Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Pertahanan mengonfirmasi upaya penguatan kerja sama pertahanan dengan Filipina dan Malaysia untuk mengamankan wilayah perairan di tiga negara sekaligus mengantisipasi terulangnya peristiwa penyanderaan anak buah kapal (ABK) WNI.
Kerja sama tersebut akan dibahas dalam pertemuan antarmenteri pertahanan tiga negara di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Benar sekali rencana merumuskan secara detail trilateral patroli terkoordinasi tiga negara," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya (Laksdya) TNI Widodo saat dihubungi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.
Menurut Laksdya Widodo, detail perjanjian kerja sama pertahanan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia akan dituangkan secara tertulis dan kemudian ditandatangani oleh menteri pertahanan masing-masing negara.
Widodo sendiri tidak menjelaskan lebih lanjut apakah isi perjanjian itu juga mencakup izin operasi militer bagi TNI untuk memasuki wilayah Filipina dan membebaskan 10 ABK WNI yang menjadi sandera kelompok separatis Abu Sayyaf.
Sebelumnya, Menhan Ryamizard Ryacudu menjelaskan bahwa kesepakatan patroli bersama tiga negara harus didahului latihan bersama supaya tidak kacau.
Menhan Ryamizard juga menegaskan bahwa upaya perundingan atau negosiasi harus lebih dikedepankan dalam pembebasan sandera, sementara operasi militer merupakan opsi terakhir.
"Operasi milter itu opsi terakhir, itu pasti ada korban, kita hindari adanya korban jiwa," katanya.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menilai keputusan pemerintah Indonesia yang selalu memilih jalur perundingan/ negosiasi daripada operasi militer untuk membebaskan sandera, bisa menjadi penyebab berulangnya kasus penyanderaan terhadap WNI sampai empat kali sejak Maret 2016.
"Kita tidak melakukan kegiatan operasi militer ke sana. Jadi mereka memanfaatkan celah-celah itu. Tetapi kalau ada (operasi militer), saya yakin mereka tidak akan berani," kata dia.
TNI sendiri telah menyiapkan prajurit baik yang akan dikerahkan untuk membebaskan sandera, melakukan patroli bersama, dan mengawal kapal-kapal sipil yang melintasi wilayah perairan rawan perompak di Filipina.
Padahal, ketiga upaya tersebut masih terganjal konstitusi Filipina yang melarang pelibatan militer negara lain untuk beroperasi langsung di negaranya.
"Lha kalau belum ada izin masa kita masuk rumah orang? Malah diteriaki maling nanti," ujar Gatot saat menganalogikan hambatan utama yang dihadapi TNI untuk langsung membebaskan sandera WNI di Filipina. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Kerja sama tersebut akan dibahas dalam pertemuan antarmenteri pertahanan tiga negara di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Benar sekali rencana merumuskan secara detail trilateral patroli terkoordinasi tiga negara," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya (Laksdya) TNI Widodo saat dihubungi melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa.
Menurut Laksdya Widodo, detail perjanjian kerja sama pertahanan antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia akan dituangkan secara tertulis dan kemudian ditandatangani oleh menteri pertahanan masing-masing negara.
Widodo sendiri tidak menjelaskan lebih lanjut apakah isi perjanjian itu juga mencakup izin operasi militer bagi TNI untuk memasuki wilayah Filipina dan membebaskan 10 ABK WNI yang menjadi sandera kelompok separatis Abu Sayyaf.
Sebelumnya, Menhan Ryamizard Ryacudu menjelaskan bahwa kesepakatan patroli bersama tiga negara harus didahului latihan bersama supaya tidak kacau.
Menhan Ryamizard juga menegaskan bahwa upaya perundingan atau negosiasi harus lebih dikedepankan dalam pembebasan sandera, sementara operasi militer merupakan opsi terakhir.
"Operasi milter itu opsi terakhir, itu pasti ada korban, kita hindari adanya korban jiwa," katanya.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menilai keputusan pemerintah Indonesia yang selalu memilih jalur perundingan/ negosiasi daripada operasi militer untuk membebaskan sandera, bisa menjadi penyebab berulangnya kasus penyanderaan terhadap WNI sampai empat kali sejak Maret 2016.
"Kita tidak melakukan kegiatan operasi militer ke sana. Jadi mereka memanfaatkan celah-celah itu. Tetapi kalau ada (operasi militer), saya yakin mereka tidak akan berani," kata dia.
TNI sendiri telah menyiapkan prajurit baik yang akan dikerahkan untuk membebaskan sandera, melakukan patroli bersama, dan mengawal kapal-kapal sipil yang melintasi wilayah perairan rawan perompak di Filipina.
Padahal, ketiga upaya tersebut masih terganjal konstitusi Filipina yang melarang pelibatan militer negara lain untuk beroperasi langsung di negaranya.
"Lha kalau belum ada izin masa kita masuk rumah orang? Malah diteriaki maling nanti," ujar Gatot saat menganalogikan hambatan utama yang dihadapi TNI untuk langsung membebaskan sandera WNI di Filipina. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016