Jakarta (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mencatat kerugian pendapatan negara atas kasus-kasus faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya sejak 2008 hingga 2014 mencapai Rp1,5 triliun.
"Data tim intelijen dan penyidikan Ditjen Pajak menunjukkan faktur pajak menjadi kasus yang paling mendominasi dilihat dari jumlah kasusnya meski nilai kerugiannya lebih kecil dibanding kasus lain pajak," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Kismantoro mengatakan jumlah kasus faktur pajak sejak 2008 sampai 2014 mencapai lebih dari 100 kasus.
"Kami akan membangun sistem pemberian nomor faktur pajak keluaran. Setiap pengusaha kena pajak yang akan menjual barang dan/atau jasa akan mengakses sistem itu," kata Kismantoro tentang pencegahan kasus faktur pajak.
Ditjen Pajak, lanjut Kismantoro, akan menerapkan sistem penomoran pajak secara dalam jaringan (online) itu pada April untuk sejumlah wajib pajak yang menjadi percontohan.
"Saya belum konfirmasi tanggalnya. Tapi, kami telah punya penjatahan nomor faktur pajak untuk wajib pajak secara manual sejak Juni 2012," katanya.
Pada Kamis (3/4), Ditjen Pajak bekerjasama dengan Bareskrim Polri menangkap pelaku penerbit pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dengan inisial Z alias J alias B di Jakarta Timur.
Penerbit pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya itu menggunakan nama perusahaan PT SIC, PT IGP, PT GIK, PT BSB, PT KGMP, PT BIS, PT BUMP, PT CDU, PT MNJ, PT SPPS, dan PT PML sejak 2003 hingga 2010.
Ditjen Pajak mencatat tindakan pelaku Z alias J alias B merugikan negara sebesar lebih dari Rp247 miliar.(WDY/WRA)