Denpasar (Antara Bali) - Pesona Budaya Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya I yang berlangsung hampir setahun penuh di Taman Budaya di Denpasar akan ditutup dengan pementasan kolosal drama tari kontemporer berjudul "The Beauty of Ramayana".
"Garapan yang ditata apik dengan memadukan unsur koreografi dan pakeliran (seni pedalangan) itu sekaligus menjadi pementasan terakhir untuk GSAP Bali Mandara Nawanatya 2016, yang akan dibawakan oleh Sanggar Paripurna Bona berkolaborasi dengan mahasiswa ISI Denpasar," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Kamis.
Penutupan pergelaran seni yang ditujukan untuk mewadahi para seniman muda yang telah dihelat Pemprov Bali itu akan dilaksanakan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya di Denpasar pada 9 Desember 2016 mulai pukul 20.00 Wita.
"Meskipun GSAP Bali Mandara Nawanatya baru dilaksanakan pertama kalinya sepanjang tahun ini, respons dan apresiasi masyarakat kami lihat sudah cukup membanggakan. Oleh karena itu, kami juga undang masyarakat untuk beramai-ramai menyaksikan acara penutupannya," ucap Dewa Putu Beratha.
Menurut dia, pencapaian selama 2016 ini diupayakan untuk ditingkatkan pada ajang GSAP Bali Mandara Nawanatya II tahun 2017.
Sementara itu, I Made Sidia, Ketua Sanggar Paripurna Bona megatakan pihaknya sengaja mengangkat cerita dari epos pewayangan Ramayana karena sejatinya kisah dalam cerita tersebut sarat makna dan tetap mengilhami kehidupan masyarakat dalam era kekinian.
"Sengaja kami angkat judul The Beauty of Ramayana karena meskipun dalam cerita tersebut terdapat berbagai konflik dari tokoh-tokoh utamanya, tetapi merupakan sesuatu yang indah dari sisi teatrikal," ucapnya.
Secara ringkas, Sidia mengemukakan dalam garapan yang dibawakan oleh 80 seniman itu akan mengisahkan lika-liku kehidupan Sri Rama dan Dewi Sita beserta Laksmana menikmati keindahan Hutan Dandaka.
Hingga akhirnya kebahagiaan Rama dan Sita terusik oleh datangnya seekor kijang emas yang merupakan penyamaran dari Patih Marica, yang sengaja diutus oleh Prabu Rahwana.
"Pesan moral dari kijang emas ini jika dikaitkan dalam konteks kekinian adalah seorang wanita demi harta benda (emas) dapat saja mengabaikan cintanya, meskipun telah memiliki suami yang tampan dan baik hati atau dengan kata lain gara-gara persoalan harta benda dapat menggoyahkan rumah tangga suami istri yang telah berjalan harmonis," ujarnya.
Sedangkan terkait dengan kisah penculikan Dewi Sita oleh Rahwana merupakan simbul betapa bumi pertiwi (dilambangkan oleh Sita) yang telah dikoyak-koyak oleh para penguasa.
"Untuk menyelamatkan Dewi Sita, Sri Rama pun akhirnya mendapatkan bantuan dari pasukan kera di bawah pimpinan Hanoman yang sejatinya menggambarkan betapa seorang pemimpin harus senantiasa bekerja sama dengan rakyat hingga akhirnya penguasa yang mengutamakan egonya untuk menghancurkan bumi pertiwi dapat dikalahkan," kata Sidia.
Menurut dia, garapan "The Beauty of Ramayana" akan semakin menarik karena dipadukan dengan seni pakeliran (menggunakan wayang). Sidia yang juga akademisi dari ISI Denpasar itu akan berkolaborasi dengan mahasiswa dari Jurusan Pedalangan ISI Denpasar.
