Alunan suara gamelan mengiringi gerak lincah penari senantiasa mewarnai hidup keseharian masyarakat Bali. Alunan musik tradisional itu ibarat denyut nadi dari kehidupan warga Pulau Dewata.
Geliat tari ibarat ritme kehidupan. Beragam ekspresi seni tari tersaji dalam ritual keagamaan, aktivitas budaya, adat dan peristiwa sosial lainnya maupun yang digelar secara khusus sebagai tontonan wisatawan.
Menari adalah kesukacitaan yang mengasyikkan sebagai sebuah persembahan sekaligus ekspresi estetik. Tari Bali merupakan bagian penting kehidupan masyarakat Bali yang sudah diwarisi sejak zaman lampau yang masih terpelihara sampai sekarang, tutur dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Kadek Suartaya (54).
Pria kelahiran Sukawati, Kabupaten Gianyar, yang juga seniman seniman serba bisa itu mengatakan masyarakat Bali memiliki beragam bentuk seni pertunjukan dengan beraneka ciri khas kedaerahan.
Tahun 1965 misalnya dikenang sebagai era genting dan getir, karena suasana politik yang membara, memicu kehidupan sosial yang gerah. Tahun yang penuh duka nestapa itu juga memercikkan bulir keindahan yang bersemai dalam jagat seni.
Di salah satu sudut Kota Denpasar lahir sebuah cipta seni, Sendratari Ramayana, karya I Wayan Beratha 50 tahun yang silam yang dalam perkembangannya melenggang cerah, bahkan sangat monumental.
Kini, sudah setengah abad Sendratari Ramayana berkiprah mengisi perjalanan kesenian Bali. Sebagai sebuah pertunjukan baru seni pentas yang pada awalnya dibawakan oleh siswa-siswa Konservatori Karawitan (Kokar) Bali, diterima dengan antusias di tengah masyarakat Pulau Dewata yang intim dengan cerita Ramayana.
Demikian pula Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar berdiri tahun 1967 yang kini berubah status menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ikut menyajikan Sendratari Ramayana hingga ke pelosok-pelosok desa, yang menjadikan seni pertunjukkan semakin populer.
Sendratari Ramayana yang dibawakan Kokar dan ASTI tahun 1970-an menjadi salah satu seni tontonan favorit masyarakat Pulau Dewata. Sendratari Ramayana karya Wayan Beratha yang kurang begitu dikenal oleh generasi muda sekarang sempat dipetaskan di ISI Denpasar 3 Januari 2015.
Pementasan khusus itu mengusung tema "Mengenang Mpu Seni Karawitan Bali I Wayan Baratha" menampilkan tiga karya dan Sendratari Ramayana menjadi pamuncak. Pergelaran sendratari klasik itu dibawakan oleh para seniman senior yang pernah mengecap ilmu dari almarhum.
Mereka diantaranya, Prof Dr I Wayan Dibia yang berperan sebagai Anoman, Cokorda Raka Tisnu (Rahwana), dan Cokorda Putra Padmini (Sita).
Sementara para penabuh antara lain Dr. I Nyoman Astita, I Ketut Gede Asnawa, MA, I Nyoman Windha, MA, I Wayan Suweca, M.Si dan I Wayan Suweca, M.Mus termasuk Rektor ISI Denpasar Dr. I Gede Arya Sugiartha.
Sebelum menciptakan Sendratari Ramayana, Wayan Beratha telah menciptakan Sendratari Jayaprana pada tahun 1962. Sendratari yang mengangkat lakon legenda romantik-tragik daerah Bali utara itu adalah sendratari pertama Bali setelah munculnya seni pentas dengan prinsip estetik yang sama (Sendratari Ramayana Prambanan) di Jawa Tengah pada tahun 1961.
Wayan Beratha juga menciptakan Sendratari Mayadanawa (1966) dan Sendratari Rajapala (1967) yang sempat dikenal masyarakat di tahun 1970-an.
Empu seni I Wayan Beratha yang memiliki sumbangsih penting pada seni pertunjukkan Bali, telah meninggal pada hari Sabtu 10 Mei 2014 dalam usia sepuh 91 tahun. Dalam rentang perjalanan hidupnya, maestro seni karawitan dan tari yang dilahirkan pada tahun 1923 di Banjar Belaluan, Denpasar, ini telah mementaskan kesenian Bali ke berbagai perjuru dunia.
Tokoh Pembaruan
I Wayan Beratha dikenal sebagai tokoh pembaharu gamelan kebyar dan pencetus lahirnya sendratari Bali, sehingga sangat pantas diusung sebagai "Bapak" sendratari Bali.
Bali telah kehilangan seniman besar yang rendah hati. Kreativitasnya menciptakan sendratari yang berawal pada tahun 1962 hingga puncak produktivitasnya berkarya iringan sendratari kolosal Pesta Kesenian Bali (PKB) hingga tahun 1980-an menjadikan I Wayan Beratha sebagai seniman perintis sendratari di Bali.
Masyarakat Bali mengenal luas Sendratari Ramayana, sehingga sosok Wayan Beratha banyak diminta oleh sekaa-sekaa seni pertunjukan untuk mengajarkan sendratari tersebut.
