke sebagian besar negara tujuan utama tersebut sepanjang triwulan III-2016 mengalami perlambatan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Pengusaha Vietnam dan Kamboja bisa menjual murah di pasaran ekspor karena memiliki biaya produksi (listrik, suku bunga) dan tenaga kerja lebih murah," kata Pengusaha Eksportir Made Wijaya Kusum di Denpasar, Minggu.
Ia yang memiliki pangsa pasar terbesar ke sejumlah negara itu mengatakan, perlambatan realisasi ekspor dari Bali seiring dengan perekonomian, terutama Amerika Serikat.
Perlambatan ekspor pakaian jadi telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, disebabkan oleh kompetisi dengan Vietnam dan Kamboja yang memiliki biaya produksi (listrik, suku bunga) dan tenaga kerja yang lebih murah dibandingkan dengan Bali.
Sementara itu, ekspor produk olahan kayu dan furniture mengalami perlambatan seiring dengan keterbatasan bahan baku serta perbaikan permintaan negara utama tujuan ekspor kayu (Amerika) yang belum sepenuhnya pulih.
Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat perkembangan neraca perdagangan Provinsi Bali triwulan III-2016, mencatat perbaikan kinerja seperti tergambar dari nilai surplus yang mengalami peningkatan sebesar Rp 4,6 triliun, lebih tinggi dibandingkan surplus triwulan II 2016 sebesar Rp3,5triliu.
Peningkatan nilai surplus tersebut didorong oleh penurunan defisit neraca perdagangan antardaerah dari sebesar Rp11,4 triliun pada triwulan II-2016 menjadi Rp 10,9 triliun pada triwulan III-2016.
Sementara itu, pada periode yang sama, neraca perdagangan luar negeri mencatatkan peningkatan surplus dari Rp 14,9 triliun di triwulan II-2016 menjadi sebesar Rp 15,5 triliun.
Bank Indonesia juga melaporkan, ekspor komoditas utama Provinsi Bali masih didominasi oleh perikanan (27,52 persen), perhiasan (14,97 persen), pakaian jadi (14,56 persen), produk olahan kayu (14,56 persen), dan furniture (8,42 persen).
Perkembangan terakhir pertumbuhan beberapa komoditas utama tersebut cenderung mengalami perlambatan antara lain pakaian jadi, produk olahan kayu, dan furniture.
Negara tujuan ekspor Provinsi Bali masih didominasi oleh Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura, dan Hongkong, dengan share masing-masing sebesar 25,79 persen, 12,58 persen, 7,88 persen, 7,97 persen, dan 5,10 persen.
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pertumbuhan nilai ekspor ke sebagian besar negara tujuan utama tersebut sepanjang triwulan III-2016 mengalami perlambatan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017