Probolinggo (ANTARA) - Angka jam belum tepat di pukul 03.00 WIB dini hari, ketika deru suara mobil-mobil hartop bersahutan terdengar memasuki area parkir hotel di kawasan Cemorolawang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Tak sampai hitungan menit, tujuh unit hartop sudah terparkir rapi dan pengemudi satu per satu turun menunggu penumpang naik.
Kali ini, yang memesan adalah rombongan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI sekaligus melakukan sosialisasi serta simulasi panduan kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan di kawasan wisata Gunung Bromo.
Hartop atau terkenal dengan sebutan "Jip Bromo" biasa ditumpangi 6-7 orang, namun saat pandemi COVID-19 ini maksimal hanya diisi 3-4 orang. Di dalamnya juga ada sekat plastik sebagai pembatas antarkursi.
Berselang 30 menit, jip berangkat, memecah cuaca dingin dan menelusuri jalan sempit berliku, naik turun bebukitan.
Diawali dari jalan turun yang tidak terlalu curam, kemudian menyusuri lautan pasir yang debunya tak berhenti berterbangan.
Di ujung lautan pasir, kendaraan berhenti sejenak untuk mengambil jarak agar tak terlalu berdekatan, karena jalanan yang menanjak.
Pak Dirman, pengemudi hartop, mengingatkan penumpang untuk pegangan karena jalanan yang terus naik dan berkelok.
"Pegangan tidak apa-apa. Meski gelap, tapi pemandangan depan bagus kok," ucapnya, sembari tertawa kecil, menyapa penumpang.
Tidak sampai satu jam, hartop menepi dan meminta semua penumpang turun karena sudah sampai tujuan, yaitu di Penanjakan.
Siapa yang tak pernah mendengar nama Penanjakan? Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo mayoritas menyempatkan ke sana, meski harus pagi-pagi buta "hanya" untuk melihat matahari terbit.
Yang istimewa, menyaksikan sang mentari muncul dari ufuk timur adalah karena berada di ketinggian 2.770 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Lokasinya termasuk dalam kawasan Taman Nasional, yang terletak di arah barat daya Bromo.
Selain menikmati sinar pagi, wisatawan juga dapat menyaksikan pesona deretan gunung-gunung eksotis yang memanjakan mata, yaitu Gunung Bromo, Gunung Batok dan Gunung Semeru.
Di sana, ternyata sudah ada ratusan pengunjung yang menanti kehadiran sang mentari. Sebelum pagi benar-benar menyapa, wisatawan menikmati minuman panas untuk penghangat tubuh karena cuaca dingin ditambah hembusan angin yang menusuk kulit.
"Sekarang dinginnya 12 derajat, tapi tadi saat jalan ke sini sempat 11 derajat," kata Faiq Azmi, salah seorang pengunjung asal Surabaya, sembari memperlihatkan layar depan ponselnya yang tertulis tentang informasi suhu di sana.
Setelah sang surya terlihat jelas dan sinarnya memancar, pengunjung berangsur-angsur turun. Mereka meninggalkan lokasi dan menuju destinasi lainnya.
"Di sini kalau matahari sudah naik ya seperti ini, sepi. Tapi sekarang alhamdulillah, karena sempat tutup enam bulan. Pelaku UMKM di sini juga tak bisa jualan karena tak ada pengunjung," ucap salah seorang pedagang suvenir yang berharap pandemi COVID-19 segera berakhir.
Turun dari Penanjakan, kendaraan menuju lautan pasir. Sempat berhenti untuk memberi kesempatan penumpang mengambil foto dan menerima penjelasan dari pemandu wisata. Rombongan kemudian bergerak ke bukit savana atau yang biasa dikenal dengan Bukit Teletubbies.
Protokol Kesehatan Ketat
Sejak dibuka pada 28 Agustus 2020, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) selaku pengelola dan Pemprov Jatim menerapkan standar protokol ketat.
Sebagai informasi, kawasan wisata Gunung Bromo mulai ditutup akibat pandemi COVID-19 sejak 19 Maret 2020 untuk mengantisipasi penyebaran virus corona.
Lalu, para wisatawan yang akan berkunjung ke Gunung Bromo sejak reaktivasi (28 Agustus 2020), dibatasi 20 persen dari total kapasitas daya tampung atau sebanyak 739 orang per hari.
Dari total kuota 20 persen itu dibagi untuk Penanjakan sebanyak 178 orang per hari dari total kapasitas 892 orang, wilayah Bukit Cinta sebanyak 28 orang per hari dari total kapasitas 141 orang, dan Bukit Kedaluh yang diperbolehkan 86 orang per hari dari total kapasitas 434 orang.
