Denpasar (ANTARA) - Sebanyak 18 koreografer muda dari berbagai provinsi di Indonesia mengikuti sesi laboratorium seni tari dalam ajang Temu Seni Tari serangkaian agenda Festival Indonesia Bertutur 2022 di situs Gunung Kawi Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 Melati Suryodarmo dalam keterangan tertulisnya di Denpasar, Rabu mengatakan ajang Temu Seni Tari menuju Festival Indonesia Bertutur 2022 ini diadakan dengan mengacu pada kerangka besar "Mengalami Masa Lampau, Menumbuhkan Masa Depan".
Acara yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan ini berlangsung di Ubud, Gianyar, Bali dari 18-24 Juli 2022.
"Sebanyak 18 koreografer muda Indonesia dengan aneka genre itu hadir dalam acara Temu Seni Tari sebagai sebuah ajang silaturahmi, apresiasi dan jejaring seni tari sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia," ujarnya.
Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture), yang akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.
"Kami berharap pengalaman akan masa lampau tidak hanya ditengok ulang lewat situs cagar budaya, namun juga dipertemukan dengan perspektif dan tubuh kekinian," ucap Melati.
Baca juga: Kunjungan Obama Tingkatkan Citra Pariwisata Bali (Video)
Pihaknya berharap melalui laboratorium seni ini bisa mengenali kaitan dan keberlanjutan yang lampau dan yang akan datang lewat praktik-praktik ketubuhan dalam tari dan koreografi.
Program Temu Seni Tari yang digelar di Ubud Bali diawali dengan Napak Tilas dan Sarasehan tentang situs cagar budaya Gunung Kawi, Tampaksiring, Gianyar.
Sementara itu, kurator seni rupa dan narasumber Temu Seni Tari I Made Susanta Dwitanaya mengatakan Napak Tilas Gunung Kawi dirancang untuk mengajak koreografer muda mengenal bentuk, nama dan fungsi candi-candi yang ada di situs ini.
Dengan demikian mereka bisa menyerap vibrasi dan rasa dari masa lampau yang bisa menjadi sumber kekaryaan mereka," ujarnya.
"Saya melihat beberapa peserta bahkan sudah bisa merespons dengan tari dan olah tubuh di Candi Lima, sepertinya vibrasi dan suasana hening di Gunung Kawi benar-benar menginspirasi mereka," kata Susanta di sela-sela Napak Tilas di Gunung Kawi.
Sementara itu sastrawan dan narasumber Temu Seni Tari, Ketut Eriadi Ariana dalam sesi sarasehan memaparkan sebagai sebuah cagar budaya Gunung Kawi memiliki derajat yang tinggi karena ditetapkan juga oleh United Nations Educational, Scientif and Cultural Organization (UNESCO) sebagai World Heritage.
Eriadi menjelaskan Gunung Kawi yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, Gianyar merupakan situs suci yang sangat penting bagi peradaban dan budaya Bali , menjadi salah satu inspirasi lahirnya karya sastra di Bali.
Dia menyebut kompleks candi ini merupakan gambaran refleksi filosofi bahwa air memiliki keselarasan dalam konteks rohani dan keilmuan, mengalir dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, menjadi tumpuan dalam membangun gagasan kreatif.
Narasumber lain yang juga merupakan sastrawan dan peneliti, Ni Made Ari Dwijayanthi menuturkan fungsi utama Gunung Kawi sebuah situs sejarah di Bali adalah sebagai tempat suci, tempat manusia Bali merayakan momentum penghayatan spiritualitas dan tempat belajar mengenali diri dan kehidupan.
.