Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali, merancang pembangunan jangka panjang melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025–2045.
"Saya menginginkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025–2045 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2025 disusun menjadi bingkai dari gambaran rencana pembangunan yang akan dilakukan," kata Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana di Gedung Mr. I Ketut Pudja, Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu.
Kabupaten Buleleng dan khususnya Kota Singaraja yang dahulu merupakan ibu kota Sunda Kecil sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang kuat dan alamnya cocok untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas.
Menurut dia, jumlah masyarakat Buleleng merupakan yang dominan di Provinsi Bali sehingga tumbuh juga sebagai pelaku-pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Buleleng juga memiliki garis pantai terpanjang, dan potensi kelautan yang mumpuni.
Baca juga: Gubernur Bali targetkan kemiskinan tinggal 1 persen
Dengan segala potensi tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Buleleng memiliki pondasi ekonomi yang kuat jika dikelola dengan baik.
"Yang harus kita sentuh adalah hati nurani kita untuk merasakan memiliki Buleleng ini seutuhnya sehingga potensi yang ada sebagai karunia Tuhan bisa kita kelola dengan baik dan tepat," katanya.
Lihadnyana berharap RPJPD 2025–2045 disusun secara cermat dan mendetail untuk menjadi bingkai dari gambaran pembangunan yang akan dikerjakan.
Menurutnya, jika yang dihasilkan hanyalah tumpukan dokumen tanpa realisasi maka akan menjadikan seluruh upaya yang dilakukan percuma.
Dalam menyusun rencana pembangunan, hendaknya merinci program seperti apa Buleleng ke depannya. Dokumen rencana pembangunan tersebut juga harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman serta sinkron dengan tuntutan masyarakat sehingga, bisa benar-benar menjadi pakem.
Baca juga: Badung Bahas Perubahan RPJPD-Tata Ruang
"Kalau tidak, setiap lima tahun kita mulai dari nol pembangunan itu. Sedangkan sebelumnya sudah ada pemerintahan yang lama. Itu esensi dari RPJPD," papar Lihadnyana.
Lihadnyana berpesan agar rencana pembangunan yang akan disusun juga memperhitungkan desa sebagai entitas pemerintahan. Hal itu harus diperhatikan agar pemerintah desa yang juga mengelola sumber daya, mengelola anggaran dan membuat rencana pembangunan, agar tidak tumpang tindih dengan apa yang dibiayai dari kabupaten.
Selain itu, pada penyusunan RKPD 2025 juga harus dicermati karena merupakan tahun transisi dan akan ada kepala daerah definitif yang membawa visi misi yang harus dipenuhi kepada masyarakat.
Meski demikian, ia mengingatkan agar rencana pembangunan disesuaikan dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang berhubungan dengan belanja rutin dan mandatori.
"Ini yang kita susun ini adalah masa transisi, tetapi yang mungkin dan pasti dilakukan adalah satu adalah belajar rutin. Karena itulah kita harus pintar-pintar di dalam merumuskan sebuah perencanaan pembangunan di masa transisi," kata dia.
"Saya menginginkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025–2045 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2025 disusun menjadi bingkai dari gambaran rencana pembangunan yang akan dilakukan," kata Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana di Gedung Mr. I Ketut Pudja, Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu.
Kabupaten Buleleng dan khususnya Kota Singaraja yang dahulu merupakan ibu kota Sunda Kecil sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang kuat dan alamnya cocok untuk pengembangan sektor pertanian dalam arti luas.
Menurut dia, jumlah masyarakat Buleleng merupakan yang dominan di Provinsi Bali sehingga tumbuh juga sebagai pelaku-pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Buleleng juga memiliki garis pantai terpanjang, dan potensi kelautan yang mumpuni.
Baca juga: Gubernur Bali targetkan kemiskinan tinggal 1 persen
Dengan segala potensi tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Buleleng memiliki pondasi ekonomi yang kuat jika dikelola dengan baik.
"Yang harus kita sentuh adalah hati nurani kita untuk merasakan memiliki Buleleng ini seutuhnya sehingga potensi yang ada sebagai karunia Tuhan bisa kita kelola dengan baik dan tepat," katanya.
Lihadnyana berharap RPJPD 2025–2045 disusun secara cermat dan mendetail untuk menjadi bingkai dari gambaran pembangunan yang akan dikerjakan.
Menurutnya, jika yang dihasilkan hanyalah tumpukan dokumen tanpa realisasi maka akan menjadikan seluruh upaya yang dilakukan percuma.
Dalam menyusun rencana pembangunan, hendaknya merinci program seperti apa Buleleng ke depannya. Dokumen rencana pembangunan tersebut juga harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman serta sinkron dengan tuntutan masyarakat sehingga, bisa benar-benar menjadi pakem.
Baca juga: Badung Bahas Perubahan RPJPD-Tata Ruang
"Kalau tidak, setiap lima tahun kita mulai dari nol pembangunan itu. Sedangkan sebelumnya sudah ada pemerintahan yang lama. Itu esensi dari RPJPD," papar Lihadnyana.
Lihadnyana berpesan agar rencana pembangunan yang akan disusun juga memperhitungkan desa sebagai entitas pemerintahan. Hal itu harus diperhatikan agar pemerintah desa yang juga mengelola sumber daya, mengelola anggaran dan membuat rencana pembangunan, agar tidak tumpang tindih dengan apa yang dibiayai dari kabupaten.
Selain itu, pada penyusunan RKPD 2025 juga harus dicermati karena merupakan tahun transisi dan akan ada kepala daerah definitif yang membawa visi misi yang harus dipenuhi kepada masyarakat.
Meski demikian, ia mengingatkan agar rencana pembangunan disesuaikan dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang berhubungan dengan belanja rutin dan mandatori.
"Ini yang kita susun ini adalah masa transisi, tetapi yang mungkin dan pasti dilakukan adalah satu adalah belajar rutin. Karena itulah kita harus pintar-pintar di dalam merumuskan sebuah perencanaan pembangunan di masa transisi," kata dia.