Denpasar (ANTARA) - BPJS Kesehatan Cabang Denpasar meminta pemerintah daerah bisa lebih tepat menentukan peserta Jaminan Kesehatan Nasional untuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Kami tidak hanya mengharapkan kepesertaan JKN dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitas, khususnya tepat segmentasinya," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Denpasar, dr Muhammad Ali, di Denpasar, Rabu.
Apalagi terkait rencana kenaikan besaran iuran PBI dari semula Rp23 ribu per orang menjadi wacananya sebesar Rp42 ribu pada 2020. "Ini tentu perlu diantisipasi pemerintah daerah agar keberlangsungan PBI tetap berlanjut pada tahun berikutnya dari sisi ketersediaan anggaran," ucapnya.
Akibat penyesuaian besaran iuran nanti, lanjut dia, tentu pemerintah daerah harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit.
"Oleh karena itu, kami tidak menginginkan kalau ada peserta yang seharusnya masuk sebagai pekerja penerima upah dari badan usaha, tetapi masuk sebagai peserta PBI," ujarnya pada acara bincang-bincang bersama para awak media itu.
Pihaknya saat ini terus memantapkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali maupun pemerintah kabupaten/kota untuk memvalidasi kepesertaan pengguna program Jaminan Kesehatan Nasional.
Untuk di kabupaten/kota yang menjadi wilayah unit kerjanya yakni di Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan dan Badung, jenis peserta yang masuk sebagai PBI dari APBD (446.714), PBI APBN (223.243), Pekerja Penerima Upah/PPU (582.500), Pekerja Bukan Penerima Upah/PBPU (277.150) dan Bukan Pekerja (47.141).
"Yang masuk PBI APBD itu cukup besar sekitar 28 persen, sedangkan PBI yang dibayarkan dari APBN jumlahnya 14 persen. Kami juga mengapresiasi kesadaran dari sejumlah badan usaha yang sudah mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang jumlah PPU sebanyak 37 persen dari total kepesertaan di wilayah Denpasar, Badung, dan Tabanan," katanya.
Baca juga: DPR tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Dari data yang dihimpun, sekitar 80 persen dari kepesertaan PBPU atau jalur mandiri juga aktif membayar iurannya tepat waktu.
Di sisi lain, Muhammad Ali mengatakan tingginya biaya pelayanan kesehatan yang akhirnya berdampak pada defisitnya anggaran BPJS Kesehatan karena profil morbiditas penduduk yang banyak menderita penyakit kronis dan belum optimalnya pembangunan kesehatan di "hulu".
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster bersama pihak terkait akan mencermati dan menganalisis kembali data kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar premi yang dibayarkan pemerintah daerah betul-betul diterima oleh orang yang memang membutuhkan.
"Datanya harus didalami lagi, dianalisis lagi. Jangan sampai ada orang yang mampu, tetapi karena tidak ikut mendaftar BPJS, lantas menjadi beban pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ini menurut saya 'nggak pantas," katanya.
Baca juga: Menkeu usulkan iuran BPJS Kesehatan naik dua kali lipat