Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah diminta segera membatasi impor
tembakau untuk menyelamatkan petani tembakau dalam negeri dan
selanjutnya menetapkan regulasi pertembakauan yang memihak kepentingan
petani.
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mendesak pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan RUU Pertembakauan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan petani tembakau Indonesia.
"Kedaulatan petani tembakau saat ini terancam seiring dengan maraknya tembakau impor yang menyerbu Indonesia, khususnya dari Tiongkok," katanya.
Menurut dia, tembakau merupakan aset Bangsa Indonesia. "Oleh karena itu, negara harus segera membuat undang-undang yang memayungi kepentingan petani tembakau dan bertumpu pada nilai-nilai kesejahteraan," ujar Yenny Wahid.
Ia mengatakan serbuan tembakau impor memang memberatkan sehingga kunci untuk menyelamatkan petani dengan secepatnya membatasi impor tembakau.
"Melihat data impor tembakau yang masuk ke negeri ini, jumlahnya sudah melebihi batas toleransi. Menyelamatkan petani tembakau sama artinya dengan menyelamatkan Indonesia," katanya.
Regulasi impor tembakau saat ini, menurut Yenny, memang masih longgar sehingga jumlah tembakau impor selalu meningkat setiap tahun.
Hal itu, ujarnya, mengakibatkan terjadinya pengalihan kebutuhan industri yang dulu menggunakan bahan baku lokal, kini cenderung beralih ke tembakau impor.
Ia mengatakan impor tembakau berpotensi memicu ambruknya fondasi perekonomian di tingkat petani lokal di daerah sentra pertembakauan, yang notabene memiliki spesifikasi tanah, cuaca, dan posisi geografis tersendiri.
Hal itu, katanya, diperparah dengan adanya selisih harga yang signifikan antara tembakau petani lokal dengan tembakau impor.
"Di sinilah pentingnya pemerintah hadir melalui regulasi yang lebih melindungi petani tembakau. Bukan sebaliknya, membunuh ekonomi petani tembakau," katanya.
Kepala Desa Wonosari salah satu sentra tembakau di Temanggung, Jawa Tengah, Agus Pamuji, mengatakan petani di desanya memang was-was menghadapi serbuan tembakau impor yang belakangan makin meningkat.
Ia mengatakan Temanggung merupakan sentra tembakau varietas unggul dengan nama Kemloko.
Persoalan muncul, karena saat ini petani Tiongkok telah menanam dan mengembangkan tembakau dengan varietas yang kurang lebih sama.
Mengutip informasi, kata Agus Pamuji, petani Tiongkok dewasa ini telah menanam tembakau dengan varietas serupa di atas lahan seluas 200.000 hektare dan sudah panen.
"Mereka (Tiongkok, red.) mengekspornya dengan harga setara Rp50.000 per kilogram. Nama varietasnya diubah menjadi Kemloci, singkatan Kemloko Cina," katanya.
Kades Agus menyatakan Kemloci akan menghancurkan tembakau Indonesia, sebab harga tembakau Kemloko Temanggung berada di kisaran Rp300 ribu sampai Rp1 juta per kilogram tergantung kualitas.
Serbuan produk pertanian Tiongkok, diakui Agus, pernah memukul petani Temanggung.
Hal itu, katanya, juga terjadi ketika serbuan produk bawang putih impor dari Tiongkok dengan harga murah. Saat itu, bawang putih merupakan tanaman sela yang ditanam petani tembakau Temanggung.
Akibat serbuan bawang impor, saat ini tidak ada lagi petani yang mau menanam bawang impor. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mendesak pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan RUU Pertembakauan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan petani tembakau Indonesia.
"Kedaulatan petani tembakau saat ini terancam seiring dengan maraknya tembakau impor yang menyerbu Indonesia, khususnya dari Tiongkok," katanya.
Menurut dia, tembakau merupakan aset Bangsa Indonesia. "Oleh karena itu, negara harus segera membuat undang-undang yang memayungi kepentingan petani tembakau dan bertumpu pada nilai-nilai kesejahteraan," ujar Yenny Wahid.
Ia mengatakan serbuan tembakau impor memang memberatkan sehingga kunci untuk menyelamatkan petani dengan secepatnya membatasi impor tembakau.
"Melihat data impor tembakau yang masuk ke negeri ini, jumlahnya sudah melebihi batas toleransi. Menyelamatkan petani tembakau sama artinya dengan menyelamatkan Indonesia," katanya.
Regulasi impor tembakau saat ini, menurut Yenny, memang masih longgar sehingga jumlah tembakau impor selalu meningkat setiap tahun.
Hal itu, ujarnya, mengakibatkan terjadinya pengalihan kebutuhan industri yang dulu menggunakan bahan baku lokal, kini cenderung beralih ke tembakau impor.
Ia mengatakan impor tembakau berpotensi memicu ambruknya fondasi perekonomian di tingkat petani lokal di daerah sentra pertembakauan, yang notabene memiliki spesifikasi tanah, cuaca, dan posisi geografis tersendiri.
Hal itu, katanya, diperparah dengan adanya selisih harga yang signifikan antara tembakau petani lokal dengan tembakau impor.
"Di sinilah pentingnya pemerintah hadir melalui regulasi yang lebih melindungi petani tembakau. Bukan sebaliknya, membunuh ekonomi petani tembakau," katanya.
Kepala Desa Wonosari salah satu sentra tembakau di Temanggung, Jawa Tengah, Agus Pamuji, mengatakan petani di desanya memang was-was menghadapi serbuan tembakau impor yang belakangan makin meningkat.
Ia mengatakan Temanggung merupakan sentra tembakau varietas unggul dengan nama Kemloko.
Persoalan muncul, karena saat ini petani Tiongkok telah menanam dan mengembangkan tembakau dengan varietas yang kurang lebih sama.
Mengutip informasi, kata Agus Pamuji, petani Tiongkok dewasa ini telah menanam tembakau dengan varietas serupa di atas lahan seluas 200.000 hektare dan sudah panen.
"Mereka (Tiongkok, red.) mengekspornya dengan harga setara Rp50.000 per kilogram. Nama varietasnya diubah menjadi Kemloci, singkatan Kemloko Cina," katanya.
Kades Agus menyatakan Kemloci akan menghancurkan tembakau Indonesia, sebab harga tembakau Kemloko Temanggung berada di kisaran Rp300 ribu sampai Rp1 juta per kilogram tergantung kualitas.
Serbuan produk pertanian Tiongkok, diakui Agus, pernah memukul petani Temanggung.
Hal itu, katanya, juga terjadi ketika serbuan produk bawang putih impor dari Tiongkok dengan harga murah. Saat itu, bawang putih merupakan tanaman sela yang ditanam petani tembakau Temanggung.
Akibat serbuan bawang impor, saat ini tidak ada lagi petani yang mau menanam bawang impor. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016