Denpasar (Antara Bali) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Bali optimistis ketersediaan daging babi di Pulau Dewata akan tetap stabil meskipun dalam setahun terakhir beberapa kali mengalami kenaikan harga.
"Di Bali itu bahkan selalu surplus daging babi karena merupakan konsumsi mayoritas orang Bali," kata Kadisnakeswan Provinsi Bali Putu Sumantra, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, masyarakat Bali tidak akan mungkin berhenti beternak babi karena dapat dikatakan menjadi salah satu menu konsumsi harian dengan konsumsi perkapita pertahun itu 23 kilogram atau melebihi dari semua konsumsi daging. Setiap harinya, rata-rata ada sekitar 10 ribu ekor pemotongan babi.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik Provinsi Bali merilis bahwa selama 2014 setidaknya telah terjadi sembilan kali kenaikan harga daging babi di Pulau Dewata.
Sumantra mengatakan kenaikan harga daging babi hingga beberapa kali itu lebih disebabkan karena biaya produksinya yang tinggi dan juga psikologi pasar terutama ketika menjelang hari raya keagamaan.
Ia mengemukakan, harga daging babi di Bali per kilogramnya berada di kisaran Rp60-65 ribu, sedangkan harga perkilogram untuk berat hidupnya sekitar Rp33 ribu.
"Dengan harga berat hidup babi setiap kilogramnya sekitar Rp33 ribu itu sesungguhnya sudah cukup memenuhi harapan petani. Harapan kami dengan harga yang seimbang itu maka peternak tetap mau menekuni usaha peternakan babi," ujarnya.
Namun, lanjut Sumantra, masyarakat sering mengeluh ketika harga daging babi naik. Padahal kalau peternak sampai merugi, ketersediaan daging babi pun bisa mengalami penurunan.
Di sisi lain, ucap dia, Gabungan Usaha Peternak Babi juga terus memantau kondisi sehingga peternakan babi tetap dapat mensuplai daging secara berkesinambungan.
Sumantra mengemukakan, populasi babi di Bali dalam setahun itu bisa mencapai 10 juta ekor. Dengan adanya pemotongan, jumlah populasi babi itu stabil pada kisaran 900 ribu ekor.(MFD)