Denpasar (Antara Bali) - Pulau Bali gelap gulita saat umat Hindu menunaikan ibadah Tapa Brata Penyepian atau Nyepi menyambut Tahun Baru Saka 1933, Sabtu malam.
Bali pada malam Nyepi menjadi gelap gulita, karena seluruh penerangan listrik di jalan dan rumah-rumah atau sekitar 760.000 konsumen pelanggan PLN maupun perkantoran dipadamkan.
Salah satu dari empat pantangan yang tidak dilakukan umat Hindu pada malam peralihan tahun dari tahun saka 1932 ke 1933 itu antara lain "amati geni" atau tidak menyalakan api maupun lampu penerangan dengan listrik.
Selain itu, masyarakat penganut Hindu di Pulau Seribu Pura sejak pagi hari "mengurung" diri dalam rumah masing-masing.
Pada malam kegelapan itu petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat di masing-masing desa adat terus melakukan pemantauan menyangkut keamanan di wilayah desa pekraman masing-masing.
Semua hotel yang antara lain tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali sedapat mungkin juga tidak menyalakan listrik. Jika dalam kondisi terpaksa sinarnya tidak sampai menembus jendela atau celah hingga memancar ke luar.
Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyiaan yang nyaris menjadikan Bali bagaikan pulau mati tanpa penghuni.
Kondisi demikian menambah kehusyukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian yang meliputi amati geni (tidak menyalakan api atau listrik), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu dan tidak mengadakan hiburan atau bersenang-senang).
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Nyepi itu pada hakekatnya untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan).
Umat Hindu wajib mematuhinya, dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau toh harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah.
PT PLN Distribusi Bali, menurut Humasnya Agung Mastika, tetap mengoperasikan seluruh pusat pembangkit listrik saat Nyepi karena beberapa instansi vital, khususnya rumah sakit tetap memerlukan adanya pasokan energi listrik.
Bali memiliki pasokan listrik 610 mega watt (MW) yang bersumber dari PLTD Gilimanuk 130 MW, interkoneksi kabel laut 200 MW, PLTD Pesanggaran 155 MW dan Pemaron 115 MW, dengan beban puncak pada hari-hari biasa mencapai 545 MW.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara yang sedang menikmati liburan pada hari yang diistimewakan umat Hindu itu juga harus ikut membatasi gerak, yakni hanya boleh melakukan aktivitas dalam lingkungan hotel tempatnya menginap.
Acara makan malam bagi tamu yang menginap di hotel diajukan jadwalnya, sehingga tidak mengalami kesulitan di tengah kegelapan. Wisman umumnya selama ini tidak ada yang mengeluh, akibat tidak diizinkan menyalakan lampu, karena jauh sebelumnya sudah diinformasikan oleh pihak hotel.
Mereka umumnya justru merasa senang karena dapat menikmati keunikan yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain. Pihak hotel sama sekali tidak memperoleh dispensasi untuk menyalakan lampu penerangan, maupun menggunakan kendaraan bermotor saat Hari Raya Nyepi.
Hal itu sudah diantisipasi jauh sebelumnya dengan desa adat setempat, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jika dalam kondisi terpaksa pelancong harus menyalakan lampu penerangan.
Meskipun tidak ada keistimewaan bagi pelancong, justru cukup banyak wisatawan mancanegara yang ingin menikmati suasana Nyepi di Pulau Dewata.
Mereka tiba di Bali beberapa hari sebelum Bandara Ngurah Rai ditutup total sementara, sehingga tingkat hunian hotel, khususnya di Badung, yang menjadi pusat pengembangan pariwisata Bali tergolong cukup baik, tutur Kadis Pariwisata Bali Ida Bagus Subiksu.
Wisatawan pada saat masyarakat setempat melaksanakan "Tapa brata penyepian" tetap tinggal di kawasan hotel, tidak bepergian ke mana-mana.
Karyawan hotel sudah siap di tempat kerja sehari sebelum Nyepi hingga sehari sesudah Nyepi untuk memberikan pelayanan kepada tamunya dengan baik. Wisatawan hanya bisa menikmati suasana dan pemandangan di sekitar hotel, tempat menginapnya masing-masing.
Dengan demikian pada hari Nyepi tidak ada wisatawan yang meninggalkan hotel atau yang mencari hotel, mengingat bandara Ngurah Rai, satu-satu pintu gerbang lewat udara masuk ke Bali tidak beroperasi selama 24 jam.
Demikian pula Pantai Kuta yang sehari-hari menjadi tempat wisatawan berjemur sambil menikmati deburan ombak, pada hari raya Nyepi betul-betul sepi, bebas dari pelancong, hanya deburan ombak yang terdengar.
Suasana sepi dan lenggang terjadi di seluruh pelosok wilayah Pulau Dewata, termasuk Denpasar yang sehari-harinya bising dan kemacetan lalu lintas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Bali pada malam Nyepi menjadi gelap gulita, karena seluruh penerangan listrik di jalan dan rumah-rumah atau sekitar 760.000 konsumen pelanggan PLN maupun perkantoran dipadamkan.
