Jakarta (Antara Bali) - Indonesia dan Finlandia menindaklanjuti
nota kesepahaman dua negara untuk melakukan penelitian terhadap
resistensi antibiotik yang menjadi ancaman di berbagai tempat di dunia.
"Resistensi antibiotik ini ditandai dengan bibit penyakit yang kebal terhadap obat. Akibatnya, obat antibiotik tidak memberi efek kepada makhluk hidup," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB BPPT) Eniya Listiani Dewi di Jakarta, Selasa.
Atas ancaman resistensi bibit penyakit terhadap antibiotik itu, Eni mengatakan kerja sama TAB BPPT dan University of Helsinki (UH) Findlandia menjadi penting untuk studi resistensi antibiotik.
Dia mengatakan antibiotik saat ini tidak hanya dipakai untuk pengobatan manusia saja. Tetapi antibiotik juga dipakai untuk usaha peternakan dan perikanan.
Menurut dia, pemberian antibiotik mengalami kecenderungan berlebihan secara takaran. Akibatnya, antibiotik itu justru memberi kekebalan terhadap bibit penyakit karena sudah menyesuaikan diri.
Parahnya, kata dia, zat antibiotik itu sudah mencemari lingkungan, terutama di sungai-sungai.
Sungai di Indonesia, kata dia, sering digunakan sebagai tempat pembuangan zat-zat yang mengandung antibiotik. Pembuangan diduga banyak dilakukan oleh fasilitas kesehatan, peternakan dan perikanan yang menggunakan antibiotik.
Penelitian awal akan dilakukan di dua sungai yang diduga kuat tercemar zat antibiotik yaitu Cisadane dan Kalicode.
Di dua sungai itu, kata dia, akan diteliti secara mendalam mengenai kandungan zat di air sungai.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Resistensi antibiotik ini ditandai dengan bibit penyakit yang kebal terhadap obat. Akibatnya, obat antibiotik tidak memberi efek kepada makhluk hidup," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB BPPT) Eniya Listiani Dewi di Jakarta, Selasa.
Atas ancaman resistensi bibit penyakit terhadap antibiotik itu, Eni mengatakan kerja sama TAB BPPT dan University of Helsinki (UH) Findlandia menjadi penting untuk studi resistensi antibiotik.
Dia mengatakan antibiotik saat ini tidak hanya dipakai untuk pengobatan manusia saja. Tetapi antibiotik juga dipakai untuk usaha peternakan dan perikanan.
Menurut dia, pemberian antibiotik mengalami kecenderungan berlebihan secara takaran. Akibatnya, antibiotik itu justru memberi kekebalan terhadap bibit penyakit karena sudah menyesuaikan diri.
Parahnya, kata dia, zat antibiotik itu sudah mencemari lingkungan, terutama di sungai-sungai.
Sungai di Indonesia, kata dia, sering digunakan sebagai tempat pembuangan zat-zat yang mengandung antibiotik. Pembuangan diduga banyak dilakukan oleh fasilitas kesehatan, peternakan dan perikanan yang menggunakan antibiotik.
Penelitian awal akan dilakukan di dua sungai yang diduga kuat tercemar zat antibiotik yaitu Cisadane dan Kalicode.
Di dua sungai itu, kata dia, akan diteliti secara mendalam mengenai kandungan zat di air sungai.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016