Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap Pusat Kajian "One Health" Universitas Udayana Denpasar dapat memberikan sumbangsih dalam upaya menangani dan menuntaskan kasus rabies di Pulau Dewata.

"Kasus rabies berdampak buruk pada citra Bali sebagai daerah tujuan wisata. Saya berharap pusat kajian ini bisa mengambil langkah nyata yang lebih efektif serta memberi solusi yang tepat agar Bali bisa segera bebas dari penyebaran penyakit rabies," kata Pastika saat menerima audiensi Ketua Pusat Kajian One Health (PKOH), di Denpasar, Selasa.

Dia mengapresiasi terbentuknya pusat kajian yang fokus pada penanganan penyakit zoonosis (infeksi penyakit hewan ke manusia) itu. Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang menjadi momok bagi masyarakat Bali.

Menurut dia, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, namun penyakit yang berjangkit sejak tahun 2009 ini hingga sekarang belum bisa diatasi secara tuntas.

"Penyebaran penyakit ini bukan saja mengancam kesehatan masyarakat, tetap sangat berdampak pada sektor pariwisata dan bahkan sudah menjadi komoditas politik. Tak kunjung tuntasnya penanganan kasus ini juga menguras anggaran pemerintah," ucapnya.

Pastika menilai tidak ada gunanya jika lembaga ini hanya sebatas melakukan kajian. "Kalau sebatas kajian, sudah banyak lembaga yang melakukan. Yang penting sekarang adalah langkah nyata, beri solusi apa yang harus kita lakukan," ujarnya.

Selain kasus rabies, dia juga menyinggung penanganan penyakit zoonosis lainnya seperti demam berdarah dan avian influenza (flu burung).

Sementara itu, Ketua PKOH Unud dr Sri Budayanti yang didampingi Rektor Unud Prof Dr Ketut Suastika SpPD-KEMD mengatakan bahwa pusat kajian ini terbentuk pada 25 Juli 2016.

Pusat kajian yang melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu ini dibentuk untuk menangani dan mengantisipasi berbagai penyakit zoonosis.

Menurutnya, keberadaan pusat kajian ini punya peran yang sangat strategis sejalan dengan makin beragamnya jenis penyakit yang disebarkan melalui hewan dan perlu mendapat penanganan lebih serius dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

"Munculnya berbagai penyakit seperti flu burung, rabies, mers, zika dan anthrax memicu kekwawatiran masyarakat dunia," kata Budayanti.

PKOH juga bertugas melakukan kajian terhadap emerging disease (wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir) dan re-emerging disease (wabah penyakit menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa lampau).

Selain fokus pada kajian dan penanganan penyakit zoonosis, PKOH Unud juga mengkaji penggunaan antibiotik tak terkontrol di kalangan masyarakat awam.

Jika tak segera diantisipasi, hal ini akan menimbulkan resisten antibiotik yang dapat memunculkan persoalan serius di kemudian hari.

"Melibatkan generasi muda, kami terus melakukan sosialisasi dan memberi pemahaman. Dalam program ini, kami telah mencanangkan Desa Bijak Antibiotik," ujar Budayanti.

Menjawab tantangan Gubernur Bali terkait penanganan kasus rabies, Rektor Unud Prof Suastika berpendapat perlu pendekatan baru dalam penanganan penyakit ini. Eliminasi anjing bukan solusi yang tepat karena banyak mendapat protes dari kalangan pencinta hewan.

"Saya berpendapat, perlu kajian untuk melakukan pendekatan baru dengan melibatkan berbagai komponen dalam penuntasan kasus rabies," ucapnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016