Denpasar (Antara Bali) - Muhammadiyah akan terus berupaya menyamakan persepsi dengan pemerintah soal penetapan awal puasa dan hari raya pada tahun-tahun mendatang.
"Kami akan terus berupaya agar tidak ada lagi perbedaan puasa dan hari raya pada tahun-tahun mendatang," kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Dakwah, H Ki Ageng Fatah Wibisono, di Denpasar, Minggu.
Pihaknya bersama Nahdlatul Ulama (NU) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) secara intensif terus melakukan pertemuan di beberapa tempat berbeda untuk merumuskan sebuah formulasi agar pada tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi perbedaan dalam menentukan awal puasa dan Lebaran.
"Kalau untuk Hari Raya Idul Adha, kami dan pemerintah, termasuk NU sudah sepakat jatuh pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2012," katanya ditemui sesuai Halal bi Halal dan Silaturahmi PW Muhammadiyah Provinsi Bali itu.
Terkait perbedaan awal Ramadhan 1433 Hijriah beberapa waktu lalu, Fatah menolak jika dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap pemerintah.
Menurut dia, Muhammadiyah telah berkomitmen untuk mengabadikan kepemimpinan pemerintah dalam periode lima tahun.
"Tidak boleh ada upaya-upaya untuk menghentikan pemerintahan di tengah jalan. Tidak boleh ada upaya menggulingkan pemerintah dalam kondisi apa pun," katanya.
Mengenai sikap mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais selaku motor reformasi untuk menggulingkan rezim Suharto dan inisiator Poros Tengah bersama Akbar Tanjung dalam melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Fatah tidak melihatnya sebagai tindakan yang bertentangan prinsip Muhammadiyah.
"Kami melihat saat itu Pak Amien hanya melontarkan kritikan yang kemudian diikuti oleh sikap pengunduran diri penguasa pada saat itu," katanya berkilah.(M038/T007)
Muhammadiyah Satukan Persepsi Hari Raya
Minggu, 16 September 2012 15:58 WIB