Salah satu dari empat pantangan yang tidak dilakukan umat Hindu pada malam peralihan tahun dari tahun saka 1932 ke 1933 itu antara lain "amati geni" atau tidak menyalakan api maupun lampu penerangan dengan listrik.
Selain itu, masyarakat penganut Hindu di Pulau Seribu Pura sejak pagi hari "mengurung" diri dalam rumah masing-masing.
Pada malam kegelapan itu petugas keamanan desa adat (pecalang) dan tokoh masyarakat di masing-masing desa adat terus melakukan pemantauan menyangkut keamanan di wilayah desa pekraman masing-masing.
Semua hotel yang antara lain tersebar di kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua dan pusat-pusat kawasan wisata lainnya di Bali sedapat mungkin juga tidak menyalakan listrik. Jika dalam kondisi terpaksa sinarnya tidak sampai menembus jendela atau celah hingga memancar ke luar.
Hampir tidak ada lampu yang menyala, hanya kegelapan dan kesunyiaan yang nyaris menjadikan Bali bagaikan pulau mati tanpa penghuni.
Kondisi demikian menambah kehusyukan umat Hindu melaksanakan Catur Tapa Brata Penyepian yang meliputi amati geni (tidak menyalakan api atau listrik), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu dan tidak mengadakan hiburan atau bersenang-senang).
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Nyepi itu pada hakekatnya untuk mengheningkan pikiran dengan mengendalikan api nafsu indria (keserakahan).
Umat Hindu wajib mematuhinya, dan umat lain diimbau dapat melakukan hal yang yang sama, namun kalau toh harus menyalakan lampu diharapkan tidak mencolok, yakni sinarnya tidak sampai menyorot ke luar rumah.
PT PLN Distribusi Bali, menurut Humasnya Agung Mastika, tetap mengoperasikan seluruh pusat pembangkit listrik saat Nyepi karena beberapa instansi vital, khususnya rumah sakit tetap memerlukan adanya pasokan energi listrik.
Bali memiliki pasokan listrik 610 mega watt (MW) yang bersumber dari PLTD Gilimanuk 130 MW, interkoneksi kabel laut 200 MW, PLTD Pesanggaran 155 MW dan Pemaron 115 MW, dengan beban puncak pada hari-hari biasa mencapai 545 MW.
Wisatawan mancanegara maupun nusantara yang sedang menikmati liburan pada hari yang diistimewakan umat Hindu itu juga harus ikut membatasi gerak, yakni hanya boleh melakukan aktivitas dalam lingkungan hotel tempatnya menginap.
Acara makan malam bagi tamu yang menginap di hotel diajukan jadwalnya, sehingga tidak mengalami kesulitan di tengah kegelapan. Wisman umumnya selama ini tidak ada yang mengeluh, akibat tidak diizinkan menyalakan lampu, karena jauh sebelumnya sudah diinformasikan oleh pihak hotel.
Mereka umumnya justru merasa senang karena dapat menikmati keunikan yang tidak dapat mereka peroleh di tempat lain. Pihak hotel sama sekali tidak memperoleh dispensasi untuk menyalakan lampu penerangan, maupun menggunakan kendaraan bermotor saat Hari Raya Nyepi.
Hal itu sudah diantisipasi jauh sebelumnya dengan desa adat setempat, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jika dalam kondisi terpaksa pelancong harus menyalakan lampu penerangan.
Meskipun tidak ada keistimewaan bagi pelancong, justru cukup banyak wisatawan mancanegara yang ingin menikmati suasana Nyepi di Pulau Dewata.
Mereka tiba di Bali beberapa hari sebelum Bandara Ngurah Rai ditutup total sementara, sehingga tingkat hunian hotel, khususnya di Badung, yang menjadi pusat pengembangan pariwisata Bali tergolong cukup baik, tutur Kadis Pariwisata Bali Ida Bagus Subiksu.
Wisatawan pada saat masyarakat setempat melaksanakan "Tapa brata penyepian" tetap tinggal di kawasan hotel, tidak bepergian ke mana-mana.
Karyawan hotel sudah siap di tempat kerja sehari sebelum Nyepi hingga sehari sesudah Nyepi untuk memberikan pelayanan kepada tamunya dengan baik. Wisatawan hanya bisa menikmati suasana dan pemandangan di sekitar hotel, tempat menginapnya masing-masing.
Dengan demikian pada hari Nyepi tidak ada wisatawan yang meninggalkan hotel atau yang mencari hotel, mengingat bandara Ngurah Rai, satu-satu pintu gerbang lewat udara masuk ke Bali tidak beroperasi selama 24 jam.
Demikian pula Pantai Kuta yang sehari-hari menjadi tempat wisatawan berjemur sambil menikmati deburan ombak, pada hari raya Nyepi betul-betul sepi, bebas dari pelancong, hanya deburan ombak yang terdengar.
Suasana sepi dan lenggang terjadi di seluruh pelosok wilayah Pulau Dewata, termasuk Denpasar yang sehari-harinya bising dan kemacetan lalu lintas.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011