Jakarta (ANTARA) -
Pihak kepolisian menyebut penyebaran konten hoaks di media sosial sebagai politik "devide et impera" atau adu domba di era digital, apalagi
Direktur PT Bondowoso Salam Visual Nusantara AZ telah menyebarkan 765 konten hoaks,
"Kalau dulu kita kenal politik '
devide et impera' atau adu domba, sekarang ini adalah adu domba di era digital, menimbulkan keonaran , mengganggu keamanan dalam rangka keuntungan pribadi," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Hengki Haryadi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Direktur BSTV ditangkap terkait penyebaran hoaks
Hal itu disampaikan Hengki saat mengungkap penangkapan Direktur PT Bondowoso Salam Visual Nusantara yang berinisial AZ terkait dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks melalui kanal YouTube Aktual TV.
Selain AZ, polisi juga turut menangkap dua orang lainnya yang masing-masing berinisial M dan AF. Ketiganya ditangkap pada Agustus 2021 di wilayah Bondowoso, Jawa Timur.
Adapun AZ berperan sebagai pemilik kanal YouTube Aktual TV, yang mempunyai ide dan mengarahkan, dan menyortir hasil suntingan konten yg akan diunggah di kanal Aktual TV.
Tersangka kedua yakni M yang berperan mengelola kanal YouTube Aktual TV, melakukan "editing", konten kreator, serta mengunggah konten.
Polisi menyebut ada 765 konten hoaks dalam kanal YouTube Aktual TV. Konten hoaks tersebut kemudian disebarkan ke aplikasi pesan instan whatsApp, twitter, dan lain sebagainya hingga menjadi viral dan membahayakan apabila diterima masyarakat dengan tingkat literasi digital rendah.
"Kalau kita paham tidak akan percaya, kalau masyarakat yang literasi digitalnya rendah akan menganggap ini sebagai kebenaran, implikasinya ini akan berpotensi menimbulkan kegaduhan atau bisa juga sebagai kejahatan yang tidak terdeteksi tapi mendadak menimbulkan konflik," ujarnya.
Polisi juga menegaskan bahwa penangkapan AZ tidak terkait dengan profesinya di BSTV. Penangkapan AZ murni terkait dengan konten hoaks yang dibuat dan disebarkan tersangka.
Atas perbuatannya ketiga tersangka dijerat dengan UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 14 Ayat 1 ayat 2, Juncto Pasal 28 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara.
WapresSementara itu, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengajak seluruh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk menjaga umat dari bahaya provokasi dan hoaks di tengah perkembangan informasi di masyarakat.
"Kita harus menjaga umat daripada terprovokasi, banjir informasi dan tidak bisa dideteksi secara pasti mana yang fakta dan mana yang opini kabur, samar," kata Wapres dalam keterangannya melalui video yang dipantau, Rabu (20/10/2021).
Dalam acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. 1443 Hijriah melalui konferensi video, Selasa (19/10) malam, Wapres mengatakan bahwa informasi yang samar akan kebenaran dan fakta dapat membahayakan persatuan umat sehingga Wapres menyebut masa tersebut sebagai zamanul istiba.
"Adanya kemajuan teknologi informasi yang luar biasa sehingga terjadi berbagai informasi antara yang benar dan yang keliru, antara hak yang batil itu menjadi tersamarkan. Saya menyebut sebagai zamanul istiba," katanya.
Dengan kebebasan informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya tersebut, lanjut Wapres, penyebaran hoaks akan menjadi makin berkeliaran. "Ini orang menyebutnya post truth era, yaitu era kebenaran tersamarkan atau bahasa yang populer sekarang ialah berkeliarannya hoaks, berita bohong. Ini sangat berbahaya apabila kita tidak selektif dalam menerima itu," katanya.
Terlebih lagi dengan perkembangan teknologi informasi dan media sosial saat ini membuat informasi samar, hoaks, dan berita bohong dapat dengan mudah diterima masyarakat. "Ini bisa memecah belah bangsa apabila kita tidak menjaga umat dari informasi-informasi itu. Ini bukan hal mudah karena memang ini dibangun sedemikian rupa melalui media apa pun yang dijadikan alat untuk menyampaikan informasi yang tidak seluruhnya benar itu," katanya.
Oleh karena itu, Wapres berharap seluruh elemen masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dengan penyebaran hoaks, berita bohong, dan informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya itu.