Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Bali, menyebutkan penyebab kematian seekor ikan hiu paus (Rhincondon typus) di Pantai Air Kuning, Jembrana, karena mati lemas terjerat dalam jaring pukat nelayan.
Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso saat dihubungi di Denpasar, Bali, Senin, mengatakan ikan hiu paus atau hiu tutul tersebut pertama kali ditemukan nelayan setempat pada Sabtu (17/6) dalam keadaan sudah mati setelah sempat dilepaskan kembali ke laut.
"Informasi dari lapangan awalnya terjerat jaring pukat. Kemudian berusaha untuk dikeluarkan oleh nelayan dan berhasil, namun malamnya balik lagi ke daratan akhirnya mati," katanya.
Dia mengatakan ikan hiu paus tersebut biasanya mencari makan ikan-ikan kecil dan tak jarang pula terjerat dalam jaring nelayan. Dalam kasus hiu paus di Jembrana, Yudiarso menyebutkan untuk sementara dari pemeriksaan luar tidak ditemukan ada tanda-tanda kekerasan pada ikan tersebut.
"Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Di tempat ditemukan (hiu paus) itu lautnya cukup landai, jadi dia terjebak jaring. Karena dia ikan, bukan mamalia, seperti paus kalau sudah tidak terkena air lagi ya nggak lama waktunya dia pasti mati," katanya.
Pada Minggu (18/6), tim dari Jaringan Satwa Indonesia telah melakukan pembedahan untuk mengetahui secara medis penyebab kematian paus tersebut. Hingga kini, BPSPL belum mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium atas nekropsi atau pembedahan hiu paus tersebut.
Menurut Yudiarso, populasi ikan hiu paus mayoritas hidup di perairan Bali selatan dan utara.
Dari beberapa kasus yang sebelumnya pernah ditangani oleh BPSPL, ikan tersebut ditemukan di daerah Selat Bali, Jembrana, perbatasan dengan Banyuwangi, selatan Jembrana, Nusa Penida selatan, dan Bali utara terdapat di daerah Gerogak, Buleleng. Namun demikian, populasi ikan tersebut tidak banyak.
Yudiarso mengimbau masyarakat untuk segera melapor kepada petugas apabila terjadi hal serupa agar dapat ditangani dengan cepat. Apalagi pada musim ikan lemuru sekarang ini, di daerah Jembrana, daerah selatan Bali, nelayan banyak yang menggunakan pukat tarik.
"Makanan hiu paus ini jadi makanan ikan lemuru juga. Kami sarankan jika nelayan menemukan itu segera melepaskan hiu paus itu dari jaringnya, dorong segera ke laut. Upayakan dia hidup, jangan dikonsumsi serta lapor ke aparat terdekat," katanya.
Dia juga mewanti-wanti masyarakat agar tidak menangkap ikan hiu paus karena satwa tersebut masuk kategori terlindungi dan sudah diatur dalam Pasal 16 juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
"Kami nggak mau juga karena nelayan nggak paham, kemudian melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, supaya tidak terjadi, jangan menangkapnya," katanya.
Kepala BPSPL Denpasar Permana Yudiarso saat dihubungi di Denpasar, Bali, Senin, mengatakan ikan hiu paus atau hiu tutul tersebut pertama kali ditemukan nelayan setempat pada Sabtu (17/6) dalam keadaan sudah mati setelah sempat dilepaskan kembali ke laut.
"Informasi dari lapangan awalnya terjerat jaring pukat. Kemudian berusaha untuk dikeluarkan oleh nelayan dan berhasil, namun malamnya balik lagi ke daratan akhirnya mati," katanya.
Dia mengatakan ikan hiu paus tersebut biasanya mencari makan ikan-ikan kecil dan tak jarang pula terjerat dalam jaring nelayan. Dalam kasus hiu paus di Jembrana, Yudiarso menyebutkan untuk sementara dari pemeriksaan luar tidak ditemukan ada tanda-tanda kekerasan pada ikan tersebut.
"Tidak ada tanda-tanda kekerasan. Di tempat ditemukan (hiu paus) itu lautnya cukup landai, jadi dia terjebak jaring. Karena dia ikan, bukan mamalia, seperti paus kalau sudah tidak terkena air lagi ya nggak lama waktunya dia pasti mati," katanya.
Pada Minggu (18/6), tim dari Jaringan Satwa Indonesia telah melakukan pembedahan untuk mengetahui secara medis penyebab kematian paus tersebut. Hingga kini, BPSPL belum mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium atas nekropsi atau pembedahan hiu paus tersebut.
Menurut Yudiarso, populasi ikan hiu paus mayoritas hidup di perairan Bali selatan dan utara.
Dari beberapa kasus yang sebelumnya pernah ditangani oleh BPSPL, ikan tersebut ditemukan di daerah Selat Bali, Jembrana, perbatasan dengan Banyuwangi, selatan Jembrana, Nusa Penida selatan, dan Bali utara terdapat di daerah Gerogak, Buleleng. Namun demikian, populasi ikan tersebut tidak banyak.
Yudiarso mengimbau masyarakat untuk segera melapor kepada petugas apabila terjadi hal serupa agar dapat ditangani dengan cepat. Apalagi pada musim ikan lemuru sekarang ini, di daerah Jembrana, daerah selatan Bali, nelayan banyak yang menggunakan pukat tarik.
"Makanan hiu paus ini jadi makanan ikan lemuru juga. Kami sarankan jika nelayan menemukan itu segera melepaskan hiu paus itu dari jaringnya, dorong segera ke laut. Upayakan dia hidup, jangan dikonsumsi serta lapor ke aparat terdekat," katanya.
Dia juga mewanti-wanti masyarakat agar tidak menangkap ikan hiu paus karena satwa tersebut masuk kategori terlindungi dan sudah diatur dalam Pasal 16 juncto Pasal 88 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
"Kami nggak mau juga karena nelayan nggak paham, kemudian melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, supaya tidak terjadi, jangan menangkapnya," katanya.