Iring-iringan truk besar pada pagi hari yang cerah itu memasuki kawasan Jimbaran, Nusa Dua Kabupaten Badung, Bali untuk mengangkut potongan ornamen patung Garuda Wisnu Kencama (GWK).
Patung tersebut digarap di NuArt Studio di kawasan Setra Duta, Sarijadi, Bandung, Jawa Barat.
Dua belas truk dari sekitar 400 truk yang akan memindahkan potongan ornamen GWK dari Kota Bandung ke Bali, tahap pertama sudah tiba di lokasi pembangunan patung GWK yang digarap sejak 8 Juni 1997.
Penggarapan megaproyek GWK dengan totol berat 3.000 ton kembali dilakukan sejak Maret 2013 melibatkan 200 pekerja di Bandung dan pembangunan kembali di kawasan Jimbatan, Bali peletakan batu pertama akan dilakukan 23 Agustus 2013, tutur penggagas dan pelaksana GWK I Nyoman Nuarta (62).
Pria kelahiran Banjar Tegal Linggah, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan 14 November 1951 itu berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan patung monumental yang sempat `makrak` selama 16 tahun.
Suami dari Nyonya Sintia itu menghadapi berbagai kendala dan hambatan. Dia hanya mampu membangun bagian dada dan kepala tanpa tangan dari Wisnu, meskipun kawasan GWK sebagai "Cultural park" sebagian besar berhasil dirampungkan.
Di tengah perkembangan pariwisata Bali kawasan GWK berhasil menjelma sebagai destinasi wisata baru yang menyerap 2.000-3.000 wisatawan setiap hari hingga sekarang.
Oleh sebab itu, ayah dari dua putri itu bertekad untuk mampu merampungkan GWK dalam kurun waktu tiga tahun mendatang dengan merangkul investor lokal yang sanggup mendanai pembangunan kembali GWK yang melebihi tinggi patung Liberty di New York Amerika Serikat.
Pembangunan kembali patung GWK menjulang setinggi 126 meter itu akan menata sekitar 300 meter di selatan lokasi patung yang sekarang.
Nyoman Nuarta, alumnus pendidikan di Departemen Seni Murni Institut Teknologi Bandung tahun 1973 yang bertindak sebagai inisiator, bertekad kuat bahwa pembangunan GWK akan menjadi "landmark" pariwisata Indonesia di abad modern.
Oleh sebab itu pembangunan lanjutan yang sudah mendapat dukungan penuh dari investor lokal (Alam Sutra) tidak boleh lagi terhenti. Dengan lanjutan pembangunan GWK, sosok pria yang pernah memenangkan sayembara pembangunan patung proklamator di Jakarta saat menjadi mahasiswa merasa seolah-olah dilahirkan kembali.
Patung Wisnu yang tidak lengkap selama ini di kawasan GWK, 30 km selatan Kota Denpasar itu tidak akan dibongkar namun dibiarkan seperti sedia kala.
Nyoman Nuarta ketika melepas pengiriman potongan ornamen GWK dari bengkel kerjanya di Badung ke Bali menjelaskan, tubuh dan kepala Wisnu di kawasan GWK kini sudah menjadi bagian dari sejarah perjalanan kebudayaan Indonesia pada umumnya, dan Bali pada khususnya.
"Kita tidak bisa melawan kehendak sejarah. Jadi biarkan saja Dewa Wisnu yang sekarang sebagai penanda pasang surutnya keinginan saya untuk mewujudkan dan memberikan sumbangan pemikiran terbaik bagi bangsa Indonesia. Bahwa kita bangsa dan generasi besar, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain di dunia," ujar Nyoman Nuarta.
Pembangunan patung GWK yang membutuhkan dana sebesar Rp307 miliar yang terdiri atas pembuatan patung Rp 150 miliar dan biaya pemasangan Rp157 miliar akan dilakukan dari awal mulai dari peletakan fondasi (Pedestal) serta tubuh patung.
"Dalam tiga tahun mendatang pembangunan GWK diharapkan bisa rampung, sehingga nantinya ada dua patung, yakni patung Wisnu setengah jadi dan GWK yang berdiri secara utuh sesuai dengan cita-cita dan harapan semula," ujar Nyoman Nuarta.
Melebihi patung Liberty
Pembangunan kembali patung GWK akan memiliki tinggi 75 meter dengan rentang sayap garuda sepanjang 64 meter dan tinggi pedestal 60 meter. Dengan demikian tinggi patung dan pedestal secara kesuluruhan akan menjulang setinggi 126 meter.
Ketinggian GWK akan melebihi patung Liberty di New York Amerika Serikat yang memiliki ketinggian 93 meter. Patung GWK dibuat dari bahan tembaga dan kuningan dengan memiliki total berat 3.000 ton.
Sementara struktur patung dibangun dari "stainless steel", sehingga GWK akan memiliki daya tahan terhadap kekuatan gempa berskala 7,5 SR. Secara keseluruhan jika dihitung termasuk ketinggian lokasi patung di Bukit Balangan, Jimbaran, Bali, kira-kira sepuluh kilometer di selatan Bandara Internasional Ngurah Rai, patung GWK akan menjulang setinggi 276 di atas permukaan laut.
Ketinggian tersebut menurut Nyoman Nuarta, telah memenuhi ketentuan ketinggian bangunan yang berada di dekat dengan bandara internasional.
