"Para pahlawan putra Karangasem ... sane sampun membela pati nindihin gumi ... niki wantah patut katulad ring jagade ... "
    
Lagu rakyat ini berkumandang dalam nuansa kegembiraan, ketika ribuan warga 'megenjekan' pada siang benderang di Taman Sukasada, yang terletak di Banjar Ujung, Desa Tumbu, Karangasem, Bali.
    
Kesenian genjek berasal dari Kabupaten Karangasem. Merupakan jenis kesenian yang dilakukan sejumlah laki-laki dengan cara duduk bersila serta melingkar. Mereka kemudian menggerakkan tangan dengan atraktif, kadang ada yang menari di tengah arena, serta suara mulut 'cak-cak-cak' terus berkumandang dengan rancak.
    
Ribuan warga ini berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Karangasem, sebagai perayaan menyambut HUT Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus. Sekaligus untuk memecahkan rekor MURI kategori jumlah seniman genjek terbanyak, karena berjumlah mencapai 15.361 orang.
    
"Genjek merupakan aset pusaka khas Karangasem sebagai representasi Bhineka Tunggal Ika. Kesenian ini memiliki makna kebersamaan untuk membangun menuju Karangasem Cerdas, Bersih dan Bermartabat. Ini sejalan dengan ajaran Bung Karno," ujar Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri ketika memberi sambutan pada kegiatan 'Genjek Kolosal 2016' di Taman Sukasada Ujung.
    
Dikatakan dia, Karangasem merupakan hulunya Pulau Bali, dengan adanya Pura Besakih yang didirikan sejak beberapa abad yang lalu. Selanjutnya, Kabupaten Karangasem akan dikembangkan menuju destinasi pariwisata spiritual berbasis desa adat, mengingat Karangasem termasuk dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia.   
    
Sebagai pembangkit semangat seniman genjek dan masyarakat yang berbondong-bondong ke Taman Sukasada, maka Bupati Mas Sumatri kemudian mengajak untuk bersama-sama menyanyikan lagu anak-anak 'Bebek Putih Jambul'. Lagu ini memiliki makna filosofi mengajarkan kebersamaan.
    
"Bebeke putih jambul makeber ngajekanginang, teked ngaje kangingan ditu tuun jak mekejang, briak-briuk mesilemang jak mekejang...... " suara koor masyarakat membahana di siang terik itu, bersama-sama menyanyikan lagu Bebek Putih Jambul.
    
Bupati Mas Sumatri melanjutkan, Pemerintah Kabupaten Karangasem akan selalu mendukung setiap aktivitas atau kegiatan yang bermaksud untuk melestarikan warisan budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat yang mengandung nilai kearifan lokal yang adiluhung.
    
Genjek Karangasem merupakan kesenian karawitan vokal yang tumbuh berkembang di suatu daerah. Kesenian genjek lahir pertama kali di Karangasem, yang merupakan seni rakyat yang lahir dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan, yang sekarang mulai menyebar ke Kabupaten lainnya di Bali.
    
"Sudah jelas, genjek merupakan salah satu kesenian tradisional yang sampai saat ini masih berkembang di Karangasem dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kita terdahulu. Karena merupakan kesenian sudah sepatutnya dilestarikan, karena nantinya bisa dijadikan penunjang sektor pariwisata Bali pada umumnya dan Karangasem khususnya," ujarnya pada acara yang dihadiri mantan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono,  Ketum DPP Golkar Setya Novanto, Wakil Gubernur Bali Sudikerta, dan sejumlah tokoh lainnya.
    
Sementara itu, Ketut Sugita, seorang tokoh dari Desa Ngis sekaligus seniman genjek, menyatakan, tidak ada persiapan khusus untuk mengikuti even Genjek Kolosal 2016 ini. Padahal peserta yang mewakili desanya terbilang banyak, yakni 125 anak muda.
    
"Latihan hanya tiga kali saja, mengingat genjek sudah mentradisi. Setiap ada kegiatan, misal orang menikah, pasti ada pertunjukan genjek di wilayah kami, dengan iringan suling, kecapi dan gupek," ujar pria yang akrab dipanggil Guru Pande ini.  
    
Menurut Guru Pande, durasi permainan genjek tergantung pemegang melodinya. Satu lagu, biasanya dimainkan selama 10-15 menit. Kalau pemegang melodi mengajak bermain 10 lagu, berarti durasi megenjekan bisa berlangsung lama dan dipenuhi suasana kegembiraan.
    
"Pada Genjek Kolosal ini, kami memainkan tiga lagu. Kami bangga turut berpartisipasi karena kegiatan ini merupakan ajang pelestarian budaya," ujar dia.

Gugurnya Anak Agung Candra Buana

Pementasan megenjekan ini diselingin fragmen tari dengan mengisahkan lakon 'Gugurnya Anak Agung Candra Buana'. Kisah ini begitu heroik di mana tokoh ksatria Anak Agung Candra Buana memiliki semangat baja bertempur melawan penjajah, untuk memperjuangkan kemerdekaan. Backsound suara Presiden Soekarno yang berpidato berapi-api, membuat suasana Taman Ujung menjadi bergelora. Warga bersemangat menonton fragmen tari ini.
    
Sayangnya, langkah Anak Agung Candra Buana dan rekan-rekan seperjuangan harus terhenti ketika ada yang berkhianat. Pengkhianat ini memberitahukan kepada pihak penjajah, kegiatan dan posisi keberadaan Anak Agung Candra Buana dan kawan-kawannya. Pasukan penjajah kemudian melakukan penggerebekan, sehingga semua pejuang akhirnya tewas.
    
Saat semua pejuang tewas, lagu 'Gugur Bunga' mengalun dengan syahdu dan sendu. Namun, semangat Anak Agung Candra Buana tak terputuskan dan digantikan penduduk Indonesia lainnya yang tiada gentar melawan penjajah.
   
Pada penghujung acara, setelah penyerahan rekor MURI kepada Pemkab Karangasem, maka Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kisah heroik Anak Agung Candra Buana yang tak henti berjuang, sangat bagus dipentaskan sebagai spirit bagi generasi muda.
    
"Bahwa kemerdekaan ini bukan hadiah dari langit. Kemerdekaan bukan hadiah Belanda, melainkan dari perjuangan," ujar lelaki yang yang akrab dipanggil SBY, dengan nada berapi-api.
    
Mengenai kesenian genjek, SBY menyatakan kalau pihaknya sangat mengapresiasi sebagai kesenian yang semestinya dilestarikan keberadaannya. "Genjek ini kebudayaan yang luar biasa," ujarnya, diiringi tepuk tangan ribuan warga yang memadati Taman Ujung. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Tri Vivi Suryani

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016