Jakarta (ANTARA) - Konsep sehat lebih sering dipahami sebatas kondisi absennya suatu penyakit dari tubuh. Namun harus disadari bahwa kesehatan sejatinya lebih luas dari itu.
Masyarakat di Tanah Air memang banyak dijejali informasi mengenai bagaimana cara terbaik menjaga kesehatan paripurna. Sayangnya pola-pola pencapaiannya cenderung masih instan.
Mereka sering melupakan bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang semestinya menjadi pola. Jika sehat telah terpola dalam otak maka tubuh bukan semata terbebas dari penyakit melainkan hidup menjadi lebih berkualitas.
Terlebih di tengah pandemi COVID-19, meluruskan kembali paradigma sehat menjadi suatu yang sangat urgen dan penting.
Salah satu hal yang wajib menjadi perhatian utama dalam upaya mencapai sehat secara hakiki adalah pemilihan pola makan atau diet yang seimbang.
Pola makan menjadi penyumbang terbesar dalam upaya peningkatan imunitas atau kekebalan tubuh. Semakin berkualitas asupan nutrisi yang masuk maka semakin sehat tubuh.
Melalui diet, hal itu dapat dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa diet merupakan cara memenuhi asupan pola makan gizi yang seimbang yang diperlukan tubuh guna menjalankan fungsinya.
Asupan gizi seimbang dipenuhi melalui keseimbangan nutrisi sumber makanan dari asupan karbohidrat, protein, dan lemak.
Lalu, bagaimana menjalankan diet di tengah pandemi COVID-19?
Dokter spesialis gizi klinis dari Siloam Hospitals TB Simatupang, dr. Christopher Andrian, Sp.GK., menyatakan diet seimbang ideal diterapkan di tengah pandemi sebagai upaya meningkatkan imunitas tubuh.
Berat ideal
Diet ideal erat kaitannya dengan konsepsi mengurangi makan agar berat badan turun. Namun, sejatinya diet memiliki definisi yang lebih luas dan salah satunya untuk mendapatkan berat badan ideal dengan tubuh yang sehat dan kondisi yang tetap prima.
"Melakukan diet bukan berarti mengurangi jumlah kadar makanan secara total dengan jangka waktu yang lama. Diet yang sempurna itu harus dilaksanakan melalui asupan gizi seimbang dengan kadar normal dan periode teratur. Itu yang terlebih dahulu harus diingat," kata Andrian.
Diet gizi seimbang berarti takaran komposisi yang diasup tubuh disesuaikan dengan kebutuhan atau hampir sama, yaitu keseimbangan mengonsumsi karbohidrat 50-55 persen, protein 15-20 persen, dan lemak 20-25 persen.
Adanya perbedaan jumlah asupan saat mengonsumsi kadar karbohidrat, protein, dan lemak dapat diperhatikan jika terdapat penyakit penyerta.
Contohnya jika mereka yang melakukan program diet memiliki penyakit diabetes dengan obesitas, maka karbohidrat harus dibatasi. Diabetes dengan gangguan ginjal maka harus dibatasi asupan proteinnya. Jadi perlu penyesuaian untuk setiap orang saat melakukan diet.
Dokter Christoper Adrian mengingatkan dalam hal asupan yang seimbang, setiap orang memiliki kebutuhan kalori yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor usia, semakin bertambah usia, maka kebutuhan kalori semakin berkurang.
Selain itu faktor jenis kelamin di mana pria lebih besar kebutuhan kalorinya, meskipun pria lebih mudah berdiet, kemudian faktor tinggi badan di mana seseorang dengan tinggi badan lebih akan lebih besar membutuhkan kalori.
Yang terakhir yakni faktor aktivitas fisik, seseorang dengan mayoritas aktivitas di luar dengan pekerja di dalam ruangan jelas berbeda kebutuhan kalorinya.
Dengan sejumlah faktor tersebut, maka pelaksanaan diet tetap mengacu pada keseimbangan pola asupan karbohidrat, protein, dan lemak yang menyesuaikan kebutuhan.
Sayangnya, kebiasaan masyarakat di Indonesia pada umumnya cenderung mengonsumsi asupan karbohidrat yang berlebihan berdasarkan rasa kenyang yang diperoleh, guna mendapatkan energi yang dominan dalam menghadapi pandemi. Namun, hal tersebut dinilai salah dan dapat mengganggu pola diet yang dilaksanakan.
