Karangasem (ANTARA) - Anggota DPRD Bali dari Fraksi PDIP, I Nyoman Purwa Arsana meminta polemik atas pelaporan oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug (BP2DAB) Karangasem ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang, agar diselesaikan secara internal, tanpa melibatkan pihak luar, seperti dalam mediasi yang melibatkan anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) pada 30 Januari lalu.
"Di Bugbug ada banyak tokoh yang punya kemampuan hebat dan gampang untuk menyelesaikan urusan kecil begini. Di Bugbug juga ada anggota DPRD Karangasem dan DPRD Bali yang bisa membantu penyelesaian kasus ini," kata Purwa Arsana yang juga Sekretaris Komisi III DPRD Bali itu dalam keterangan pers di Karangasem, Minggu.
Kebetulan, Ketua Komisi I DPRD Karangasem I Nengah Suparta dan anggotanya I Komang Mustika Jaya berasal dari Bugbug. "Saya sendiri duduk DPRD Bali di Komisi III, tapi kami sama sekali tidak pernah diundang dan diajak berdiskusi," kata Purwa Arsana yang sempat hadir dalam mediasi oleh anggota DPD RI Arya Wedakarna di Desa Adat Bugbug, Karangasem itu.
Menurut dia, mediasi yang dilakukan anggota DPD RI AWK di Desa Adat Bugbug, Karangasem, justru semakin membuat masalahnya semakin tidak jelas arah penyelesaiannya, karena alih-alih bisa menyelesaikan masalah, tali kedatangan AWK ke Desa Adat Bugbug, Karangasem malah mengeluarkan rekomendasi provokatif yang memancing amarah masyarakat.
"Kehadiran AWK untuk memediasi kasus di Bugbug sudah melampaui dari apa yang menjadi tugas, fungsi dan tanggung jawab seorang anggota DPD sesuai yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang perubahan ketiga UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3," katanya.
Ia menilai jika AWK memosisikan diri selaku Mediator seharusnya kedua belah pihak yang bersengketa menunjuk dia menjadi Mediator, sedangkan ini hanya baru pihak Terlapor yakni I Gede Putra Arnawa yang menunjuk dia menjadi Mediator, sedangkan pihak Pelapor sama sekali tidak pernah menyetujui dia menjadi Mediator.
"Apalagi, AWK mengeluarkan rekomendasi yang provokatif dengan memberikan arahan kepada Klian Desa Adat Bugbug agar memberikan sanksi 'kasepekang' kepada setiap krama yang membuka rahasia desa dan melaporkan kasus adat ke kepolisian. Parahnya lagi, AWK bahkan memprovokasi agar pihak Terlapor melapor balik Pihak Pelapor ke Kepolisian. Jadi, dia tidak memahami masalahnya, karena itu dia tidak kompeten menjadi mediator," katanya.
Politikus PDIP Bali itu mengaku sangat menyayangkan kedatangan AWK ke salah satu desa tua di Bali itu yang justru tidak bisa menyelesaikan masalah dan bahkan justru menambah masalah baru lagi.
"Dari awal pembicaraan, AWK sudah mengundang antipati masyarakat kami karena nada bicaranya yang keras dan melenceng dari nilai-nilai dan tradisi adat di desa kami," katanya.
Baca juga: Kilas Balik 2019 - 2019 jadi Tahun Penguatan Desa Adat di Bali
Ia juga menyayangkan Klian Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa yang untuk kasus kecil seperti ini harus mendatangkan Senator AWK ke Bugbug. "Seharusnya, Klian melarang Ketua BP2DAB I Gede Putra Arnawa bersurat ke AWK terkait pelaporannya ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang di badan yang baru berdiri tiga tahun itu," katanya.
Purwa menambahkan bahwa seharusnya Klian Desa Adat Bugbug menghormati proses hukum yang sedang berproses baik di Polda Bali yang telah dilimpahkan ke Polres Karangasem atas laporan tokoh masyarakat Bugbug I Gede Ngurah maupun laporan kepada oknum yang sama ke Kerta Desa atas dugaan pelanggaran Awig-Awig dan Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug yang dilaporkan oleh I NengahYasa Adi Susanto.
Sementara itu, Senator AWK hingga kini belum dapat dikonfirmasi terkait mediasi dan pandangannya atas masalah Desa Adat Bugbug itu, namun tokoh-tokoh desa adat setempat tampak keberatan dengan sikapnya dalam mediasi itu terkesan "searah".
DPRD Bali minta polemik Desa Adat Bugbug diselesaikan internal
Minggu, 2 Februari 2020 13:22 WIB