Tercatat I Wayan Beratha pernah mengajar sendratari di Ubud, Kuta, Karangasem, Tabanan, dan Denpasar. Didorong oleh sambutan yang begitu besar dari kalangan penonton terhadap pementasan sendratari Kokar Bali dan ASTI Denpasar di tahun 1970-an.
Wayan Beratha dalam pagelaran itu menambah peran-peran penting atau tambahan yang ada dalam cerita Ramayana. Sendratari Ramayana yang tercipta tahun 1965, yang terdiri dari beberapa adegan, yakni pengembaraan Rama, Sita, dan Laksmana di hutan Dandaka sampai terculiknya Sita oleh Rahwana.
Hal itu kemudian dikembangkan dengan memasukkan peran-peran lain seperti Anoman, Jatayu, Subali, Sugriwa, Kumbakarna, Wibisana, Trijata, beberapa dayang, monyet, dan raksasa, sehingga menambah durasi pentas dari empat puluh lima menit menjadi dua jam.
Pada tahun 1960-an, selain menciptakan Sendratari Jayaprana, Ramayana, Mayadanawa, dan Rajapala, Wayan Beratha juga melahirkan fragmen tari berjudul "Bhaktining Pertiwi" yang berkisah tentang patriotisme bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda.
Tidak semua sendratari yang diciptakannya berkembang dan dikenal luas masyarakat. Sendratari Mayadawa yang mengisahkan kesombongan Mayadawa yang memaksa rakyatnya untuk menyembahnya sebagai Tuhan hanya sempat dipentaskan beberapa kali dan kemudian hilang.
Demikian juga fragmen tari "Bhaktining Pertiwi" hanya mengalami pentas perdana saja. Kendati demikian produktivitas Wayan Beratha menggarap sendratari hingga awal tahun 1980-an tetap bergelora.
Tahun 1969 karya besar Wayan Beratha yaitu Sendratari Ramayana mendapat kepercayaan dari Pemerintah Daerah Bali untuk mewakili Bali dalam Festival Ramayana Nasional di Yogyakarta.
Selain itu tahun 1971 mendapat kehormatan tampil dalam Festival Ramayana Internasional di Pandaan, Jawa Timur dan Bali. Dalam kedua peristiwa kesenian bertarap nasional dan internasional itu, Wayan Beratha terus menyempurnakan sendratari ciptaannya itu.
Selanjutkanya, setelah penampilan Sendratari Ramayana gaya Bali yang sukses di Prambanan, Yogyakarta dan di Pandaan Jawa Timur, para siswa/guru Kokar dan mahasiswa/dosen ASTI sibuk melayani permintaan masyarakat Bali untuk menyajikan seni pertunjukan yang populer dengan sebutan balet ini.
Sendratari Ramayana Kokar dan ASTI banyak diminta pentas di seluruh Bali, Jawa, Lombok, hingga ke Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sebagai guru Kokar, Wayan Beratha sering memimpin pementasan murid-muridnya itu, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Sebagai seorang seniman tari dan karawitan yang sudah dikenal sangat berpengalaman menciptakan sendratari, pada tahun 1977, Wayan Beratha diminta oleh Pemerintah Tingkat II Kabupaten Badung untuk menggarap sebuah sendratari yang akan disuguhkan dalam Festival Sendratari se-Bali.
Beratha memilih Nara Kesuma sebagai judul garapannya. Lakon yang mengisahkan masa muda Salya ini digarapnya dengan telaten dan penuh kesungguhan. Hasilnya, sendratari wakil Kabupaten Badung keluar sebagai juara pertama.
Pada tahun 1978 Gubernur Bali Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menggagas Pesta Kesenian Bali (PKB) Sebuah panggung pertunjukkan yang dibangun pada tahun 1969 dan selesai tahun 1976 yang bernama Ardha Candra di Taman Budaya Denpasar dipersiapkan untuk pementasan- pementasan besar, di antaranya sendratari kolosal Ramayana dan Mahabharata yang diproduksi oleh Pemerintah Daerah Bali.
I Wayan Beratha yang sudah dikenal sebagai pencipta sendratari yang tangguh ditunjuk untuk menggarap iringan sendratari dengan sumber lakon kedua epos besar India itu. Tahun 1979 ia berhasil menggarap Sendratari Ramayana dengan lakon Bala Kanda, Ayodya Kanda, dan Araniya Kanda.
Berikutnya, 1980, Wayan Beratha bersama para komposer Kokar Bali dan ASTI Denpasar, juga sukses menggarap iringan Sendratari Ramayana lakon Kiskenda Kanda, Yuda Kanda, Sundara Kanda, dan Utara Kanda.
Memasuki PKB III tahun 1981, I Wayan Beratha kembali memperoleh kepercayaan dari Pemda Bali untuk menggarap iringan Sendratari Mahabharata yaitu Sayembara Dewi Amba, Pandawa-Korawa Aguru, dan Goa Gala-gala.
Setahun kemudian, dalam PKB IV, I Wayan Beratha melanjutkan menggrap iringan Sendratari Mahabharata dengan lakon Sayembara Drupadi, Pendawa Bermain Dadu, dan Gugurnya Sang Kecaka.
Memasuki penyelenggaraan PKB V tahun 1983, penggarapan iringan Sendratari Mahabharata lakon-lakon berikutnya diserahkan kepada para komposer muda Kokar/SMKI dan ASTI/STSI yang kini berubah status menjadi ISI Denpasar. (WDY)