Denpasar (Antara Bali) - Museum Neka di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, menggelar ritual khusus Tumpek Landep, persembahan suci yang khusus ditujukan untuk semua jenis benda yang terbuat dari besi, logam, emas, Sabtu.
"Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan dipersembahkan pagi hari sebelum jam 12.00 waktu setempat," kata Pendiri sekaligus pengelola Museum Neka Ubud, Pande Wayan Suteja Neka.
Ia mengatakan, dari ratusan koleksi keris di museum itu, 27 keris di antaranya keris bersejarah warisan sejumlah kerajaan di Bali antara lain keris Ki Baju Rantai dari Puri Agung Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali maupun Ki Gajah Petak dari Puri Kanginan Singaraja, daerah pesisir utara Pulau Dewata.
Demikian pula keris Ki Belang Uyang dari Puri Agung Gianyar dan sekitar 100 keris tangguh (kuno) yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia. Koleksi keris tersebut juga ada yang digolongkan keris kamardikan, yakni dibuat oleh empu keris setelah Indonesia merdeka, atau berumur lebih dari setengah abad.
Padahal sebelumnya keris-keris tersebut disimpan pihak puri, hanya bisa dilihat sekali dalam 210 hari (enam bulan) saat ritual "Tumpek Landep".
Pelaksanaan ritual Tumpek Landep yang dipimpin seorang pemangku kali ini dilakukan secara sederhana, karena hari suci khusus untuk keris itu jatuh dua kali dalam setahun, sehingga perayaan digilir sederhana dan utama (besar).
Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan, perayaan kali ini bersifat sederhana, menyusul perayaan yang akan datang, yang bersifat utama.
Keris yang menjadi koleksi Museum Neka umumnya berumur ratusan tahun yang "diburunya" satu persatu dari berbagai pelosok pedesaan di Bali maupun dari sejumlah daerah di Tanah Air dan mancanegara.
Museum Neka ibarat "Merajan" seni karena segala aktivitas seni dipersembahkan untuk pelestarian seni dan budaya Bali.
Pengelolaan dalam aktivitas kelangsungan seni dipersembahkan oleh anak-anak dan keturunan selanjutnya.
Kiprah sosok Suteja Neka dalam perkerisan di Bali menurut berbagai kalangan pantas dicatat, karena sejak menjadi korator keris dan memajang ratusan keris, dunia perkerisan di Bali mendapat angin segar.
"Kalau dulu keris hanya untuk kelengkapan ritual, namun sekarang lebih dari itu yakni keris sebagai benda seni budaya yang diagungkan, termasuk keris-keris baru (kamandika) yang dibuat setelah Indonesia merdeka," ujar Pande Wayan Suteja Neka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan dipersembahkan pagi hari sebelum jam 12.00 waktu setempat," kata Pendiri sekaligus pengelola Museum Neka Ubud, Pande Wayan Suteja Neka.
Ia mengatakan, dari ratusan koleksi keris di museum itu, 27 keris di antaranya keris bersejarah warisan sejumlah kerajaan di Bali antara lain keris Ki Baju Rantai dari Puri Agung Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali maupun Ki Gajah Petak dari Puri Kanginan Singaraja, daerah pesisir utara Pulau Dewata.
Demikian pula keris Ki Belang Uyang dari Puri Agung Gianyar dan sekitar 100 keris tangguh (kuno) yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia. Koleksi keris tersebut juga ada yang digolongkan keris kamardikan, yakni dibuat oleh empu keris setelah Indonesia merdeka, atau berumur lebih dari setengah abad.
Padahal sebelumnya keris-keris tersebut disimpan pihak puri, hanya bisa dilihat sekali dalam 210 hari (enam bulan) saat ritual "Tumpek Landep".
Pelaksanaan ritual Tumpek Landep yang dipimpin seorang pemangku kali ini dilakukan secara sederhana, karena hari suci khusus untuk keris itu jatuh dua kali dalam setahun, sehingga perayaan digilir sederhana dan utama (besar).
Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan, perayaan kali ini bersifat sederhana, menyusul perayaan yang akan datang, yang bersifat utama.
Keris yang menjadi koleksi Museum Neka umumnya berumur ratusan tahun yang "diburunya" satu persatu dari berbagai pelosok pedesaan di Bali maupun dari sejumlah daerah di Tanah Air dan mancanegara.
Museum Neka ibarat "Merajan" seni karena segala aktivitas seni dipersembahkan untuk pelestarian seni dan budaya Bali.
Pengelolaan dalam aktivitas kelangsungan seni dipersembahkan oleh anak-anak dan keturunan selanjutnya.
Kiprah sosok Suteja Neka dalam perkerisan di Bali menurut berbagai kalangan pantas dicatat, karena sejak menjadi korator keris dan memajang ratusan keris, dunia perkerisan di Bali mendapat angin segar.
"Kalau dulu keris hanya untuk kelengkapan ritual, namun sekarang lebih dari itu yakni keris sebagai benda seni budaya yang diagungkan, termasuk keris-keris baru (kamandika) yang dibuat setelah Indonesia merdeka," ujar Pande Wayan Suteja Neka. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016