Jakarta (Antara Bali) - Penyanyi dangdut Ikke Nurjanah akan menjadi dosen tamu di Pittsburgh University, Amerika Serikat, untuk kedua kalinya. Ikke, yang pertama kali datang ke universitas itu enam tahun silam, akan berbicara tentang sejarah dan perkembangan dangdut di hadapan mahasiswa jurusan Departemen Musik Etnik.
Kegiatan itu merupakan bagian dari rangkaian program budaya “Amerika Terlena Dangdut 2016†pada 1-15 September di mana Ikke mempromosikan genre musik yang membesarkan namanya di Tanah Air.
“Saya juga akan mengadakan bedah buku ‘Diary Dangdut Ikke Nurjanah’, di dalamnya ada juga cerita tentang perjalanan saya enam tahun lalu ke Amerika, apa yang saya dapat dari sana,†kata Ikke dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Ikke akan menggelar diskusi buku itu di salah satu perpustakaan tertua dunia Library of Congress, Washington D.C, juga Smithsonian Folkway yang merupakan recording label khusus lagu etnik dan lagu rakyat penjuru dunia.
Ikke akan mengunjungi tiga kota, yakni Washington D.C, Philadephia dan New York. Program yang diadakan berkat kerja sama dengan Sireedee Entertainment dan didukung Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) ini merupakan kelanjutan dari lawatan Ikke enam tahun silam.
Ikke mengenang kali pertamanya mempromosikan dangdut di Amerika Serikat penuh dengan kejutan ketika ia mengetahui musik itu diapresiasi juga oleh bangsa asing. Saat presentasi di
“Saat di negeri sendiri masih berjuang, di negara yang jauh diapresiasi, rasanya bonus,†imbuh pemilik nama asli Hartini Erpi Nurjanah.
Sebagai bagian sosialisasi, Ikke rencananya akan mengajak musisi jalanan untuk mengamen membawakan lagu dangdut di Times Square, New York, agar musik Indonesia itu didengar langsung oleh orang-orang di sana.
“Dangdut berpotensi dijadikan produk dunia,†kata Ricky Pesik, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF). Tentu harus ada strategi yang digodok agar musik dangdut bisa bersaing di kancah internasional.
“Bukan tidak mungkin bila dilakukan dengan cermat,†imbuh Ricky yang mengambil contoh Korea dengan K-pop dan Jamaika dengan musik reggae. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Kegiatan itu merupakan bagian dari rangkaian program budaya “Amerika Terlena Dangdut 2016†pada 1-15 September di mana Ikke mempromosikan genre musik yang membesarkan namanya di Tanah Air.
“Saya juga akan mengadakan bedah buku ‘Diary Dangdut Ikke Nurjanah’, di dalamnya ada juga cerita tentang perjalanan saya enam tahun lalu ke Amerika, apa yang saya dapat dari sana,†kata Ikke dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Ikke akan menggelar diskusi buku itu di salah satu perpustakaan tertua dunia Library of Congress, Washington D.C, juga Smithsonian Folkway yang merupakan recording label khusus lagu etnik dan lagu rakyat penjuru dunia.
Ikke akan mengunjungi tiga kota, yakni Washington D.C, Philadephia dan New York. Program yang diadakan berkat kerja sama dengan Sireedee Entertainment dan didukung Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) ini merupakan kelanjutan dari lawatan Ikke enam tahun silam.
Ikke mengenang kali pertamanya mempromosikan dangdut di Amerika Serikat penuh dengan kejutan ketika ia mengetahui musik itu diapresiasi juga oleh bangsa asing. Saat presentasi di
“Saat di negeri sendiri masih berjuang, di negara yang jauh diapresiasi, rasanya bonus,†imbuh pemilik nama asli Hartini Erpi Nurjanah.
Sebagai bagian sosialisasi, Ikke rencananya akan mengajak musisi jalanan untuk mengamen membawakan lagu dangdut di Times Square, New York, agar musik Indonesia itu didengar langsung oleh orang-orang di sana.
“Dangdut berpotensi dijadikan produk dunia,†kata Ricky Pesik, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF). Tentu harus ada strategi yang digodok agar musik dangdut bisa bersaing di kancah internasional.
“Bukan tidak mungkin bila dilakukan dengan cermat,†imbuh Ricky yang mengambil contoh Korea dengan K-pop dan Jamaika dengan musik reggae. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016