Denpasar (Antara Bali) - Tokoh masyarakat Bali Prof Dr Ir Wayan Windia, MS mengkhawatirkan pembangunan bandara internasional di Kabupaten Buleleng dan rencana transportasi kereta api keliling Bali akan mempercepat "kehancuran" Pulau Dewata.

"Saya tidak setuju pembangun bandara kedua di Bali itu maupun rencana pembuatan rel kereta api," kata mantan anggota DPR RI periode 1997-1999 yang juga Kepala Laboratorium Sistem Subak Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Minggu.

Guru besar Fakultas Pertanian Unud itu menegaskan bahwa rencana pembangunan bandara dan rela kereta api itu secara tidak langsung akan mempercepat proses "kehancuran" Bali, baik dari segi fisik, sosial dan budaya.

Menurut Ketua Dewan Harian 1945 Provinsi Bali itu, Kabupaten Buleleng yang berada di daerah pesisir utara Pulau Bali lebih tepat dikembangkan sektor pertanian dalam arti luas untuk memasok kebutuhan sektor pariwisata di Bali selatan, yang meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar.

Pembangunan bandara internasional itu akan mencaplok ribuan hektare lahan, disamping lahan pertanian akan beralih fungsi untuk pembangunan hotel maupun fasilitas pendukung lainnya sebagai efek dari bandara itu.

Dengan demikian alih fungsi lahan pertanian akan menjadi semakin parah, yang selama ini di Bali tidak berhasil dikendalikan, karena setiap tahunnya penyusutan lahan pertanian untuk kepentingan pembangunan, termasuk sektor pariwisata mencapai 700 hektare.

"Oleh sebab itu jika pembangunan bandara internasional kedua di Bali itu terealisasi, maka 'kehancuran' Bali tidak bisa dihindari," ujar Windia yang juga menjabat Kepala Badan Penjamin Mutu Universitas Udayana (BPMU).

Ia mengingatkan, Bali jika bercermin dari hasil penelitian dan pengkajian SCETO, konsultan pariwisata dari Prancis pada 1975, di daerah ini maksimal dibangun 24.000 kamar hotel berbintang untuk menjaga daya dukung Bali.

Namun kenyataannya di Bali kini telah dibangun 55.000 kamar hotel berbintang atau dua kali lipat daya dukung Bali, sehingga Bali sudah saatnya melakukan moratorium terhadap pembangunan fisik terkait kepentingan pariwisata.

Upaya tersebut perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan di Pulau Dewata guna mencegah timbulnya bencana alam.

Oleh sebab itu perlu adanya langkah tegas pemerintah untuk menghentikan sementara pembangunan di sektor pariwisata dan lebih mengarahkan perhatian terhadap pembangunan bidang pertanian dalam arti luas, ujar Prof Windia.

Bali merencanakan pembangun fasilitas bandara internasional yang kedua setelah Bandara internasional Ngurah Rai, berlokasi di wilayah Kabupaten Buleleng dengan membutuhkan lahan sekitar 1.000 hektare.

Lahan tersebut sesuai persyaratan lokasinya tidak lebih dari 60 km dari pusat kegiatan masyarakat dan secara teknis memenuhi syarat pembangunan sebuah bandara bertaraf internasional.

Menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Kabupaten Buleleng yang memiliki wilayah paling luas dan bekas ibukota provinsi Bali-Nusa Tenggara (Sunda Kecil) diharapkan bisa memenuhi syarat secara teknis untuk pembangunan sebuah bandara bertaraf internasional.

Dipilihnya Buleleng selain tersedianya lahan yang cukup luas, kehadiran bandara internasional diharapkan mampu menyeimbangkan pembangunan antara Bali utara dengan selatan yang selama ini sangat timpang, katanya.

Bandara Ngurah Rai di Bali selatan itu setiap tahunnya menerima kedatangan wisatawan mancanegara langsung dari negaranya mencapai  2,5 juta orang dan penerbangan demestik juga melayani lebih dari empat juta orang.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011