Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia akan mewaspadai potensi
terjadinya perang mata uang atau "currency war" yang mungkin terjadi
sebagai dampak dari rencana penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS
(The Fed) secara berkala.
"Saya melihat tiga tahun kedepan akan terus ada currency war, karena
kalau seandainya program peningkatan bunga di AS berjalan secara
berkala, pasti berdampak pada mata uang negara lain yang satu sama lain
akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya," kata Gubernur BI Agus
Martowardojo di Jakarta, Senin malam.
Perang mata uang yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana
masing-masing negara "sengaja" untuk melemahkan mata uangnya terhadap
mata uang negara lain, dengan tujuan mempermudah ekspor dan memperbaiki
neraca perdagangan. Agus menjelaskan saat ini kondisi global sedang mengalami fenomena
penguatan dolar AS yang menyebabkan terjadinya depresiasi nilai mata
uang di berbagai negara berkembang ekonomi dan menimbulkan risiko dalam
jangka panjang.
Untuk itu, ia kembali menegaskan dalam jangka pendek dan menengah,
BI berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS agar para pelaku pasar tidak memiliki kekhawatiran terhadap kondisi
perekonomian Indonesia secara keseluruhan. "Kalau ada tekanan ekstrem, kita menjaga supaya volatilitasnya ada
dalam batas yang dapat diterima untuk meraih kepercayaan pasar. Pasar
harus tahu BI selalu ada untuk menjaga stabilitas (rupiah)," kata Agus.
Terkait pergerakan rupiah yang cenderung melemah hingga pertengahan
tahun, Agus memperkirakan rupiah bisa kembali stabil setelah Juni dengan
rata-rata sepanjang tahun 2015 pada kisaran Rp13.000-Rp13.200 per dolar
AS.
"Untuk rupiah year to date masih pada Rp12.911 per dolar AS, dan
biasanya (perlemahan) ini musiman sampai akhir Juni, karena ada sentimen
dan banyak yang harus dibayar (menggunakan dolar). Tapi nanti akan
normal dan fundamental membaik, sehingga pada kuartal tiga dan empat
rupiah rata-rata Rp12.500," katanya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan depresiasi mata
uang yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia, sebagai akibat
dari penguatan dolar AS dan itu terjadi karena dunia sedang menunggu
kepastian terkait penyesuaian suku bunga The Fed.
Dari segi pemerintah, kata Bambang, salah satu hal yang dapat
diupayakan sebagai antisipasi agar fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS tidak terlalu bergejolak adalah dengan memperkuat struktur
fundamental perekonomian nasional. (WDY)
BI Waspadai Potensi Terjadinya "Currency War"
Selasa, 9 Juni 2015 7:57 WIB