Denpasar (ANTARA) - Puluhan anak yang tergabung dalam Sanggar Seni Sudha Wirad, Banjar Pipitan, Desa Canggu, Kabupaten Badung, Bali menampilkan seni Gong Kebyar Anak-anak pada rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-47 tahun 2025.
“Kami bangga melihat kreativitas anak-anak kami. Garapan seni yang ditampilkan juga luar biasa. Selain lucu, penampilan mereka juga tidak dibuat-buat, jadi kesan anak-anaknya itu tetap melekat,” ujar Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Badung Rasniathi Adi Arnawa di Denpasar, Bali, Selasa.
Ia mengatakan kreativitas anak-anak di Badung khususnya dalam berkesenian diharapkan dapat terus meningkatkan.
Hal itu harus dilakukan agar seni dan tradisi budaya Bali dapat terus terjaga kelestariannya melalui peran para generasi muda.
“Sekarang sudah bagus tetapi ke depannya lebih ditingkatkan lagi. Semoga anak-anak kita menjadi anak-anak bangsa yang berkualitas dan cerdas semuanya,” kata Rasniathi Adi Arnawa.
Baca juga: Seniman drama gong tradisi Badung angkat nilai kepahlawanan di PKB
Sekretaris Sanggar Sudha Wirad I Putu Wahyudi Cahaya Putra mengungkapkan melalui pementasan pihaknya mengajak generasi muda untuk melestarikan budaya dengan membawa pesan untuk bagaimana menyikapi hidup di antara masa dulu dan kekinian.
Pada pementasannya, Sanggar Seni Sudha Wirad membuka penampilan dengan sajian tabuh kreasi dengan ritme yang beragam sebagai refleksi musik sebagai ruang yang memberi tempat bagi segala perbedaan untuk bersuara.
Penampilan dilanjutkan dengan pementasan tari Tedung Sari yang terinspirasi dari keberadaan sebuah properti yang sehari-hari digunakan masyarakat bali sebagai sarana prasarana upacara.
“Sebagai pertunjukan terakhir kami menampilkan dolanan bertajuk Kidal Kidul yang ditampilkan anak-anak secara atraktif di atas panggung untuk menghibur ribuan penonton di lokasi pementasan,” kata dia.
Baca juga: Wamenpar yakini Pesta Kesenian Bali beri kontribusi untuk pariwisata
Putu Wahyudi menjelaskan dolanan “Kidal Kidul” memberikan gambaran banyaknya perbedaan yang terjadi seiring perubahan zaman.
Menurut dia, anak-anak di masa kini memiliki beragam pilihan permainan, baik permainan tradisional maupun modern. Namun tantangannya adalah menyesuaikan diri, tidak terpaku pada yang kuno, juga tidak larut pada hal modern.
“Oleh karena itu, di atas panggung kami menyajikan dua jenis permainan. Pada permainan tradisional, ditampilkan permainan melayangan dan medagang-dagangan. Sedangkan permainan modern lebih pada penggunaan teknologi seperti game dan vlog,” kata dia.
Ia menambahkan tema itu diangkat terinspirasi dari fenoemena di wilayah Canggu sebagai salah satu wilayah Badung yang cukup maju di sektor pariwisata, namun anak-anak harus tetap memiliki ruang untuk bermain permainan tradisonal dan modern.
“Jadi, kami mencoba menuangkan fenomena itu ke dalam garapan seni dan juga berbagai properti yang mendukung. Di sini kami memberi pesan betapa pentingnya menjaga diri dari pengaruh modernisasi khususnya di gawai,” kata Putu Wahyudi.