Karbohidrat memang penting dikonsumsi karena diperlukan untuk fungsi otak dan sel darah merah, tetapi tidak untuk berlebihan. Karbohidrat yang berlebihan akan berefek pada obesitas yang merupakan peradangan yang lebih rentan ke beberapa penyakit. Misalnya gangguan pernapasan dan risiko pada pencernaan.
Tahan Lapar
Lalu bagaimana mengatasi rasa lapar di tengah diet yang sedang dilakukan, apalagi dengan kondisi 'work from home' atau bekerja dari rumah di tengah pandemi.
Hal ideal adalah membuat jadwal pola makan. Karena pola pembersihan organ lambung terjadi dua atau tiga jam setelah makan. Untuk itu diperlukan jenis makanan yang bisa lebih lama dicerna dalam perut.
Misalnya saja bubur yang lebih cepat habis tercerna dibandingkan dengan nasi putih, dan nasi putih lebih cepat habis dicerna dibandingkan dengan nasi merah. Saat konsumsi nasi juga harus diimbangi oleh sayuran.
Pola diet yang benar mengikuti waktu yang teratur, yaitu sarapan pagi pada pukul 06.00 dan 09.00, kemudian makan siang periode pukul 12.00 dan sore hari, pukul 15.00, dilanjutkan dengan makan malam pada pukul 18.00.
Adapun asupan vitamin, berfungsi sebagai pengganti asupan dari makanan utama. Yang berarti vitamin dapat diberikan jika makanan utama tidak dapat memberikan asupan yang cukup pada tubuh.
Namun mengonsumsi vitamin dalam jangka panjang akan menimbulkan efek samping. Contohnya masalah pada ginjal, apalagi jika kurang mengonsumsi air putih.
"Jika bisa diimbangi semua asupan dalam tubuh seperti karbohidrat, protein, dan lemak maka vitamin tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh. Jadi cukup mengatur pola gizi yang seimbang dengan periode waktu yang teratur," kata Andrian.
Jaga imunitas
Diet seimbang juga terkait langsung dengan upaya menjaga imunitas tubuh agar tetap baik.
Dengan semakin banyak mengonsumsi pangan berkualitas maka tubuh semakin sehat. Terlebih di tengah pandemi COVID-19 di mana imunitas tubuh menjadi kunci utama untuk mencegah virus masuk tubuh.
Hal demikian, sebagaimana Tim Komunikasi Publik, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (Gugus Tugas Nasional) Dokter Reisa Broto Asmoro yang selalu mengajak masyarakat untuk menjaga gizi seimbang, guna mengoptimalkan kinerja sistem daya tahan tubuh.
Menurut dia, asupan gizi, seperti protein, karbohidrat, mikronutiren, vitamin, air putih, dan juga gizi seimbang lainnya merupakan menu harian yang disiapkan untuk para pasien COVID-19 dalam menjalani perawatan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyarankan selain melakukan kebiasaan rutin seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan menjaga jarak, hal yang juga harus diperhatikan adalah menjaga daya tahan tubuh tetap prima.
Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan panduan gizi seimbang pada masa COVID-19, seperti prinsip “Isi Piringku".
Pangan harus memenuhi yang pertama karbohidrat sebagai sumber energi. Jenis makanan yang mengandung karbohidrat meliputi nasi, jagung, kentang, umbi, hingga sagu.
Sagu, kata dokter Raisa, tinggi kandungan karbohidrat dan sangat baik untuk menggantikan energi yang hilang.
Kedua, asupan protein yang baik dari nabati maupun hewani. Sumber makanan yang mengandung protein, seperti tempe, kacang-kacangan, daging, telur, ayam, dan ikan.
Ketiga, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan, yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga serat, terutama sayuran dan buah-buahan yang berwarna-warni.
Dokter Raisa menjelaskan, sayuran dan buah itu sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama untuk mengoptimalkan sistem imunitas di kala pandemi seperti ini.
Terakhir, selalu mengonsumsi air minum delapan gelas per hari. Air dibutuhkan untuk menghidrasi tubuh.
Sejatinya memang konsepsi sehat memerlukan pemahaman yang lebih holistik ketimbang sekadar bebas dari penyakit.
Jika masyarakat telah sadar untuk menjaga dan memelihara kesehatan dengan lebih terpola baik maka COVID-19 tidak akan menjadi persoalan yang berarti di negeri ini.
Maka, saatnya menerapkan pola hidup dan pola makan yang sehat.
Kiat diet seimbang di tengah pandemi
Kamis, 28 Januari 2021 15:51 WIB