Kemudian, kawasan Savana Teletubbies maksimal 347 orang per hari dari total kapasitas 1.735 orang, dan kawasan Mentigen 100 orang per hari dari total kapasitas 500 orang.
Dikonfirmasi melalui telepon, Kepala BB-TNBTS John Kenedie mengatakan bahwa pembukaan wisata Gunung Bromo dilakukan bertahap setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Selama dua pekan pelaksanaan sudah kami evaluasi dan hasilnya bagus. Kalau di awal dibuka 20 persen pengunjung, sejak sepekan lalu sudah 40 persen. Pekan depan dievaluasi lagi dan diharapkan tetap bagus sehingga bisa sampai 50 persen pengunjung," katanya.
Reaktivasi wisata alam Gunung Bromo ini juga tetap menerapkan sejumlah persyaratan kunjungan yang telah disusun dengan penerapan adaptasi kebiasaan baru, terutama sistem pembelian tiket secara daring.
Tiket bisa diperoleh pengunjung dengan memesan di laman "bookingbromo.bromotenggersemeru.org" sehingga hanya pemesan daring yang boleh masuk ke area Gunung Bromo.
Tak itu saja, wisatawan wajib menyertakan surat keterangan sehat dan bebas infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dari puskesmas, termasuk pengecekan suhu tubuh maksimal 37,3 derajat Celcius.
Jika terjadi pelanggaran, pihak yang berwenang akan memberikan sanksi bagi para pelanggar.
"Sebab kalau ada klaster baru, maka dengan sangat terpaksa Bromo ditutup kembali. Kita berdoa, karena ini menyangkut ekonomi rakyat banyak di sana. Mudah-mudahan aman, semua kini rindu Bromo," kata John Kenedie.
Baca juga: Dispar Denpasar batasi jumlah kunjungan wisatawan
Munadi, seorang pemandu wisata, mengaku terkesima dengan kawasan Gunung Bromo sekarang, sebab selama tutup dan tidak pernah dikunjungi, kini suasananya dinilai semakin asri serta hijau.
"Tapi sayang, kita tidak bisa naik ke kawah Bromo karena memang belum dibuka," tuturnya.
"Harapan kami, semoga pengunjung tetap bisa menikmati Gunung Bromo di masa pandemi ini, tapi tetap memperhatikan protokol kesehatan," ucapnya, menambahkan.
Sosialisasi-Simulasi MICE
Kemenparekraf RI melakukan sosialisasi dan simulasi panduan kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan pada penyelenggaraan kegiatan meeting, incentive, convention, and exhebition (MICE).
"Harapannya, para pemangku kepentingan MICE dapat memiliki pemahaman sama terhadap pentingnya menjalankan protokol yang telah disusun dalam panduan dalam rangka tatanan kenormalan baru," ujar Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenparekraf Rizki Handayani di sela sosialisasi panduan di Surabaya.
Dengan diterapkannya panduan ini, kata dia, maka wisatawan yang akan melaksanakan kegiatan di Indonesia dapat merasa aman, nyaman dan sektor MICE kembali siap serta mampu bangkit.
Hal ini tentu juga untuk memacu pertumbuhan dan kreativitas lebih baik dari sebelumnya dan menjadikan Indonesia sebagai tujuan kegiatan MICE yang memiliki value proposition sekaligus memenangkan persaingan di dunia internasional.
Sosialisasi dilaksanakan di sembilan tujuan wisata MICE, yakni Yogyakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Manado, Lombok, Banten (mewakili Jakarta), Semarang dan Batam.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Sinarto mengapresiasi sosialiasi panduan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan pada kegiatan MICE.
"Melalui panduan, sosialisasi dan simulasi, maka di sektor ini, khususnya para pelaku pariwisata, akan pulih serta perekonomian kembali menguat," tuturnya.
Baca juga: Wagub pastikan pariwisata Bali berbasis kualitas
Di sisi lain, saat ini sebanyak 60 persen dari total 969 objek wisata di Jatim sudah beroperasi hingga akhir September 2020 sejak ditutup total pada Maret lalu.
Disbudpar Jatim mencatat, pergerakan wisatawan lokal mencapai 2,4 juta hingga 24 September 2020 dan okupansi hotel berangsur membaik hingga angka 70 persen.
Mayoritas objek wisata yang sudah buka adalah wisata alam, sedangkan yang buatan belum banyak beroperasi.
Pesona Bromo di tengah pandemi COVID-19
Senin, 5 Oktober 2020 9:33 WIB