Pahat itu dipukul secara perlahan-lahan dengan palu di tangan kanan, mengikuti inspirasi dalam menciptakan karya seni patung , menggunakan kayu sebagai bahan bakunya.

Sosok pria mengenakan celana training yang biasa digunakan untuk olahraga itu duduk di lantai, matanya secara teliti mengikuti jari-jari tangan yang memegang pahat untuk membuang serpihan kayu yang tidak dibutuhkan lagi.

Itulah sosok I Made Pada (43), pria kelahiran Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar, 3 Juli 1973, seorang seniman ukir secara otodidak yang telah menggeluti usaha itu sejak usia sepuluh tahun.

Sosok pria sederhana itu hidup dalam lingkungan keluarga seni, karena semua orang-orang sekitarnya bergelut dalam usaha seni patung. Made Pade muda menggeluti usaha mengukir dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakunya.

Selain mengukir kayu juga belajar mengukir perak pada Ketut Darsana yang lokasinya masih dalam lingkungan desa setempat. Tidak lama kemudian sosok Made Pada mampu mengukir emas dan perak.

Pria yang kini menjadi suami Ni Made Nuiji juga pernah melakoni mengukir barong untuk disakralkan di Pura Puseh Desa Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang.

Sukses mengukir barong untuk disakralkan ayah seorang putra itu kembali mendapat pesanan untuk merampungkan hiasan barong di sejumlah pura di Tegallalang dan sekitarnya.

Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdiannya itu sosok I Made Pada pernah menerima Dharma Kusuma penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Bali, termasuk seni patung usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang kini menjadi tulang punggung perolehan ekspor non migas Bali.

Sosok I Made Pada merupakan salah seorang dari ribuan seniman dan perajin di Pulau Bali dalam aktivitas sehari-hari menghasilkan berbagai jenis matadagangan yang menembus pasaran luar negeri.

Sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga menjadi andalan ekspor non migas Bali karena mampu memberikan andil sebesar 60,33 persen dari total ekspor daerah ini sebesar 406,31 juta dolar AS selama sembilan bulan periode Januari-September 2016.

Sektor industri kecil mampu menghasilkan devisa 105,64 juta dolar AS atau memberikan andil 26 persen dan hasil kerajinan skala industri rumah tangga 139,49 juta dolar AS atau andilnya 34,33 persen, tutur Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali Made Suastika.

Produk hasil industri kecil Bali yang menembus pasaran luar negeri sebanyak enam jenis komoditas yang meliputi ikan dalam kaleng, komponen rumah jadi, plastik, sepatu, tas serta tekstil dan produk tekstil (TPT).

Diantara enam jenis komoditas tersebut yang paling besar menghasilkan devisa adalah TPT, menyusul plastik, ikan dalam kaleng, komponen rumah jadi, aneka jenis tas dan sepatu.

Sedangkan hasil industri kerajinan skala rumah tangga yang menembus pasaran luar negeri terdiri atas 17 jenis komoditas hasil sentuhan tangan-tangan terampil perajin dan seniman Bali.

Hasil kerajinan kayu berupa patung dan aneka jenis cenderamata berbahan baku kayu menghasilkan devisa paling besar, menyusul kerajinan perak, kerajinan furniture, kerajinan logam, kerajinan bambu, alat musik, anyaman, batu padas, keramik, kerajinan kerang dan kerajinan kulit.

Pelabuhan peti kemas

Bali melakukan berbagai upaya dan terobosan untuk meningkatkan perolehan ekspor non migas di masa-masa mendatang, namun hingga kini belum memiliki pelabuhan laut khusus peti kemas berstandar internasional.

Kondisi demikian menyebabkan sebagian matadagangan yang dikapalkan ke 104 negara di belahan dunia melalui sejumlah pelabuhan laut di Pulau Jawa.

Bali mengekspor sekitar 40 jenis komoditas hanya 56,70 persen melalui Pelabuhan Benoa dan Bandara Ngurah Rai, dan 43,30 persen sisanya melalui Pelabuhan Tanjung Perak 42,65 persen, Tanjung Priok 0,15 persen dan Tanjung Emas 0,22 persen.

Menurut Made Suastika pembangunan pelabuhan peti kemas berstandar internasional sangat mendesak bagi Bali dalam meningkatkan perolehan ekspor non migas daerah ini di masa-masa mendatang.

Pelabuhan peti kemas berstandar internasional akan banyak memberikan keuntungan dan kemudahan, disamping menekan biaya produksi perdagangan ke luar negeri.

Keuntungan dan kemudahan tersebut antara lain menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah dan mengurangi kepadatan lalu lintas di jalur Bali barat.

Oleh sebab itu pemerintah pusat bersama instansi terkait di Bali diharapkan segera dapat memikirkan dan merealisasikan pelabuhan peti kemas berstandar internasional.

Disperindag Bali dalam memacu perolehan ekspor non migas juga melakukan upaya pelatihan desain melibatkan perajin maupun usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Kegiatan menyangkut 13 jenis pelatihan itu menekankan upaya meningkatkan rancang bangun (desain) berbagai jenis produk unggulan Bali. Untuk UMKM usaha tekstil dan produk tekstil (TPT) misalnya melakukan program pendampingan tenaga ahli perancang busana (desainer) untuk perajin usaha tenun.

Hal itu dilakukan dengan melaksanakan lima jenis pelatihan yakni pelatihan disain dan diversifikasi produk tenun, pencelupan benang sutra, tenun endek dan kerajinan tenun songket.

Selain itu menyelenggarakan pelatihan pengembangan fashion dan tenun endek dengan harapan mampu meningkatkan perelehan devisa dari ekspor TPT.

Hal lain yang tidak kalah penting memfasilitasi kebutuhan eksportir dalam melakukan promosi untuk menembus pasaran internasional. Upaya itu secara bertahap dilakukan dengan harapan produk unggulan mampu menembus pasaran luar negeri.

Keterbatasan kemampuan dunia usaha dalam menganalisa pasar untuk memaksimalkan produksi secara bertahap ditingkatkan serta mengatasi ketergantungan eksporter terhadap pembeli luar negeri yang datang ke Bali, sebagai akibat terbatasnya informasi pasar di mancanegara, tutur Made Suastika. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016