Kuala Lumpur (Antara Bali) - Kalangan bisnis perkebunan kelapa sawit diminta lebih bertanggung jawab serta menghentikan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan-lahan baru mereka, karena bukan hanya masyarakat yang menjadi korban, namun mereka pun akan rugi sendiri.
"Bisnis sawit punya hitungan-hitungan sendiri sehingga melakukan pembakaran hutan. Tapi mereka harus memikirkan pula dampak-dampak terlihat dan tak terlihat dari akibat tindakan mereka itu," kata Dini Widiastuti, Direktur Program Keadilan Ekonomi Oxfam-Indonesia di Kuala Lumpur, Kamis.
Dini pada acara ASEAN Responsible Business Forum yang diselenggarakan ASEAN CSR Network (ACN) pada 27-29 Oktober menambahkan, dampak terlihat dan tak terlihat dari akibat pembakaran lahan untuk sawit di Sumatera dan Kalimantan dalam bulan-bulan terakhir ini menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat setempat.
Ia menyampaikan pandangannya mengenai adanya sejumlah perusahaan yang dijadikan tersangka pembakar hutan oleh Polri. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan juga menyatakan akan menindak tegas perusahaan perkebunan yang terbukti bersalah melakukan pembakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Akibat-akibat yang dirasakan masyarakat tersebut, kata Dini, terlihat dalam bentuk hilangnya waktu yang seharusnya bisa digunakan masyarakat untuk kegiatan produktif dan sosial. "Bagi yang rumahnya punya fasilitas penyaring udara seperti AC lebih beruntung. Bagaimana dengan mereka yang sama sekali tak memiliki kemampuan serupa," katanya.
Sementara itu Pimpinan ASEAN CSR Network Yanti Triwadiantini saat membuka acara itu bahkan menyebutkan kasus asap akibat pembakaran hutan adalah contoh utama fenomena tidak bertanggung jawabnya bisnis yang hanya memanfaatkan kondisi yang ada hanya untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
"Masalah asap sekarang ini merupakan contoh utama dari fenomena semacam itu," kata Yanti yang menambahkan bahwa meski menyampaikan pandangan demikian, pihaknya tak ingin menuduh pihak manapun, baik perusahaan maupun individu. Ia hanya ingin ada pembicaraan konstruktif guna mendapatkan jalan keluar yang benar bagi persoalan tersebut.
ACN berkedudukan di Singapura dan didirikan pada 2011 oleh enam organisasi regional, Business Links Indonesia, Malaysia International Chamber of Commerce (MICC), Filipina Liga Yayasan Perusahaan (PLCF), Singapore Global Compact, dan Kamar Dagang dan Industri (VCCI) Vietnam.
ACN terbentuk atas dorongan ASEAN Foundation pada 2008 setelah ASEAN mengeluarkan peta jalan (Roadmap) ASEAN Community 2009 - 2015 yang di dalamnya terdapat rencana perwujudan Komunitas Sosial Budaya ASEAN, di mana disebutkan CSR harus masuk agenda perusahaan-perusahaan guna menunjang pembangunan sosial ekonomi di kawasan ini. (WDY)