Oleh IGK Agung Wijaya
Denpasar (Antara Bali) - Sejumlah siswa sekolah menengah atas (SMA) tampak asyik bermain sepak bola di Taman Kota Denpasar, walaupun cuaca panas menyengat siang itu.
Mereka sepertinya tidak mau menyia-nyiakan waktu yang diberikan oleh guru olahraga yang membawa siswa tersebut beraktivitas di taman kota.
Bagi para pelajar itu dapat beraktivis fisik di taman kota adalah hal yang sangat ditunggu karena susah jika mencari sendiri lapangan atau ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan oleh mereka untuk sekedar bermain atau berolahraga.
Lapangan atau lahan kosong yang ada di wilayah ibu kota Provinsi Bali itu sudah terkikis oleh pembangunan perumahan atau hotel yang tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan.
Hanya taman-taman kota yang masih bisa dimanfaatkan oleh pelajar dan warga untuk melakukan aktivitas fisik.
Tidak hanya di wilayah Denpasar, di kabupaten/kota lainnya di Pulau Dewata, ruang terbuka hijau masih terbatas.
Hal ini menunjukkan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) di kota dan kabupaten yang ada di Bali dinilai masih kurang dari yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan, yakni 30 persen.
"Sesuai dengan ketentuan undang-undang, di kawasan perkotaan harus tersedia 30 persen ruang terbuka hijau, namun untuk wilayah Pulau Dewata masih sekitar 20 persen," kata Kepala Satuan Kerja Balai Pengembangan Informasi Penataan Ruang Provinsi Bali, Taufan Madiasworo, di Denpasar, Sabtu (15/6).
Namun dia tidak dapat memberikan rincian serta kawasan mana di Bali yang masih sangat minim ruang terbuka hijaunya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, Ruchyat Deni Djakapermana, mengatakan, selama ini telah terjadi penurunan ruang terbuka di wilayah kota/kabupaten di seluruh Tanah Air.
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena arus urbanisasi ataupun migrasi yang tidak dapat dibendung sehingga lahan yang ada dimanfaatkan sebagian besar untuk pemukiman.
"Pembangunan yang mengakibatkan alih fungsi lahan yang pesat itu, kemungkinan terjadi karena dulu peraturan masih lemah sehingga tidak memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang seenaknya mengubah perda tentang tata ruang," ujarnya.
Namun hal itu akan berubah seiring dengan munculnya Undang Undang No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang lebih tegas sehingga para pemangku kebijakan tidak seenaknya melakukan perubahan Perda RTRW.
Selain itu peraturan tersebut, lanjut dia, membuat takut pemerintah daerah untuk bertindak di luar aturan karena akan diberikan sanksi berat, baik penjara maupun administratif.
Percantik Wilayah
Walaupun ruang terbuka hijau masih belum memenuhi kententuan, pemerintah daerah di kabupaten/kota terus berusaha untuk memperbaiki dan mempercantik wilayahnya.
Seperti Pemerintah Kabupaten Badung dengan menyiapkan dana Rp17 miliar untuk menata ruas jalan sepanjang 12 kilometer.
"Jalan yang ditata itu mulai dari kawasan Kuta sekitar Bandara Ngurah Rai sampai Nusa Dua," kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Badung, Putu Eka Merthawan.
Menurut dia, bentuk penataan tersebut berupa perbaikan trotoar serta menciptakan sejumlah ruang hijau terbuka di sepanjang ruas jalan tersebut.
Perbaikan ruas jalan itu, tambah Merthawan, akan dimulai pada awal Juli 2012 dengan target penyelesaian sampai akhir tahun 2012.
"Penataan tersebut nantinya akan berkonsep internasional dengan 80 persen menciptakan kawasan hijau di jalur utama menuju kawasan selatan kabupaten ini," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa rencana perbaikan itu mendapatkan respons dan dukungan dari masyarakat karena sebagian dari mereka telah merelakan sekitar tiga meter lahannya dari bahu jalan untuk dipercantik dengan dibuatkan taman.
Sementara itu, Yayat Supriatna selaku pengamat tata ruang nasional, menuturkan bahwa untuk menciptakan model perencanaan kota hijau yang cerdas harus memperhatikan empat faktor penting, di antaranya peran masyarakat, pemanfaat teknologi hijau dan nilai kearifan lokal.
"Jika faktor tersebut tidak diperhatikan, maka dikhawatirkan program perencanaan kota hijau tak berjalan serta memberikan dampak yang bisa memberikan inspirasi," ucapnya
Kepala Sub-Bidang Kebijakan dan Strategi Direktorat Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU, R. Endra Saleh Atmawijaya, berharap penataan wilayah perkotaan di seluruh Tanah Air bukan hanya sekedar program atau proyek semata yang dijalankan begitu saja sehingga pimpinan daerah bisa membuat taman kota.
"Jika pemikiran seperti itu bahwa program tersebut sebagai cara untuk bisa membuat taman kota, tentulah sangat salah. Karena banyak cara yang bisa dilakukan jika hanya berorientasi membangun taman saja," katanya.
Endra mengatakan, setiap kabupaten/kota, memperoleh dana masing-masing Rp1,5 miliar yang sifatnya merupakan anggaran pendampingan untuk membangun sistem, kultur, dan taman kota atau sarana fisik, sedangkan sisanya untuk membuat rencana besarnya.
Dana tersebut digunakan untuk persiapan dan perangsang untuk meningkatkan partisipasi semua pihak dalam menciptakan ruang terbuka hijau di perkotaan.(IGT/T007)