"Semula kami berencana membawakan garapan di depan Gedung Kriya, tetapi karena melihat dalam beberapa waktu terakhir ini hujan terus melanda Kota Denpasar, maka kami putuskan untuk mengubah tempat pementasan menjadi di Gedung Ksirarnawa," ucap Sidia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Garapan yang ditata apik dengan memadukan unsur koreografi dan pakeliran (seni pedalangan) itu sekaligus menjadi pementasan terakhir untuk GSAP Bali Mandara Nawanatya 2016, yang akan dibawakan oleh Sanggar Paripurna Bona berkolaborasi dengan mahasiswa ISI Denpasar," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Kamis.
Penutupan pergelaran seni yang ditujukan untuk mewadahi para seniman muda yang telah dihelat Pemprov Bali itu akan dilaksanakan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya di Denpasar pada 9 Desember 2016 mulai pukul 20.00 Wita.
"Meskipun GSAP Bali Mandara Nawanatya baru dilaksanakan pertama kalinya sepanjang tahun ini, respons dan apresiasi masyarakat kami lihat sudah cukup membanggakan. Oleh karena itu, kami juga undang masyarakat untuk beramai-ramai menyaksikan acara penutupannya," ucap Dewa Putu Beratha.
Menurut dia, pencapaian selama 2016 ini diupayakan untuk ditingkatkan pada ajang GSAP Bali Mandara Nawanatya II tahun 2017.
Sementara itu, I Made Sidia, Ketua Sanggar Paripurna Bona megatakan pihaknya sengaja mengangkat cerita dari epos pewayangan Ramayana karena sejatinya kisah dalam cerita tersebut sarat makna dan tetap mengilhami kehidupan masyarakat dalam era kekinian.
"Sengaja kami angkat judul The Beauty of Ramayana karena meskipun dalam cerita tersebut terdapat berbagai konflik dari tokoh-tokoh utamanya, tetapi merupakan sesuatu yang indah dari sisi teatrikal," ucapnya.
Secara ringkas, Sidia mengemukakan dalam garapan yang dibawakan oleh 80 seniman itu akan mengisahkan lika-liku kehidupan Sri Rama dan Dewi Sita beserta Laksmana menikmati keindahan Hutan Dandaka.
Hingga akhirnya kebahagiaan Rama dan Sita terusik oleh datangnya seekor kijang emas yang merupakan penyamaran dari Patih Marica, yang sengaja diutus oleh Prabu Rahwana.
"Pesan moral dari kijang emas ini jika dikaitkan dalam konteks kekinian adalah seorang wanita demi harta benda (emas) dapat saja mengabaikan cintanya, meskipun telah memiliki suami yang tampan dan baik hati atau dengan kata lain gara-gara persoalan harta benda dapat menggoyahkan rumah tangga suami istri yang telah berjalan harmonis," ujarnya.
Sedangkan terkait dengan kisah penculikan Dewi Sita oleh Rahwana merupakan simbul betapa bumi pertiwi (dilambangkan oleh Sita) yang telah dikoyak-koyak oleh para penguasa.
"Untuk menyelamatkan Dewi Sita, Sri Rama pun akhirnya mendapatkan bantuan dari pasukan kera di bawah pimpinan Hanoman yang sejatinya menggambarkan betapa seorang pemimpin harus senantiasa bekerja sama dengan rakyat hingga akhirnya penguasa yang mengutamakan egonya untuk menghancurkan bumi pertiwi dapat dikalahkan," kata Sidia.
Menurut dia, garapan "The Beauty of Ramayana" akan semakin menarik karena dipadukan dengan seni pakeliran (menggunakan wayang). Sidia yang juga akademisi dari ISI Denpasar itu akan berkolaborasi dengan mahasiswa dari Jurusan Pedalangan ISI Denpasar.
"Semula kami berencana membawakan garapan di depan Gedung Kriya, tetapi karena melihat dalam beberapa waktu terakhir ini hujan terus melanda Kota Denpasar, maka kami putuskan untuk mengubah tempat pementasan menjadi di Gedung Ksirarnawa," ucap Sidia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016