Amlapura (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Karangasem, Bali memperjuangkan daerah melalui Desa Bugbug, untuk diakui Food And Agriculture Organization Of The United Nations (FAO) Roma-Italia sebagai model Globally Important Agriculture Heteritage System (GIAHS).
Perjuangan itu terjawab dengan kedatangan Tim Representative GIAHS FAO) Roma-Italia, yang dipimpin Mr Mark Smulders bersama istri Tany Cohen dan anak Jessica Smulders, serta didampingi Asisten FAO Representative Ageng Herianto, pada Jumat.
Tim mengadakan kunjungan lapangan tahap III ke Kabupaten Karangasem. Kunjungan ini merupakan penilaian tambahan dari proposal yang diajukan Tim Delegasi GIAHS Indonesia ke Sekretariat FAO Roma.
Kedatangan tim diterima Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa, didampingi Kepala Beppeda I Ketut Sedana Merta, Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nyoman Mertha Tanaya, Kabag Humas Protokol Made Supartha dan Kepala Kantor Ketahanan Pangan Putu Sutha Antara, yang bertempat di Ruang Rapat Wakil Bupati.
Kepala Bappeda I Ketut Sedana Merta dalam laporannya menyampaikan, Desa Bugbug, Karangasem, Bali, ditetapkan sebagai salah satu Model Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Pemberdayaan Masyarakat atau GIAHS Indonesia, serta sudah dikunjungi oleh Tim FAO Roma pada tanggal 21 November 2014 waktu lalu.
"Ini disebabkan karena hasil dari penilaian yang cukup lama yang dilakukan FAO sendiri, melalui fasilitasi IPB Bogor terhadap keberadaan sistem pertanian di Desa Bugbug, yang antara lain, memiliki pertanian lahan basah/sawah dengan subaknya, pertanian lahan kering atau perkebunan, peternakan, kelautan dengan kelompok nelayannya serta lembaga tradisional adatnya yang unik dan sangat kuat," ujar Sedana Merta.
Menurut dia, konsep pertanian Nyegara Gunung berbasis Tri Hita Karana, masih lestari dilaksanakan di Bugbug dan masuk dalam perlindungan adat setempat.
"Akan tetapi proposal Bugbug - Karangasem masih perlu disempurnakan lagi, dengan memasukkan salah satu keunikan pertaniannya yang merupakan warisan budaya mengandung nilai yang diwariskan secara turun-temurun," ucapnya.
Dia melanjutkan, dan yang terpenting tempatnya tidak mudah dialihfungsikan. Di samping itu, sistemnya merupakan nilai warisan budaya turun-temurun.
Wakil Bupati Karangasem Wayan Artha Dipa mengapresiasi dan berterima kasih atas kunjungan lanjutan Tim Representative GIAHS, FAO Roma, Italia ke Karangasem.
Terhadap GIAHS yang menjadi Program FAO Roma, lanjut Artha Dipa, pasca-ditetapkannya Desa Bugbug sebagai kandidat lokasi GIAHS, masih memiliki kekurangan serta kelebihan.
Wabup Artha Dipa memberikan gambaran wilayah Karangasem yang luasnya 839,54 km, dengan delapan kecamatan, 76 desa, 190 desa adat dan terdiri dari tiga kawasan pariwisata, yakni Ujung, Candidase dan Tulamben. Lahan pertaniannya hanya delapan persen dari luas Karangasem.
"Hasil pertanian yang bagus adalah padi,tomat dan cabai," kata dia.
Wabup Artha Dipa meneruskan, ada pula pertanian yang unik yaitu pertanian tanaman buah salak dengan 18 varietas, serta yang terkenal yaitu buah salak gula pasir.
Tanaman buah salak ini sudah diwarisi oleh masyarakat penghasil buah salak di Desa Sibetan, dan merupakan nilai yang diwariskan secara turun temurun. Dan tanaman buah salak ini tidak pernah memakai pestisida atau disemprot. Hanya menggunakan pupuk organik saja.
Wabup Artha Dipa berharap sistem pertanian buah salak ini dapat dijadikan pelengkap proposal FAO (GIAHS), untuk segera dapat pengakuan internasional.
Sementara itu, Asisten FAO Representative Ageng Herianto menyampaikan, tujuan kedatangannya untuk melihat langsung keadaan di wilayah Karangasem, berdasar dari penyempurnaan proposal yang diajukan Pemkab Karangasem yaitu mengenai pertanian buah salak di Desa Sibetan.
"Setelah kami turun ke lapangan secara langsung, nantinya Mr Mark dapat menjelaskan di FAO Roma Italia akan keberadaan tempat dan sistem masyarakatnya dalam memelihara tradisi dan budaya itu sendiri. Generasi mudanya sudah ditanamkan terkait arti penting, makna dan nilai dari pertanian buah salak," ucap Ageng Herianto.
Dikatakan dia, yang terpenting selain tempatnya adalah sistem yang dipergunakan masyarakatnya yang mengandung nilai nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan tempatnya tidak mudah untuk dialihfungsikan.
"Nantinya Mr Mark dapat memperjuangkan Karangasem melalui pantauan langsung untuk segera mendapat pengakuan FAO (GIAHS)," ujarnya (WDY)
Karangasem Perjuangkan Desa Bugbug Sebagai Model GIAHS
Jumat, 18 Maret 2016 16:12 WIB