Singaraja (Antara Bali) - Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng, Bali, mengajak kalangan pemuka agama atau sulinggih mengembangkan pasraman sebagai salah satu pusat pendidikan berbasis agama Hindu.
"Hal tersebut tertuang dalam rapat akbar atau paruman sulinggih yang baru pertama kali dilaksanakan sejak 20 tahun lalu. Hal ini merupakan terobosan baru yang dapat kami laksanakan. Kegiatan melibatkan 50 sulinggih berasal dari berbagai daerah di Buleleng," kata Ketua PHDI Kabupaten Buleleng Dewa Nyoman Suardana di Singaraja, Senin.
Ia mengatakan paruman sulinggih bertujuan memberikan wadah komunikasi kepada para tetua agama yang selama ini memiliki peran penting di masyarakat sebagai tokoh siar agama dan teladan dalam melaksanakan ajaran Hindu.
Suardana menerangkan dalam paruman tersebut dibahas tiga hal pokok, yakni bagaimana sulinggih harus memberikan pemahaman yang benar mengenai ajaran Hindu, utamanya mengenai permasalahan tingkatan upacara agama Hindu.
"Selain itu juga paruman berperan penting memberikan pemahaman bahwa rumah atau griya sulinggih semestinya bukan hanya dipakai sebagai tempat tinggal sulinggih saja tetapi semestinya dipakai sebagai pasraman atau tempat melaksanakan pendidikan berbasis Hindu," kata dia.
Ia mengatakan paruman dimanfaatkan untuk menyamakan persepsi mengenai pemahaman wariga atau penentuan hari baik dalam melaksanakan upacara/ritual keagamaan.
"Selama ini yang terjadi adalah sering terjadi perbedaan persepsi antara sulinggih satu dengan yang lainnya mengenai waktu yang tepat menentukan hari baik ritual agama Hindu," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Hal tersebut tertuang dalam rapat akbar atau paruman sulinggih yang baru pertama kali dilaksanakan sejak 20 tahun lalu. Hal ini merupakan terobosan baru yang dapat kami laksanakan. Kegiatan melibatkan 50 sulinggih berasal dari berbagai daerah di Buleleng," kata Ketua PHDI Kabupaten Buleleng Dewa Nyoman Suardana di Singaraja, Senin.
Ia mengatakan paruman sulinggih bertujuan memberikan wadah komunikasi kepada para tetua agama yang selama ini memiliki peran penting di masyarakat sebagai tokoh siar agama dan teladan dalam melaksanakan ajaran Hindu.
Suardana menerangkan dalam paruman tersebut dibahas tiga hal pokok, yakni bagaimana sulinggih harus memberikan pemahaman yang benar mengenai ajaran Hindu, utamanya mengenai permasalahan tingkatan upacara agama Hindu.
"Selain itu juga paruman berperan penting memberikan pemahaman bahwa rumah atau griya sulinggih semestinya bukan hanya dipakai sebagai tempat tinggal sulinggih saja tetapi semestinya dipakai sebagai pasraman atau tempat melaksanakan pendidikan berbasis Hindu," kata dia.
Ia mengatakan paruman dimanfaatkan untuk menyamakan persepsi mengenai pemahaman wariga atau penentuan hari baik dalam melaksanakan upacara/ritual keagamaan.
"Selama ini yang terjadi adalah sering terjadi perbedaan persepsi antara sulinggih satu dengan yang lainnya mengenai waktu yang tepat menentukan hari baik ritual agama Hindu," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016