Pembuatan patung GWK sepenuhnya dilakukan di NuArt Studio di kawasan Setra Duta, Sarijadi, Bandung, Jawa Barat. Studio tersebut melibatkan 200 orang untuk melakukan konstruksi patung yang dibuat dalam irisan-irisan melintang.
Begitu bagian-bagian selesai langsung kirim ke Bali untuk kemudian dirakit menjadi patung GWK. Seluruh pengerjaan irisan demi irisan patung yang mahabesar itu diprogram dalam komputer. "Jadi seandainya saya berhalangan pun pengerjaan patung ini akan tetap bisa diteruskan," kata Nyoman Nuarta.
Sejak tercapainya kesepakatan dengan pihak investor, pengerjaan model dan disusul dengan irisan-irisan patung sudah mulai dilakukan NuArt Studio Maret lalu. Saat ini para pekerja sibuk menggarap bagian demi bagian patung agar tiga tahun mendatang seluruh konstruksi patung dari pedestal dan tubuh patung selesai dibangun.
Dalam tubuh patung GWK sampai setinggi dada, para pengunjung bisa naik dengan menggunakan lift khusus (tangga bergerak). Dari ketinggian di dalam rongga GWK wisatawan dan pengunjung dapat menikmati keindahan panorama alam Pulau Dewata. Dari ketinggian itu juga bisa disaksikan keelokan Gunung Agung di kejauhan timur laut Pulau Bali.
`Cultural Park`
GWK yang dirancang pada masa pemerintahan orde baru itu bukan menjadi sebuah patung yang mandiri, yang hanya mengetengahkan keindahan karya seniman Nyoman Nuarta.
GWK dibangun sebagai "landmark" dari kawasan wisata bernama "cultural park" sebuah taman kebudayaan, di mana para pengunjung bisa menikmati berbagai suguhan atraksi kebudayaan di dalamnya.
Kawasan kebudayaan GWK dibangun di atas lahan seluas 80 hektare dan memiliki berbagai fasilitas kebudayaan dan pariwisata. Di sini telah dan akan dibangun museum kebudayan, galeri seni, ruang pameran, toko penjual cenderamata dan "convention hall" berkapasitas 700 orang.
Selain itu kawasan tersebut juga dilengkapi dengan arena bermain, restoran, sejumlah panggung pertunjukan, dan danau yang akan menjadi ciri khas kawasan di daerah bukit kapur di Kabupaten Badung, Bali Selatan.
Nyoman Nuarta sejak semula berkomitmen, bahwa areal tanah kapur itu akan menjadi hasil karya manusia modern yang kemudian diwariskan kepada generasi mendatang.
"Selama ini pariwisata Bali dan Indonesia umumnya kebanyakan menjual warisan yang dulu dibangun oleh nenek moyang. Kini saatnya kita membuat sesuatu yang bisa diwariskan kepada generasi penerus," ujar Nyoman Nuarta.
GWK dibangun di atas areal perbukitan kapur yang sebagian besar telah ditinggalkan oleh para penambang dalam keadaan compang-camping. Pemilihan lokasi sudah mempertimbangkan penggunaan lahan.
Sebagian besar lahan di perbukitan kapur yang berlokasi di Bali selatan itu memang tidak produktif, menjadi salah satu dasar pertimbangan pembangunan GWK, tutur Nyoman Nuarta.
Makna Simbolik
Patung Garuda Wisnu Kencana bagi masyarakat Bali mengandung makna simbolik, karena hampir pada setiap bangunan suci yang beruwujud Padmasana, pada bagian belakangnya diberi lukisan atau pahatan burung garuda.
Bahkan pada usungan jenazah yang disebut "wadah" atau "Bade" juga selalu dibuat ornamen berupa burung garuda. Cerita mengenai burung garuda sebagai sang pembebas dari keterikatan duniawi telah mengilhami para seniman Bali sejak dulu hingga sekarang untuk memberi tempat yang khusus bagi burung yang disucikan itu.
Garuda adalah simbol kebebasan dari belitan para naga, yang menyimbolkan benda-benda duniawi. Dengan demikian garuda adalah simbol tubuh manusia yang ingin mencari pembebasan.
Untuk itulah manusia bersedia menjadi kendaraan dewa, dalam hal ini Dewa Wisnu, simbol dari tugas kebijakan yang diperintahkan Tuhan melalui ajaran agama, agar bisa mendapatkan amerta.
Dewa Wisnu sendiri tak lain adalah Hyang Widhi dalam fungsinya (manifestasi) untuk memelihara dunia dan segala isinya. Di dalam menjalankan tugasnya sebagai pemelihara alam semesta, Dewa Wisnu didampingi oleh dua sakti beliau, yang dalam mitologi dikenal bernama Dewi Sri atau Dewi Kemakmuran dan Dewi Laksmi, Dewi Keberuntungan.
Dengan demikian Garuda sebagai kendaraan dari Dewa Wisnu adalah simbol manusia mengemban tugas dari Tuhan untuk melestarikan alam. Dalam melaksanakan pelestarian itu, manusia boleh menikmati kemakmuran dan keberuntungan, tetapi tidak boleh terikat dengan pamrih untuk kepentingan pribadi.
Garuda Wisnu mengandung filsafat hidup, "bagaimana caranya bisa hidup di dunia, tetapi tidak asin oleh garamnya dunia." Seperti nakhoda dengan perahu layar di samudera luas, tetapi tidak tenggelam oleh air lautan, tutur Nyoman Nuarta. (WRA)