Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah dan Komisi XI DPR RI menyepakati pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2017 ditetapkan pada level 5,1 persen.
Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengesahkan keputusan pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro RAPBN 2017 sebesar 5,1 persen setelah sebelumnya terdapat berbedaan pendapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, serta Kementerian PPN/Bappenas selaku pemerintah dan Komisi XI DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Selatan, Rabu (7/9) malam.
Angka tersebut lebih rendah 0,2 persen dari asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2016 sebesar 5,3 persen.
Sementara inflasi ditetapkan sebesar 4,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp13.300, tingkat suku bunga SPN tiga bulan 5,3 persen, tingkat pengangguran 5,6 persen, tingkat kemiskinan 10,5 persen, indeks gini rasio 0,39, dan Indeks Pembangunan Manusia 70,1.
Komisi XI DPR RI sebelumnya mengusulkan pertumbuhan ekonomi 2017 berada pada level 5,05 persen dikarenakan melihat realisasi-realisasi pemerintah terhadap target APBN dalam beberapa tahun ke belakang. Sedangkan panitia kerja DPR untuk membahas asumsi makro mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.
Perbedaan pendapat di Komisi XI sendiri muncul dari Fraksi Partai Golkar yang memberikan catatan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa berada pada level 5,2 persen, di mana fraksi lainnya menyepakati 5,05 persen.
Sementara Menteri Keuangan menilai target 5,05 persen disebut sangat berhati-hati di mana dirinya meyakini ekonomi masih bisa tumbuh 5,1-5,2 persen pada 2017. Namun Sri Mulyani menyatakan lebih yakin pada angka 5,1 persen.
Asumsi tersebut didapat dari perkiraan konsumsi rumah tangga yang masih akan tetap tinggi di 2017 dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang juga diproyeksikan meningkat dengan adanya dorongan dari kepercayaan pasar, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif tinggi dibanding negara-negara G20, dan adanya aliran modal yang masuk dari hasil repatriasi program amnesti pajak. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengesahkan keputusan pertumbuhan ekonomi dalam asumsi makro RAPBN 2017 sebesar 5,1 persen setelah sebelumnya terdapat berbedaan pendapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, serta Kementerian PPN/Bappenas selaku pemerintah dan Komisi XI DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Selatan, Rabu (7/9) malam.
Angka tersebut lebih rendah 0,2 persen dari asumsi makro pertumbuhan ekonomi dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2016 sebesar 5,3 persen.
Sementara inflasi ditetapkan sebesar 4,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp13.300, tingkat suku bunga SPN tiga bulan 5,3 persen, tingkat pengangguran 5,6 persen, tingkat kemiskinan 10,5 persen, indeks gini rasio 0,39, dan Indeks Pembangunan Manusia 70,1.
Komisi XI DPR RI sebelumnya mengusulkan pertumbuhan ekonomi 2017 berada pada level 5,05 persen dikarenakan melihat realisasi-realisasi pemerintah terhadap target APBN dalam beberapa tahun ke belakang. Sedangkan panitia kerja DPR untuk membahas asumsi makro mengusulkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.
Perbedaan pendapat di Komisi XI sendiri muncul dari Fraksi Partai Golkar yang memberikan catatan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa berada pada level 5,2 persen, di mana fraksi lainnya menyepakati 5,05 persen.
Sementara Menteri Keuangan menilai target 5,05 persen disebut sangat berhati-hati di mana dirinya meyakini ekonomi masih bisa tumbuh 5,1-5,2 persen pada 2017. Namun Sri Mulyani menyatakan lebih yakin pada angka 5,1 persen.
Asumsi tersebut didapat dari perkiraan konsumsi rumah tangga yang masih akan tetap tinggi di 2017 dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang juga diproyeksikan meningkat dengan adanya dorongan dari kepercayaan pasar, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif tinggi dibanding negara-negara G20, dan adanya aliran modal yang masuk dari hasil repatriasi program amnesti pajak. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016