Jakarta (ANTARA) - Perbedaan pendapat antara orang tua dan anak sering kali menjadi masalah besar apalagi jika berkaitan dengan adat istiadat, sutradara Bene Dion Rajagukguk pun memberikan gambaran yang nyata tentang dinamika keluarga lewat film "Ngeri Ngeri Sedap".
Terkenal sebagai pelawak tunggal dan sutradara untuk "Ghost Writer" hingga "Cek Toko Sebelah: The Series", Bene kali ini menghadirkan warna baru dalam filmnya yang jauh dari kata komedi. "Ngeri Ngeri Sedap" merupakan sebuah drama keluarga dengan latar belakang suku Batak, menyampaikan keresahan anak-anak rantau yang terikat dengan adat dan budaya.
"Ngeri Ngeri Sedap" bercerita tentang Pak Domu (Arswendy Bening Swara) dan Mak Domu (Tika Panggabean) yang tinggal bersama anak perempuannya, Sarma (Gita Bhebhita) di Sumatra Utara. Mak Domu ingin sekali tiga anak laki-lakinya yang merantau yakni Domu (Boris Bokir), Gabe (Lolox) dan Sahat (Indra Jegel) bisa pulang kampung untuk menghadiri acara adat.
Baca juga: "Bali International Film Festival 2022" hadirkan 63 film dari 26 negara
Domu bekerja sebagai pegawai BUMN di Bandung dan memiliki pacar berdarah Sunda. Gabe, meninggalkan gelar sarjana hukumnya dan menjadi komedian terkenal di Jakarta. Sedangkan Sahat, merawat seorang pria tua di Yogyakarta yang ditemuinya saat melakukan kuliah kerja nyata (KKN).
Ketiganya selalu menolak pulang lantaran hubungan mereka tidak harmonis dengan Pak Domu. Bagi Domu, Gabe dan Sahat, ayahnya adalah sosok keras kepala, kolot dan tidak bisa menerima perbedaan pendapat.
Untuk membawa anak-anaknya kembali, Pak Domu dan Mak Domu akhirnya pura-pura bertengkar dan berencana cerai agar dapat perhatian. Usaha tersebut pun berhasil, namun masalah tidak selesai begitu saja dan semakin membuat keluarga ini terpecah.
Minim komedi
Saat melihat deretan pemain yang terlibat, penonton mungkin akan berpikir bahwa "Ngeri Ngeri Sedap" adalah film komedi berbalut drama. Wajar saja, sebab Bene memang membawa rekan-rekannya sesama pelawak tunggal untuk mengisi tokoh-tokoh yang diciptakan.
Namun buang jauh-jauh harapan tersebut. Film ini murni drama keluarga, unsur komedi hanya digunakan sebagai pengantar saja agar penonton bisa ikut terbawa dengan alur cerita yang sengaja dibangun dengan begitu halus untuk memasuki permasalahan yang semakin serius.
Baca juga: Pemkab Badung dukung Baliwood Land majukan desa wisata film dunia
Bene secara apik menggiring penonton mencapai titik emosi tertingginya dan menangis bersama dengan Domu, Gabe, Sahat, Mak Domu serta Sarma.
Tema yang diangkat dalam film ini memang begitu dekat dengan keluarga Indonesia. Ditambah lagi, Bene seolah-olah menyuarakan isi hati para anak Batak yang terikat dengan adat, sulitnya mendapat restu saat berpacaran dengan orang yang beda suku, tuntutan untuk menjadi kebanggaan kampung halaman serta peraturan tak tertulis lainnya yang menjadi batu sandungan.
Pada dasarnya, dinamika yang dihadapi oleh keluarga Domu juga terjadi pada suku lain di Indonesia. Oleh karena itu, meski film ini mengambil perspektif anak Batak, namun tetap terasa dekat, relevan dan mengena bagi penontonnya.
Hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya yang sangat canggung, bisa dialami siapa saja. Anak perempuan yang tidak boleh mengemukakan pendapat, nasib anak bungsu yang tak pernah didengar serta beban sebagai anak laki-laki pertama yang menjadi penerus silsilah keluarga juga sangat realistis dan terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Konflik yang dibicarakan tak hanya dari kacamata anak dalam memandang orang tua, tapi juga sebaliknya. Begitu juga mengenai hubungan istri dan suami, posisi mertua, keluarga besar dan masyarakat sekitar.
Budaya Batak
Salah satu kelebihan dari "Ngeri Ngeri Sedap" adalah memperkenalkan budaya Batak pada penonton. Film dengan latar belakang suku di Sumatra Utara ini terbilang masih jarang dipilih apalagi yang benar-benar membicarakan soal tata krama, kebiasaan dan adat istiadatnya.
Bene sendiri merupakan putra Batak dan para pemain yang terlibat dalam film ini juga orang-orang Batak. Maka tak heran, kalau Bene dapat menggambarkannya secara detail.
Suasana khas di kampung Sumatra Utara, Danau Toba, rumah Bolon (rumah adat Batak), upacara adat, makanan tradisional, dialog serta logat Batak ditampilkan dengan pas dan tidak berlebihan.
Bene juga menggandeng musisi Viky Sianipar untuk menggarap skoring yang mengiringi tiap adegan dan soundtrack-nya sehingga terasa sangat Batak.
Setidaknya lewat film ini penonton mendapat pengetahuan baru mengenai aturan, budaya serta cara hidup yang berpegang teguh pada adat istiadat.
Yang juga tak boleh dilupakan dari "Ngeri Ngeri Sedap" adalah pemandangan Danau Toba dan Bukit Holbung yang masih jarang diketahui oleh masyarakat di luar pulau Sumatra.
Di film ini, penonton akan melihat keindahan salah satu danau terbesar di Indonesia yang dikelilingi oleh bukit-bukit hijau. Dari atas Bukit Holbung, yang menjadi salah satu tempat pengambilan gambar, penonton juga disajikan penampakan Danau Toba yang begitu luas.
Secara keseluruhan "Ngeri Ngeri Sedap" bisa dibilang sebagai film yang memberikan banyak perspektif bagi yang menonton, baik dari sisi orang tua dan juga anak. Film ini jauh dari kata menggurui, namun mengajak seluruh anggota keluarga untuk saling introspeksi dan membenahi komunikasi agar dapat terus mengasihi.
Seperti judulnya, film ini menghadirkan "kengerian" di tiap masalah, namun membawa pulang perasaan sedap dan hati yang hangat setelah selesai menonton. "Ngeri Ngeri Sedap" sudah dapat disaksikan di seluruh bioskop Indonesia.