Rapat Kerja Nasional Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Jumat dalam rangka HUT ke-39 organisasi advokat tersebut menyoroti penerapan pemberantasan tindak pidana korupsi yang berkeadilan.
Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia Dr. Maqdir Ismail mengatakan saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam penegakan hukum.
Hal itu merujuk pada laporan World Justice Project, yang menggarisbawahi Indeks Negara Hukum Indonesia stagnan di angka 0,53 selama satu dekade terakhir, bahkan peringkatnya terus menurun dibandingkan negara lain.
Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara harapan masyarakat akan keadilan dan realitas penegakan hukum yang sering kali “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Namun demikian, Ikadin akan berusaha membantu Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum yang dilakukan secara adil dengan menjunjung tinggi dan dihormatinya hak asasi manusia.
"Ikadin akan berusaha untuk melakukan kaji ulang terhadap kegagalan pemberantasan korupsi dengan berfokus pada suap menyuap," katanya.
Dalam pidato pertama Presiden Prabowo Subianto dia menjanjikan pemberantasan korupsi secara masif.
Namun, pada sisi yang lain masyarakat dan sebagian advokat merasa was-was karena mereka belum mendengar bagaimana cara pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
"Akan menjadi celaka bagi bangsa ini kalau pemberantasan korupsi dilakukan dengan cara yang tidak berkeadilan apalagi jika dialamatkan kepada lawan politik atau potensi lawan politik," katanya.
Oleh karena itu, keinginan presiden untuk memberantas korupsi, maka persoalan pokoknya adalah bagaimana arah pemberantasan korupsi yang masuk dalam kategori merugikan keuangan negara harus dilandasi oleh perbuatan korupsi lain seperti suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam penerimaan gratifikasi.
Dalam forum tersebut, Ganjar Pranowo dan Anis Rasyid Baswedan turut menjadi pembicara utama.
Anis Baswedan dalam paparannya berbicara mengenai integritas seorang pemimpin dalam memperoleh kepastian hukum dan keadilan. Menurutnya, integritas pemimpin saat ini mulai hilang.
Ia pun mengambil contoh seorang tokoh Indonesia yang memiliki integritas yakni Mohammad Hatta atau Bung Hatta.
"Para pendiri Republik ini semua intelektual tapi mereka mendapatkan kepercayaan rakyat bukan karena intelektualitas mereka dapat kepercayaan dari rakyat dari publik, itu karena integritas dan ini yang menurut saya harus dikembalikan," katanya.
Anies berharap pemimpin saat ini memiliki intelektualitas dan integritas demi kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Sementara itu, Ganjar Pranowo menyatakan optimismenya terhadap kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Mantan gubernur Jawa Tengah itu meminta agar tidak terlalu skeptis dengan kinerja Prabowo.
"Kita beri kesempatan kepada pemerintah hari ini untuk melakukan seluruh pekerjaan, menepati seluruh janjinya, dan kita sebagai pemberi mandat itu mengontrol," katanya.
Ganjar menyebut masih terlalu dini untuk mengevaluasi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia Dr. Maqdir Ismail mengatakan saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam penegakan hukum.
Hal itu merujuk pada laporan World Justice Project, yang menggarisbawahi Indeks Negara Hukum Indonesia stagnan di angka 0,53 selama satu dekade terakhir, bahkan peringkatnya terus menurun dibandingkan negara lain.
Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara harapan masyarakat akan keadilan dan realitas penegakan hukum yang sering kali “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Namun demikian, Ikadin akan berusaha membantu Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum yang dilakukan secara adil dengan menjunjung tinggi dan dihormatinya hak asasi manusia.
"Ikadin akan berusaha untuk melakukan kaji ulang terhadap kegagalan pemberantasan korupsi dengan berfokus pada suap menyuap," katanya.
Dalam pidato pertama Presiden Prabowo Subianto dia menjanjikan pemberantasan korupsi secara masif.
Namun, pada sisi yang lain masyarakat dan sebagian advokat merasa was-was karena mereka belum mendengar bagaimana cara pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
"Akan menjadi celaka bagi bangsa ini kalau pemberantasan korupsi dilakukan dengan cara yang tidak berkeadilan apalagi jika dialamatkan kepada lawan politik atau potensi lawan politik," katanya.
Oleh karena itu, keinginan presiden untuk memberantas korupsi, maka persoalan pokoknya adalah bagaimana arah pemberantasan korupsi yang masuk dalam kategori merugikan keuangan negara harus dilandasi oleh perbuatan korupsi lain seperti suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam penerimaan gratifikasi.
Dalam forum tersebut, Ganjar Pranowo dan Anis Rasyid Baswedan turut menjadi pembicara utama.
Anis Baswedan dalam paparannya berbicara mengenai integritas seorang pemimpin dalam memperoleh kepastian hukum dan keadilan. Menurutnya, integritas pemimpin saat ini mulai hilang.
Ia pun mengambil contoh seorang tokoh Indonesia yang memiliki integritas yakni Mohammad Hatta atau Bung Hatta.
"Para pendiri Republik ini semua intelektual tapi mereka mendapatkan kepercayaan rakyat bukan karena intelektualitas mereka dapat kepercayaan dari rakyat dari publik, itu karena integritas dan ini yang menurut saya harus dikembalikan," katanya.
Anies berharap pemimpin saat ini memiliki intelektualitas dan integritas demi kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Sementara itu, Ganjar Pranowo menyatakan optimismenya terhadap kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Mantan gubernur Jawa Tengah itu meminta agar tidak terlalu skeptis dengan kinerja Prabowo.
"Kita beri kesempatan kepada pemerintah hari ini untuk melakukan seluruh pekerjaan, menepati seluruh janjinya, dan kita sebagai pemberi mandat itu mengontrol," katanya.
Ganjar menyebut masih terlalu dini untuk mengevaluasi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Menurutnya, pemerintahan yang baru memerlukan waktu untuk menunjukkan kinerjanya kepada masyarakat selama lima tahun ke depan.